Pemprov Jatim Tak Setuju Penutupan PG

Gerbang masuk PG Asembagus

Gerbang masuk PG Asembagus

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim tidak setuju dengan rencana pemerintah pusat yang menutup beberapa pabrik gula karena dinilai merugikan petani tebu dan bertambahnya angka pengangguran.
“Kami akan membuat surat untuk dikirim ke Jakarta menyatakan tidak setuju, dan minta dibicarakan lagi dengan Pemprov dan masyarakat tebu Jatim. Solusi bukan penutupan agar tidak ada yang dirugikan. Jika pemerintah menyerahkan kewenangan, Jatim siap mengelola pabrik-pabrik gula ini,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Arifien MMA, Kamis (20/10).
Sebelumnya, wacana penutupan sejumlah pabrik gula (PG) di Indonesia kabarnya juga dilakukan di Jatim. Namun rencana tersebut sebelumnya telah mendapatkan respon penolokan dari Gubernur Jatim Soekarwodan DPRD Jatim.
Moch Samsul Arifien menjelaskan banyak dampak dari penutupan PG jika hal tersebut jadi dilakukan. Diantaranya jutaan orang pengangguran dan Jatim karena terancam kehilangan pendapatan sekitar Rp 1,4 triliun dari bisnis tebu dan gula.
“Sebenarnya kalau pemerintah pusat tetap memaksa,Pemprov Jatim siap mengambil alih pengelolaan kesembilan PG yang akan ditutup,” kata Samsul.
Ia menjelaskan, dari sembilan pabrik gula yang akan ditutup pada tahun 2017, total kapasitas gilingnya mencapai 17.400 ton. Sedangkan kapasitas produksi (giling) dari 31 pabrik gula yang ada di Jatim mencapai 100.000 ton. Artinya kalau sembilan pabrik gula itu ditutup, maka akan kehilangan 17 persen dari total kapasitas produksi pabrik gula diJatim.
“Jika 17 persen itu setara dengan 147.300 ton gula. Nilainya setara Rp.1,4 triliun, sehingga wajar Pemprov Jatim berusaha mempertahankan mati-matian. Pertimbangan lainnya, kalau sembilan pabrik gula itu ditutup maka otomatis petani tidak tanam tebu lagi,” kata Samsul.
Maksud penutupan sembilan PG meskipun untuk mengalihkan bahan baku tebunya akan digunakan untuk pabrik lain. Seperti Situbondo ada empat pabrik dan yang eksis PG Asembagus, tiga lainnya kecil-kecil ditutup dan tebu akan dialihkan seluruhnya ke PG Asembagus.
Kenyataannya, jelas dia, jika pabrik sudah tutup otomatis petani tebu tidak akan menanam lagi. Ia menyontohkan PG Demas Besuki Situbondo yang dulu ditutup, petaninya juga beralih ke tanaman lain. “Praktek mengalihkan tebu ke PG lain itu tak semudah realita di lapangan,” tuturnya.
Dampak pada aspek ekonomi juga akan memunculkan masalah baru yakni pengangguran. Masing-masing pabrik gula memiliki karyawan tetap rata-rata 700 orang dan yang musiman 400 orang, sehingga totalnya 1.100 orang. Kalau sembilan pabrik gula itu ditutup, maka ada 9.900 orang akan menganggur.
Belum lagi di tingkat petani di sembilan PG yang luas area totalnya 27.500 hektare itu jika menggunakan tenaga kerja 8.354.400 HOK (hari orang kerja). Jika dikonversi orang yang bekerja, dengan rata-rata satu hektare ada lima pekerja, maka ada 1.670.000 orang yang akan menganggur.
Di tambahkan, jika rata-rata pekerja di lahan tebu itu diupah Rp.30.000 per hari, maka besarannya mencapai Rp.292 miliar per musim panen. Ini adalah jumlah uang yang harus beredar di sekitar pabrik gula. Jika ditotal yang ada di pabrik dan petani maka total perputaran uang yang hilang Rp.312 miliar.
Jumlah ini, masih belum dihitung lagi ada sopir truk, penjual makanan sekitar pabrik, dan buruh angkut. Untuk itu meski pusat memaksa, gubernur Jatim tetap tidak setuju. [rac]

Rate this article!
Tags: