MK Harus Putuskan Pilpres Satu Putaran

2014-06-14-1234_1_mkJakarta, Bhirawa
Ahli hukum tata negara dan mantan Hakim Konstitusi Dr Harjono berharap Mahkamah Konstitusi mengabulkan pengujian Pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden agar pelaksanaan Pilpres 2014 hanya satu putaran.
“Adilkah orang yang pernah mendapatkan suara terbanyak harus dikalahkan dengan realitas bahwa pada putaran kedua memperoleh suara sedikit. Permasalahan hukum putaran kedua dengan calon lebih dari dua masih menimbulkan persoalan sehingga perlu dipertimbangkan mahkamah,” kata Harjono, saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang pengujian UU Pilpres di MK Jakarta, Senin.
Menurut dia, Pasal 6A UUD 1945 jika diterapkan dapat menyimpulkan beberapa kemungkinan, karena bisa ada pasangan yang berpeluang mendapatkan suara 50 persen lebih tapi tidak mencapai sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi bisa kalah diputaran kedua.
“Misalnya Pasangan capres-cawapres A memperoleh suara 52 persen tapi tidak memenuhi syarat penyebaran suara, pasangan B 45 persen suara dan pasangan C tiga persen suara. Meskipun pasangan A menang dengan suara terbanyak, namun pemungutan suara putaran kedua harus dilakukan sebagaimana syarat pada ayat 4 pasal 6A,” katanya.
Mantan hakim konstitusi ini mengatakan, pada kasus A putaran kedua yang diikuti pasangan A dan B, pasangan A tetap mendapatkan 52 persen namun syarat penyebaran suara tidak terpenuhi, sementara pasangan B memperoleh 48 persen suara, bila ini terjadi sesuai dengan ketentuan Pasal 6 A ayat 4, pasangan A harus dilantik.
Sementara pada kasus B, kata dia, perolehan suara pasangan A menjadi 50 persen kurang satu, sedangkan pasangan B memperoleh suara 50 persen tambah satu, namun sebaran suara pasangan B tidak memenuhi syarat, berdasarkan ketentuan Pasal 6 A ayat 4 yang terpilih menjadi presiden adalah B.
Apabila diterapkan akan menimbulkan ketidakadilan karena capres-cawapres A yang memperoleh suara terbanyak tidak terpilih sebagai presiden, tetapi pasangan capres-cawapres B, kata dia.
“Pemilu harus didasarkan atas asas persamaan nilai suara, ‘one man one vote’. Akan timbul pertanyaan bagaimana capres-cawapres yang secara riil suara lebih sedikit yang menjadi presiden, sedangkan suara yang lebih banyak tidak,” katanya.
Dia mengatakan, akan adil apabila pelaksanaan putaran kedua diisyaratkan jumlah suara pemenang harus lebih banyak bila dibanding dari kekalahannya di putaran pertama, tetapi bila menang dengan perolehan suara lebih sedikit, ini jadi persoalan.
Keterangan ahli Harjono ini untuk menguatkan dalil permohonan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres yang dimohonkan oleh Forum Pengacara Konstitusi, Perludem serta perseorangan atas nama nama Sunggul Hamonangan Sirait, dan Haposan Situmorang.
Para pemohon UU Pilpres ini meminta tafsir kepada MK agar Pilpres 2014 yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon hanya dilaksanakan satu putaran saja.
Para pemohon ini meminta tafsir ke MK karena menilai Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menimbulkan ketidakpastian tafsir tafsir akibat ketidakjelasan target penerapannya.
Dalam permohonannya, para pemohon ini meminta MK menyatakan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak diberlakukan untuk Pilpres dengan dua pasangan.
Bunyi lengkap Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres: “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia”.
Menurut pemohon, ketentuan ini tidak diketahui jumlah pasangan calon karena pengertian pasangan calon terpilih dilekatkan syarat yang limitative, yakni harus memperoleh suara lebih 50 persen dan sedikitnya 20 persen suara disetiap provinsi yang tersebar di setengah jumlah provinsi di Indonesia.
Dengan melihat realistis politik pada tahun ini hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada 9 Juli 2014 mendatang dan masih berdasarkan ketentuan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres akan mengakibatkan kedua pasangan capres yang sama akan kembali bertarung kembali (dua putaran).
Dengan terjadinya dua putaran dan pasangan yang sama, maka akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara serta ketidakstabilan politik.
Agar ketentuan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres tidak menimbulkan multitafsir sudah saat dan seharusnya diberikan makna atau tafsir baru oleh MK untuk tidak diberlakukan untuk Pilpres dengan dua pasangan.
Sehingga bunyi lengkap pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menjadi “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dan tidak diberlakukan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden”. [ant. ira]

Tags: