Pemkab Probolinggo Lakukan Pengawasan Termasuk Kios Daging

Petugas DPKH lakukan sidak ke pasar tradisional Tongas.

(Bahan Pangan Hewani Melonjak) 

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) melakukan pengawasan bahan pangan asal hewan dan kios daging di pasar tradisional Bayeman Kecamatan Tongas. Kegiatan ini juga melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Probolinggo.
Kepala DPKH Kabupaten Probolinggo Endang Sri Wahyuni melalui Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner drh. Nikolas Nuryulianto, Minggu 29/7 mengatakan pengawasan bahan pangan asal hewan dan kios daging pasar tradisional ini bertujuan ingin mengetahui ketersediaan bahan pangan asal hewan mulai dari daging sapi, domba, kambing dan ayam menjelang Hari Raya Idul Adha 1439 Hijriyah di pasar tradisional.
“Selain itu, mendata peredaran bahan pangan asal hewan di pasar tradisional, apakah ada penjualan daging import beku dan melakukan pengawasan bahan pangan asal hewan yang beredar di pasar tradisional dipasok dari mana. Disamping mendata harga bahan pangan asal hewan di pasar tradisional,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, petugas dari DPKH Kabupaten Probolinggo juga memberikan informasi terkait penanganan kesehatan bahan pangan asal hewan (daging, telur dan produk olahan) saat dijual di pasar tradisional.
“Kegiatan ini juga sebagai silaturahim kami di pasar tradisional dan bertemu dengan para pelaku usaha. Sekaligus mendengarkan harapan dan permintaan mereka kepada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Probolinggo,” jelasnya.
Menurut Niko, dari hasil pengawasan ini didapatkan data bahwa harga bahan pangan asal hewan yang melambung dalam sebulan terakhir adalah telur ayam sebesar Rp 45.000 per kg. Padahal harga normal biasanya sebesar Rp 38.000 per kg. Selain itu, harga daging ayam juga melonjak dari Rp 45.000 per kg menjadi Rp 55.000 per kg. Serta harga daging kambing naik drastis dari Rp 90.000 per kg menjadi sebesar Rp 110.000 per kg.
“Kami juga menyapa para penjual produk olahan bahan pangan asal hewan seperti tempura, nugget dan sosis. Mereka kami berikan informasi bagaimana melakukan penyimpanan produk olahan pangan asal hewan dengan baik dan benar,” lanjutnya.
Masih tingginya harga daging ayam ini dipastikan memicu laju inflasi. Hal itu diungkapkan Mochammad Maschsus, kasi Statistik Distribusi BPS Kota Probolinggo.
“Jelas berdampak (pada inflasi), karena share konsumsi daging ayam di Kota Probolinggo cukup tinggi. Pada bulan Juli, share untuk daging ayam 0,6 persen, sedangkan telur mencapai 0,9 persen terhadap nilai konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Artinya, 0,6 persen dari pendapatan seseorang, habis untuk belanja daging ayam. Dalam prognosa kebutuhan pangan jelang hari besar, rata-rata setiap harinya warga kota butuh 2,7 ton daging ayam.
Lebih lanjut, Machsus mengatakan, kenaikan harga daging ayam dan telur terjadi secara nasional. “Kalau ditanya penyebabnya, bisa melihat dari biaya produksi. Jika dari biaya produksi, misalnya kenaikan harga pakan, bisa jadi itu memang menjadi salah satu faktor naiknya harga daging ayam broiler,” ungkapnya.
BPS, menurut Machsus, tidak hanya memantau komoditas pangan di pasar tradisional. Namun, juga di sejumlah pasar modern. “Di pasar modern harga daging ayam lebih tinggi daripada pasar tradisional. Di atas Rp 50 ribu per kilogram,” tandasnya.
Tingginya konsumsi daging ayam dan telur di Kota Probolinggo dibenarkan Kasi Pakan Ternak, Pengolahan, dan Hasil Pemasaran Ternak pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Ari Pugar Lestari.
“Pada hari normal, setiap hari konsumsi daging ayam Kota Probolinggo mencapai 2 ton. Jumlah ini melonjak sampai 4 kali lipat saat lebaran dan Ramadan,” ujarnya. Namun, tingginya jumlah konsumsi ini tidak diimbangi dengan kemampuan produksi daging ayam potong. Maklum, Kota Probolinggo bukan daerah penghasil daging ayam potong, tambahnya.(Wap)

Tags: