Pendidikan Karakter melalui Legenda Daerah

Judul buku : Legenda dari Negeri Atas Angin
Penulis : Ikatan Guru Penulis Tuban
Penerbit : PT Zahra Publisher Group
Tebal buku : 228 halaman
ISBN : 978-623-6011-62-3
Peresensi : Sriyatni, M.Pd.
Penggiat Literasi KabupatenTuban

Karya sastra sebagai representasi keindahan lingkungan dan budaya, bisa muncul dalam beragam bentuk. Cerita asal-usul tempat disebut juga legenda. Melalui legenda mitos kosmis suatu daerah dengan budayanya bisa dilestarikan. Ide-ide estetis dan humanis tidak hanya dalam imajinasi namun, tertata apik dalam tulisan yang dapat diwariskan secara turun-temurun. Tentu kisah-kisah dalam legenda di masa lalu dapat dijadikan pijakan di masa kini. Agar sejarah yang terukir indah itu akan abadi sebagai tataran berperilaku saat ini. Demikian halnya dengan karakter-karakter yang kurang terpuji, dapat dijadikan pengingat agar sejarah kelam tak pernah terulang. (Kurasi; Dr. Ida Sukowati, Dosen Pascasarjana Unisda, Lamongan)

Pentingnya Pendidikan karakter dikembangkan saat ini, karena dampak pandemi yang cukup memprihatinkan bagi penyiapan generasi mendatang. Ketakutan akan dahsyatnya penularan virus ini, ternyata lebih menakutkan jika generasi mengalami learning loss. Sungguh cobaan berat, terutama di bidang pendidikan. Untuk itu guru harus benar-benar bekerja keras memulihkan hati yang tercabik saat pandemi. Anak-anak yang terpaksa harus kehilangan orang tua, tentu ini haruslah menjadi perhatian negara. Negara harus hadir untuk membantu mereka terutama menguatakan karakter dan memperkukuh benteng pendidikan.

Ikatan Guru Penulis Tuban (IGPT) berusaha menghadirkan karya-karya terbaik di dunia literasi, bekerja sama dengan Penerbit Zahra Publisher Malang (April 2021). Hal ini untuk menjawab tantangan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik saat pandemi. Hadirnya kisah-kisah legenda yang berwujud 19 judul, 228 hal karya 16 pengarang ini, diharapkan mampu mewarnai pemahaman tentang daerah sendiri. Satu loncatan pikiran yang luar biasa ini merupakan satu kesadaran kebudayaan untuk menggali seluk-beluk mutiara di tanah kelahiran. Tuban sebagai kota pesisir yang membentang pantainya di utara Jawa sepanjang 60km, tentu mempunyai daya eksotik tersendiri. Rangkaian pegunungan kapur dan aliran Sungai Bengawan Solo tentu menjadi kisah-kisah yang layak untuk dibaca.

Jejak-jejak Tuban di masa lalu yang berjaya sebagai kota pelabuhan tertua, tentu menghadirkan peradaban-peradaban kerajaan di masa lampau yang sangat berharga. Kesenian kentrung, Sandur, Langen Tayub yang termashur itu, haruslah tetap dapat dinikmati anak-anak muda saat ini. Hadirnya cerita-cerita menarik di masa lalu, membuat kecintaan pada tanah air bertambah. “Jasmerah”, kata Bung Karno, jangan melupakan sejarah. Sejarah Pendidikan karakter telah dapat terlihat di masa lalu. Prabu Jayanegara, raja kerajaan besar Majapahit karena akhlaknya yang buruk, akhirnya harus meninggal secara tragis di tangan Ratanca tabibnya. Orang yang menyelamatkan nyawanya ketika sakit dirasa. Cerminan perilaku ksatria tokoh legenda dari Tuban, Adipati Ronggolawe tentu akan jadi kebanggaan. Beliau gugur di medan laga, karena cintanya kepada kepentingan rakyatnya.

Legenda Kabupaten Tuban merupakan salah satu bagian penting dari wilayah Nusantara. Tuban sebagai kota Pelabuhan, menjadi wilayah perdagangan karena merupakan jalur lalu lintas dunia. Ini terbukti dari cerita kejayaan Tuban pada masa Airlangga menjadi bandar lalu-lintas perdagangan antar negara. Pada masa Jenggala Kambang Putih mendapat anugerah Sima dari Mapanji Garasakan. Pada masa Singhasari, Tuban juga memegang peranan penting. Pada tahun 1257 Kertanegara mengirimkan ekspedisi untuk menaklukkan Melayu melalui Pelabuhan Tuban. Masa Kerajaan Majapahit Tuban menjadi pintu gerbang utama kerajaan. Perkembangan perdagangan di Pelabuhan Tuban menjadi salah satu sumber kemakmuran kerajaan Majapahit. (Tulisan Indah hal. 100)

Legenda Tuban berawal dari Prabu Banjaransari dari Kerajaan Pajajaran. Prabu Banjaransari yang adil dan bijaksana sangat dicintai rakyatnya. Beliau mempunyai banyak putra dan salah satu putranya adalah Raden Haryo Mentahun. Dari pernikahannya Raden Haryo Mentahun memiliki putra Raden Haryo Randukuning. Raden Haryo Randukuning suatu hari meminta restu kepada ayahandanya untuk mengembara menyempurnakan ilmu dan menambah pengetahuan, namun tidak mendapat restu. Akhirnya Prabu Banjaransari kakeknya, yang merestui pengembaraan Raden Haryo Randukuning.

Raden Haryo Randukuning mengembara ke arah timur menyusuri pantai dan hutan jati, akhirnya sampai di kaki gunung Kalakawilis, Jenu. Dengan gigih Beliau membuka hutan Srikandi dan mengubah menjadi perkampungan, yang akhirnya menjadi Kadipaten Lumajang Tengah (sekarang Dusun Banjar, Jenu). Sebagai adipati Raden Haryo Randukuning bergelar Kyai Gede Labe Lontang. Kyai Gede Labe Lontang berkuasa di Lumajang Tengah selama 20 tahun. Beliau memimpin rakyatnya dengan adil dan rakyatnya hidup makmur. Beliau dikarunia seorang putra bernama Raden Arya Bangah. Setelah ayahnya wafat Raden Arya Bangah menolak naik tahta menjadi adipati di Lumajang Tengah.

Kisah-kisah legenda perlu di hadirkan pada generasi muda, agar paham sejarah tempat tinggal mereka. Nenek moyang mereka yang telah berjuang mencari tempat pemukiman hingga saat ini terwujud sebuah desa. Kadangkala nama hanyalah kiasan atau perlambang dari satu kejadian. Sesuai yang tertuang di buku ini ada kisah-kisah yang kadang bisa menjadi kita tertawa sendiri. Seperti halnya Desa Demit, yang seram ternyata nama sebuah sendang yang airnya ademe amit-amit. Dari legenda hadir pula nama-nama besar yang berasal dari desa-desa terpencil, sehingga bisa menginspirasi generasi untuk rajin dan gigih seperti tokoh idolanya. (Tulisan Ki Joyojuwoto)

Sungguh pendidikan karakter melalui cerita legenda ini suatu penggalian budaya yang luar biasa. Kisah bakti anak kepada orang tua juga para gurunya, terdapat rentetan kisah pengalaman yang sangat berharga. Pengembaraan, pertapaan, ketaatan kepada Tuhan, serta kecintaan pada tanah air patut menjadi bahasan yang dihadirkan di ruang-ruang diskusi kelas bersama siswa. Kesetiaan dan perjuangan demi mempertahankan cinta dan meraih cita-cita wajib dijadikan renungan. Kegigihan belajar dan mencari ilmu adalah hal terpenting di tengah arus globalisasi yang banyak meruntuhkan sendi-sendi kehidupan dan kebudayaan lokal yang kita miliki. (Dr. Sariban, Budayawan Tuban dan Dosen Pascasarjana Unisda, Lamongan)

Tags: