Opsi Diskresi Dewan Sebatas Tepis MainMata

Politik dagang sapiDPRD Surabaya,Bhirawa
Deskresi total peredaran minuman Beralkohol(Mihol) dengan melarang secara luas peredarannya oleh Pansus Raperda Minuman Beralkohol menimbulkan polemic panjang.  Pihak Pansus Mihol menolak disebut keputusan diskresi total tersebut sebagai sebagai upaya terpaksa untuk menepis tuduhan main mata dengan pihak ketiga.
Ketua Pansus Raperda Mihol, Eddy Rahmat membantah jika dikatakan bahwa memilih untuk mengambil keputusan “Diskresi Total” terhadap pengendalian peredaran dan penjualan minuman berakohol merupakan sikap yang terpaksa harus diambil untuk menepis tudingan jika sebagian dari anggota Pansus telah masuk angin.
Menurut Eddy, pembahasan Raperda Minhol memang sudah selesai, dan draftnya sudah di sampaikan kepimpinan, karena pemkot juga menghendaki agar hasil pembahasannya diketahui oleh ketua DPRD Surabaya. Jika sudah selesai akan dibawa ke banmus untuk di paripurnakan.
“Iya benar, jadi hasil akhirnya adalah diskresi minhol secara total di Kota Surabaya, dan pemerintah provinsi tidak lagi punya wewenang untuk merevisi, tetapi menolak atau menerima, meskipun masih ada klausul untuk banding jika ada penolakan,” ucap politisi asal partai Hanura ini. Jumat (18/3)
Memang sebelumnya Pansus Raperda Minuman Beralkohol (Minhol) DPRD Surabaya memang sempat kalang kabut ketika didera isu suap dan gelombang unjuk rasa, lantaran masih memperbolehkannya Supermarket dan Hypermarket sebagai pengecer. Sementara waktu pembahasan yang diberikan ke Pansus sudah habis per tanggal 18 Maret 2016.
Pansus Raperda Minhol , lanjutnya, kembali memang menggelar pembahasan yang didalamnya juga masih memakai mekanisme voting dalam pengambilan keputusan.
Hasil akhirnya, Pansus terkesan terpaksan harus memilih opsi yang aman, yakni diskresi total terhadap peredaran minhol di Kota Surabaya. Yang artinya tidak ada lagi toko modern yang diperbolehkan berjualan, termasuk Supermarket dan hypermarket.
Lebih lanjut Eddy mengatakan bahwa hasil konsultasi anggota Pansus mendapatkan jawaban bahwa terkait kebijakan pengendalian peredaran dan penjualan minuman berakohol memang menjadi wewenang daerah masing-masing.
“Hasil konsultasi kami kemanapun, memang itu menjadi wewenang daerah, yang perlu dipahami bahwa pembahasan raperda minhol saat ini adalah lanjutan Pansus sebelumnya karena saat itu ditolak oleh Gubernur, demikian juga dengan saat ini, kami juga menunggu keputusan Gubernur,”jlentrehnya.
Alasan pihak Pansus  deskresi sebagai salah satu upaya terakhir penyelesaian Raperda Mihol karena Gubernur Jatim dipastikan menolak hasil pembahasan sebenarnya tidak tepat jika ditarik pada kronologis Perda Mihol di Surabaya.
Gubernur Jatim menolak Perda Mihol hasil kerja DPRD Surabaya periode 2014 karena memang belum ada aturan pusat yang memperbolehkan pembatasan peredaran minuman beralkohol.
Artinya keputusan Gubernur Jatim terkait penolakan pembatasan peredaran minuman beralkohol di Surabaya bukan berdasarkan Permendag 6/2015 yang  ditetapkan Menteri Perdagangan , Rahmat Gobel pada  tahun 2015 .[gat]

Tags: