Pemerintah Diminta Kendalikan Harga Sembako

Salah satu pedagang cabai di Pasar Baru Tuban yang saat ini jenis komoditi tersebut lagi melimpah, karena petani lokal juga lagi panen.

Salah satu pedagang cabai di Pasar Baru Tuban yang saat ini jenis komoditi tersebut lagi melimpah, karena petani lokal juga lagi panen.

Batu, Bhirawa
Turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar untuk kedua kalinya, diharapkan bisa membawa dampak penurunan harga sembilan bahan pokok (Sembako) di Kota Batu. Namun harapan itu harus ditelan dengan kekecewaan warga, karena harga sembako di kota ini tak kunjung turun. Merekapun berharap agar pemerintah turun tangan untuk mengendalikan harga sembako.
Tingginya harga sembako terlihat dari transaksi perdagangan yang ada di Pasar Besar Batu. Di sana belum ada pedagang sembako yang telah menurunkan barang dagangannya. “Kami tidak paham, kenapa harga sembako masih mahal. Padahal harga premium dan solar sudah turun. Setiap pembeli pasti mengeluh karena harga sembako tidak segera turun mengikuti penurunan harga BBM yang diumumkan pemerintah pusat beberapa waktu lalu,” ujar salah satu penjual sembako di Pasar Batu, Munir, Rabu (21/1).
Di Pasar Besar Batu harga beras kualitas medium masih berkisar Rp10.000 per kg-nya. Kemudian harga telor ayam boiler Rp22 ribu per kg, daging ayam Rp30 ribu per kg, daging sapi Rp105-110 ribu per kg, gula pasir Rp9 ribu per kg, dan harga minyak goreng Rp12 ribu per liternya.
Selain pedagang, keluhan juga datang dari para pembeli sembako. Seperti yang dikatakan Murtini, warga Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji saat belanja sembako ke Pasar Batu. Ia mengeluhkan harga sembako yang tetap mahal sampai saat ini. Padahal harga BBM sudah turun.
“Maunya kami, harga sembako juga ikut turun. Karena kemarin saat BBM naik, harga sembako langsung naik. Sekarang giliran BBM turun harga sembako tidak turun,”keluh Murtini. Dengan kondisi ini, baik pedagang maupun konsumen di Batu berharap agar pemerintah bisa ikut turun tangan dalam mengendalikan harga sembako.
Sedangkan di Tuban, justru harga cabe turun, tapi harga daging ayam naik tajam.  Seperti pada jenis cabai, komuditas yang sempat menembus angka Rp90.000/ Kilogram (Kg) pada satu pekan yang lalu, saat ini paling mahal hanya Rp25.000 hingga Rp30.000/Kg. Akibatnya pedagang cabai yang masih memiliki stok lama mengaku merugi.
“Kalau stok lama pasti rugi mas, perkilonya rugi sampai belasan ribu. Untungnya tidak berlangsung lama, paling satu dua hari saja, setelah itu normal wong sudah kulakan harga baru,” Kata Tomo, Pedagang Cabai di pasar Baru Tuban.
Dijelaskan Tomo, harga cabai hijau saat ini Rp10.000 per Kg, sebelumnya masih di kisaran Rp30.000/Kg, cabai rawit merah Rp30.000/Kg, sebelumnya Rp40.000/Kg dan cabai kriting Rp28.000/Kg dari harga sebelmnya berada di kisaran Rp35.000/Kg. “Sejak turun BBM yang kemaren itu, setiap hari 5.000 penurunan harganya. dan dua hari ini sampai 10.000 setelah BBM turun lagi. Ini yang membuat pedagang rugi, kalau harga tidak disesuaikan malah tidak laku,”  terang Tomo.
Kondisi yang sama juga terlihar di Pasar Wonokromo, harga cabai rawit seminggu yang lalu masih di jual dengan harga Rp.100.000 per kilogramnya, saat ini telah turun menjadi Rp.40.000 per kilogramnya. Hal ini berdasarkan fakta di beberapa pasar Wonokromo dan Mangga Dua Surabaya. “Saya sendiri tidak bisa memahami, kenapa harga ayam potong naik menjadi Rp.35 ribu per kilogramnya.Pada hal waktu cabai masih mahal, harga ayam potong hanya Rp.25 ribu per kilogramnya, “ ujar Sarjono pedagang ayam potong di Pasar Mangga Dua dengan keheranan, Rabu (21/1) kemarin. [nas,hud,wil,wed]

Tags: