Mengunjungi Desa Burung Hantu di Probolinggo

H Imam Baidawi, Ketua Poktan Sumber Indah yang merupakan peternak burung hantu jenis tyto alba.

Tyto Alba Terus Berkembang Biak, Burung Hantu Pembasmi Hama Tikus
Kab Probolinggo, Bhirawa
Siapa sangka di Kabupaten Probolinggo memiliki desa burung hantu. Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani itu ternyata mengandalkan keberadaan burung hantu jenis Tyto Alba (Serak Jawa), sebagai pembasmi hama tikus alami sejak 2013 silam.
Saat itu, Pemkab Probolinggo melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), berupaya menginovasi penanganan hama tikus di tiga wilayah kecamatan yang memang cukup meresahkan masyarakat petani. Sedikitnya 10 pasang Tyto Alba pun di sebar melalui kelompok tani di Kecamatan Krejengan, Gading dan Pajarakan. Dua pasang diantaranya untuk dilepas liarkan di Kecamatan Krejengan, tepatnya di Desa Sumberkatimo dan Opo-opo melalui Poktan Sumber Indah.
Minimnya informasi maupun dokumentasi untuk follow up pelaksanaan program bantuan tersebut, ditambah masih minimnya tingkat kesadaran masyarakat atas manfaat program tersebut, keberadaan burung predator berdarah dingin itu seakan hilang ditelan bumi.
Lima tahun berlalu dan akhirnya baru terdengar lagi keberadaan Tyto Alba tersebut ternyata masih bertahan. Bahkan sukses berkembang biak secara alami di Desa Opo-opo. Memperhatikan laporan serta informasi warga masyarakat yang kerap berjumpa dengan Tyto Alba di lokasi yang berbeda, serta diperkuat oleh keterangan Gapoktan Desa Opo-opo, diperkirakan kini jumlahnya telah mencapai puluhan pasang dan menyebar ke seluruh wilayah Desa Opo-opo.
“Desa Opo-opo boleh kami bilang saat ini bebas dari hama tikus. Alhamdulillah Tyto Alba kami bisa bertahan di sini, dan tidak terusik meskipun kami sedang beraktifitas di bawah paguponnya. Manfaatnya telah betul kami rasakan,” ungkap H Imam Baidawi, Ketua Poktan Sumber Indah.
Seiring semakin maraknya aktifitas perburuan burung hantu untuk komersil dan hobbi yang kerap dilakukan oknum tidak bertanggung jawab baik dari luar maupun desa Opo-opo sendiri, pemerintah desa setempat bersama Forkopimka Krejengan menggandeng 5:am_wildlifephotography (komunitas fotografer satwa liar Probolinggo) dan ProFauna Indonesia untuk bersinergi dalam menjaga dan mengupayakan pelestariannya.
“Sinergitas tersebut salah satunya diwujudkan melalui kegiatan edukasi masyarakat tentang manfaat keanekaragaman hayati dan pemasangan papan imbauan terkait perlindungan satwa liar di Desa Opo-opo, serta pengamatan burung bersama, setiap bulannya di kantor desa Opo-opo,” ujarnya.
Atas adanya manfaat yang telah dihasilkan oleh keberadaan predator alami tikus itu, ke depan pemerintah Desa Opo-opo pun juga akan segera menyusun Perdes tentang Konservasi dan Perlindungan Satwa Liar sebagai salah upaya untuk melindungi keberadaanya dari berbagai macam upaya perburuan.
Rencana tersebut mendapat respon positif dan dukungan dari Camat Krejengan dan unsur Forkopimka lainnya. Oleh karena itu pihaknya juga menyampaikan akan mendorong Pemerintah Desa (Pemdes) untuk segera membuat aturan tentang pelarangan memburu burung hantu maupun burung lainnya di desa Opo-opo.
“Hama tikus merupakan salah satu permasalahan pada sektor pertanian yang masih menjadi keluhan di Kecamatan Krejengan, menurut kami kondisi seperti desa Opo-opo ini seharusnya bisa menginspirasi desa – desa lainnya,” jelas Rachmad Hidayanto.
Ditegasgaskannya, nantinya dengan keluarnya Perdes Perlindungan Satwa liar tersebut, selain diharapkan satwa liar dan habitatnya di desa Opo-opo bisa lestari, juga akhirnya mampu mendorong Opo-opo menjadi sebuah desa berwawasan lingkungan dan menjadi salah satu ikon di Kabupaten Probolinggo.
“Apa yang sudah ada ini seyogyanya kita jaga dan rawat bersama, penggunaan dana desa untuk mendukung keberlangsungan ekosistem hayati yang juga dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi warga masyarakat juga perlu untuk dipertimbangkan,” tandasnya.
Didik Sugianto, Kepala Desa Opo-opo menuturkan, memperhatikan keberhasilan dan perilaku Tyto Alba di Desa nya yang cenderung jinak dan felatif bersahabat dengan para petani, pihaknya berencana bersama Gapoktan untuk menangkarkan seperti di Kabupaten Ngawi.
“Tentunya harus melakukan studi tiru dulu, untuk menimba ilmu di daerah lain yang telah berhasil melakukan hal itu. Kalau ini sukses manfaat nya akan di rasakan para petani di Kecamatan Krejengan dan InsyaAllah di seluruh Kabupaten Probolinggo,” tandasnya. [Wiwit Agus Pribadi]

Tags: