Pengrajin Cetakan Kue Mojokerto Bertahan di Tengah Gempuran Produk Impor

Kepala Diskoperindag Ruby Hartoyo (kiri) mendampingi Wali kota Mas'ud Yunus melihat langsung proses produksi cetakan kue dari alumium. [kariyadi]

Kepala Diskoperindag Ruby Hartoyo (kiri) mendampingi Wali kota Mas’ud Yunus melihat langsung proses produksi cetakan kue dari alumium. [kariyadi]

Kalah Bersaing di Jawa, Layani Pesanan Luar Pulau
Mojokerto, Bhirawa
Gempuran produk impor paska pemberlakuan kebijakan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean, beimbas kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)  di kawasan pinggiran kota Mojokerto.  Namun untuk tetap bertahan hidup,  Sumarji (50) warga lingkungan Balongcangkring,  kelurauan Pulorejo Kota Mojokerto harus memeras otak agar kerajinan karyanya berupa cetakan kue aluminium tetap bisa menghidupi dirinya dan enam orang pegawainya ditengah gempuran produk sejenis manca negara.
Diruangan berukuran empat kali enam meter berlantai semen,  Sumarji terlihat membungkus produk cetakan kue hasil buatannya dengan plastik bening.  Setelah dibungkus,  seorang pekerja yang lain membawanya ke audut ruangan dan ditumpuk rapi masing-masing tumpukan berisi lima bungkus.
“Satu bulan saya biasanya kirim hanya tiga kali sekarang.  Sekali kirim dua ribu cetakan kue.  Sekarang pesanan menurun dan hanya melayani keluar pulau, ” terang Sumarji kepada Bhirawa sambil terus membungkus cetakan kue yang masih menumpuk.
Dengan suara yang tidak terlalu keras,  bapak tiga orang anak ini menuturkan jika cetakan kue hasil kerjinannya tidak lagi ada pembelinya di wilayah pulau jawa.  Selain karena tidak memiliki tenaga pemasaran di Jawa,  juga karena kalah beraainh harga dengan produk serupa buatan luar negeri.
“Alhamduliah ada pembeli dari Sulawesi dan Kalimantan yang datang kesini dan pesan.  Kalau mengandalkan pembeli dari sini (pulau Jawa,  red)  sudah tidak ada,  kalah bersaing, ” imbuh pria yang mengaku sudah duabelas tahun menggeluti usaha kerajinan aluminium ini.
Kendala lain yang harus ia taklukan dalam membuat kerajinan aluminium ini adalah  soal ketersediaan bahan baku. Selain harganya yang mencapai Rp 19.500 perkilogram,  pembayarannya juga harus kontan tidak boleh dihutang.
“Sehari kita butuh 2,5 kuintal bahan baku.  Belum lagi ongkos tenaga kerja yang perlu Rp 500 ribu untuk lima orang pekerja.  Jadi soal modal ini terus terang juga menjadi kesulitan saya, ” ujar Sumarji.
Beratnya mencari pasar baru,  juga dirasakan Sumarji dan rekan-rekan sesama pengrajin dilingkungannya.  Karena untuk memasarkan cetakan kue untuk apem maupun pukis buatannya itu bukanlah pekerjaan gampang.
“Kita sekarang ini memang membutuhkan bantuan dari pemerintah disini.  Bisa berupa bantuan modal maupun tempat pemasaran, ” harap pria yang mengaku lukusan SMP ini.
Di lingkungan Baloncangkring terdapat puluhan pengrajin yang bernasib sepwrti Sumarji.  Dalam satu gang yang tidak twrlalu panjang saja,  setidaknya ada lima rumah yang sekaligus dijadikan sebagai tempat usaha pembuatan cetakan kue dari alimium tersebut.
Seperti yang terlihat Selasa (1/11) kemarin siang ketika rombongan Diskoperindag dan Wali kota Mojokerto blusukan ke tempat para pengrajin. Bahkan kepala Diskoperindag Ruby Hartoyo dan Wali kota Mas’ud Yunus tidak canggung mendekati tempat produksi yang panas dan sesak.
“Kalau soal modal kita punya BPRS yang siap memberikan bantuan tanpa bunga.  Nilainya mulai dari Rp 50 juta.  Soal syarat dan kelayakan usaha nanti BPRS bersama Diskoperindag  yang mengatur.  Demiikian juga soal pemasaran,  Diskoperindag saya tugaskan membantu, ” ujar Mas”ud Yunus.
Kepala Diskoperindag langsung menyebut sudah memiliki upaya membuka pasar keluar pulau melalui prohram misi dagang.  “Lewat program misi dagang kita bantu membuka pasar produk pelaku UMKM. Produknya macam-macam,  mulai sepatu,  tas,  kain batik dan juga kerajinan aluminium ini, ” tegas pejabat lukusan STPDN ini. [Karyadi]

Tags: