Menyoal Haji Ilegal

Najamuddin KhairurrijalOleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima, wajib bagi setiap Muslim yang mampu, baik secara fisik, finansial, maupun rohani (religiusitas). Sebagai rukun yang menyempurnakan keislaman seseorang, setiap tahun jumlah calon jamaah haji meningkat. Bahkan, umat Islam, khususnya di Indonesia, rela menjadi daftar tunggu selama bertahun-tahun untuk memperoleh kesempatan menyempurnakan agama dengan menginjakkan kaki di Tanah Suci, tempat mulia bagi umat Islam sedunia. Namun, karena lamanya penantian untuk menjadi bagian dari jamaah yang akan diberangkatkan setiap tahun, cara ilegal pun dilakukan.
Itulah yang dialami sebanyak 177 Warga Negara Indonesia (WNI), terdiri dari 99 perempuan dan 78 laki-laki, yang tertahan di imigrasi Filipina. Mereka hendak berangkat menunaikan ibadah haji melalui cara ilegal menggunakan paspor palsu dengan memanfaatkan kuota jamaah haji Filipina yang belum terisi. Celakanya, pihak keimigrasian Filipina berhasil membongkar upaya penyelenggaraan ibadah haji ilegal tersebut. Alih-alih memenuhi panggilan Tuhan dan melihat kiblat umat Islam sedunia, mereka justru harus berurusan dengan otoritas Filipina. Kita patut prihatin, sekaligus perlu evaluasi diri.
Mencari Penyebab
Persoalan kelemahan pengurusan prosedur ibadah haji dan panjangnya daftar tunggu keberangkatan haji di Indonesia, sementara kuota haji Indonesia terbatas, menjadi problem tersendiri bagi pemerintah.  Tahun ini kuota haji Indonesia sebanyak 168.800 jamaah, sementara yang masuk daftar tunggu berkali lipat jauh lebih banyak. Pada saat yang sama, banyak WNI yang menginginkan jalur instan untuk menunaikan haji karena tak ingin dalam penantian yang panjang yang tak pasti. Hal inilah yang patut diduga dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menawarkan “jalan lain” menuju Tanah Suci. Mereka pun tertipu oleh iming-iming sejumlah oknum yang menawarkan jasa travel dengan memanfaatkan ketidaktahuan sebagian masyarakat Indonesia tentang prosedur penyelenggaraan haji.
Masalah ini tentu tidaklah berdiri sendiri. Ada aktor lintas negara (transnasional) yang beroperasi dalam sebuah jaringan penyelenggara ibadah haji ilegal tersebut. Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Apalagi, menurut catatan Kementerian Agama RI, masalah haji ilegal bukanlah yang pertama. Ini ibarat fenomena gunung es, yang tak nampak di permukaan.
Atas dasar itu, maka pemerintah harus bertindak cepat dan tepat. Kita tidak ingin masalah yang sama terjadi pada tahun-tahun mendatang mengingat antrean calon haji Indonesia terus meningkat. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah harus tuntas agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama mereka yang terpanggil untuk menunaikan rukun Islam terakhir tersebut.
Melakukan Tindakan
Setidaknya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, Kementerian Agama sebagai institusi negara yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji perlu diaudit secara menyeluruh. Muncul dugaan bahwa sindikat penyelenggara perjalanan haji ilegal tersebut melibatkan oknum kementerian tersebut. Kementerian Agama juga perlu terus mengevaluasi diri. Apalagi mengingat dari tahun ke tahun pada setiap musim ibadah haji, Kementerian Agama selalu menjadi sorotan atas beragam persoalan penyelenggaraan haji yang terjadi, baik di tanah air maupun di Tanah Suci, mulai dari persoalan pemberangkatan, catering, penginapan, hingga pengawasan terhadap jamaah.
Selanjutnya, perbaikan manajemen penyelenggaraan ibadah haji juga menjadi hal yang penting. Hal ini agar masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji memiliki kepastian informasi dan pengetahuan tentang penyelenggaraan ibadah haji. Ketidakpastian informasi dan kelemahan manajemen faktanya menjadi ruang kosong yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memancing di air keruh, menawarkan perjalanan haji “instan” yang ternyata ilegal.
Kedua, pemerintah harus mendata dan mengevaluasi kembali biro-biro perjalanan haji yang ada. Sebab, informasinya ada tujuh biro perjalanan haji yang memberangkatkan jamaah calon haji tetapi tidak terdaftar dan tidak memiliki izin operasional dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Ketujuh biro perjalanan haji tersebut kabarnya tengah diperiksa. Namun, bukan hanya mereka yang tidak terdaftar, biro perjalanan haji yang selama ini tercatat juga perlu dievaluasi kembali dan diawasi untuk meminimalisir potensi penyalahgunaan dan pelanggaran prosedur ibadah haji.
Dalam kaitannya dengan itu, pemerintah juga perlu selektif untuk tidak mudah memberi izin kepada biro-biro perjalanan yang menawarkan perjalanan haji dan umrah. Pengetatan regulasi menjadi hal penting untuk meminimalisasi jumlah biro perjalanan yang mengajukan izin dan mengawasi biro perjalanan haji yang telah ada. Pasalnya, selama ini biro perjalanan (travel) sering diduga menjadi fasilitator kejahatan lintas negara, seperti kasus “jihad” untuk bergabung dalam jaringan terorisme.
Bahkan, jika diperlukan, penyelenggaraan ibadah haji dilakukan dengan sistem satu pintu, yaitu melalui manajemen di Kementerian Agama. Banyaknya “pintu” dan aktor dalam penyelenggaraan ibadah haji menjadi ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku terkait penyelenggaraan ibadah haji.
Ketiga, kerja sama antar negara, dalam hal ini pemerintah Indonesia dengan negara lain perlu ditingkatkan. Prosedur keimigrasian perlu diperketat yang melibatkan jaringan antar negara. Hal ini mengingat, imigrasi adalah pintu bagi kejahatan transnasional. Apalagi di era globalisasi yang diiringi revolusi di bidang teknologi komunikasi dan transportasi kian mempermudah aktivitas lintas negara. Kenyataan ini selanjutnya dimanfaatkan bagi kelompok-kelompok kejahatan, termasuk terkait kasus jamaah calon haji ilegal ini. Karena itu, intensivitas kerja sama dan komunikasi antar negara dibutuhkan untuk membendung terjadinya kasus-kasus serupa.
Kelima, pemerintah perlu lebih intensif dengan melibatkan multiaktor untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai prosedur penyelenggaraan ibadah haji yang sah dan legal. Pengetahuan dan pemahaman tentang prosedur dan penyelenggaraan ibadah haji diperlukan agar masyarakat melek sehingga tidak mudah tertipu dan terpengaruh oleh iming-iming biro perjalanan yang menjanjikan jalur cepat, begitu pula dalam hal ibadah umrah.
Masyarakat juga perlu menyadari bahwa ibadah haji adalah ibadah suci yang diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang ingin merengkuh kesucian iman dan Islam. Sebagai ibadah suci, maka jalan yang dilalui juga seharusnya sah dan legal, bukan instan betapapun itu menjanjikan. Bukankah amalan yang baik hanya akan berbuah pahala jika dilakukan dengan cara yang baik pula, apalagi dalam hal rukun Islam yang terakhir ini?
Dengan demikian, diharapkan di masa-masa yang akan datang, penyelenggaraan ibadah haji menjadi semakin baik dan kasus jamaah calon haji ilegal ini tidak terulang. Menjadi tugas kita, semua stakeholders dan masyarakat, untuk mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang baik sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Semoga.

                                                                                                             ————- *** ————-

Rate this article!
Menyoal Haji Ilegal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: