Perangkap Hama Bertenaga Surya Bantu Petani Kendalikan Hama

Murid SMKN 1 Bagor Kabupaten Nganjuk mengujicobakan light trap untuk hama di areal tanaman kedelai dan bawang merah.

(Karya Inovasi Tepat Guna SMKN 1 Bagor, Nganjuk)

Dunia pendidikan acap dituding lebih  asyik dan sibuk memikirkan perkembangan ilmu dan teknologi an sich, tanpa mau melahirkan teknologi yang bisa menjawab persoalan yang ada di masyarakat.  Terbukti, karya dan inovasi siswa di bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) banyak yang hanya menghiasi ruang-ruang pameran atau sekadar jadi dokumen mati di rak-rak  perpustakaan sekolah. Namun tudingan itu, tidak berlaku bagi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Bagor Nganjuk, mengapa?

Wahyu Kuncoro SN, Harian Bhirawa

Ketika melintas areal persawahan Kabupaten  Nganjuk saat tengah malam, maka akan dengan mudah menemukan  lampu-lampu berjejeran yang berada di tengah sawah. Jangan berpikir lampu-lampu itu untuk keperluan acara ritual tertentu, karena lampu-lampu yang seragam berjajar rapi tersebut ternyata sengaja ditempatkan petani bawang merah sebagai alat penangkap organisme pengganggu tanaman. Lampu tersebut dilengkapi dengan baskom air yang dicampur minyak atau solar. Cahayanya yang terang saat malam hari menarik hama yang umumnya serangga, masuk ke dalam perangkap.
Lampu perangkap hama diakui kalangan petani bawang merah sebagai yang paling ampuh mengurangi serangan hama kupu seperti jenis spodoptera exigua dan lalat pengorok daun atau Liriomyza. Namun biaya operasionalnya cukup tinggi, karena menggunakan genset atau jika memungkinkan menggunakan lampu PLN yang diambil dari pemukiman yang cukup jauh dan membutuhkan kabel panjang. Dampak lainnya, kabel panjang untuk menyalurkan listrik ke lampu perangkap kerap mencelakai orang karena tersengat listrik.
Tidak ingin sekolah menjauh dari realitas dan persoalan sosial yang dihadapi masyarakat, SMKN 1 Bagor Nganjuk terus mendorong para siswanya mampu melahirkan teknologi yang bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
“Tidak perlu teknologi yang rumit-rumit, tapi kami ingin siswa di sekolah ini bisa  melahirkan karya teknologi yang tepat guna,” kata  Kepala sekolah SMKN 1 Bagor, Drs Supardjo MMPd, Rabu (27/9) kemarin.
Menurut Supardjo, sekolah harus ikut memberi solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Salah satu persoalan yang dihadapi masyarakat Nganjuk ini jelas Supardjo adalah soal serangan hama serangga pada tanaman bawang merah. Lebih lanjut menurut Supardjo, beraneka macam teknologi lampu perangkap (light trap) hama telah diterapkan oleh petani di Kabupaten Nganjuk, tetapi seluruhnya masih memerlukan biaya yang tinggi.
“Kami memberikan masalah kepada anak-anak untuk membuat semacam light trap yang murah meriah,” tutur Supardjo. Berangkat dari tantangan itulah kemudian sekelompok siswa SMKN 1 Bagor akhirnya berhasil  melakukan inovasi lampu perangkap hama dengan tenaga surya dengan biaya rendah.
Untuk membuat lampu perangkap hama yang ekonomis, kelompok siswa SMKN 1 Bagor cukup menghabiskan dana sekitar Rp 1 juta. Dengan menggunakan aki motor atau mobil dengan sumber tenaga dari solar cell atau tenaga matahari.
“Kami mengembangkan energi surya dengan aki motor 10 ampere untuk menyalakan 25 unit lampu perangkap hama,” ujar Wahyu, murid kelas 11 jurusan listrik SMKN 1 Bagor.
Dengan 25 unit lampu perangkap hama, mampu terpasang dilahan seluas satu hektar tanaman bawang merah atau padi. Jika teknologi perangkap lampu sebelumnya membutuhkan dana sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per hektar dengan menggunakan energi surya cukup Rp 1 juta untuk setiap hektar lahan.
Kepala sekolah SMKN 1 Bagor, Drs Supardjo MMPd mendukung kegiatan anak didiknya yang mampu mengembangkan lampu perangkap hama untuk membantu petani. Menurutnya, lampu perangkap hama yang dikembangkan anak didiknya merupakan pengendali hama berteknologi alami dan berkelanjutan. Metode lampu perangkap hama yang dulu menggunakan listrik tegangan tinggi yang berbahaya untuk petani. Kini hasil pengembangan murid SMKN 1 Bagor diharapkan tidak lagi membahayakan petani dan biaya pembuatannya juga sangat murah.
“Teknologi pengembangan lampu perangkap hama dari SMKN 1 Bagor, juga diujicobakan bukan hanya pada bawang merah saja tetapi juga pada tanaman padi, kedelai, sayur mayur dan perkebunan,”  terang Supardjo.
Abdul Haris, salah seorang pengurus kelompok tani bawang merah di Kecamatan Sukomoro, Nganjuk menyambut baik inovasi yang dihasilkan para siswa SMKN 1 Bagor. Inovasi itu lanjut Haris akan ikut meringankan beban para petani.
“Secara ekonomi tentu kami lebih bisa berhemat dalam pengeluaran untuk pengendalian hama,” tutur Haris.  Dengan teknologi itu, pihaknya optimis Nganjuk akan tetap bisa menjadi daerah penyangga produksi bawang merah nasional.  Dengan luasan lahan bawang merah di Nganjuk yang mencapai 11.000 hektar per tahun, maka produksi dari kabupaten ini bisa mencapai 154 ribu ton.
“Jumlah itu setara dengan kebutuhan bawang merah nasional dalam satu bulan,”kata Agus. Dengan demikian, semakin murahnya biaya untuk pengendalian hama tentu akan semakin menguntungkan para petani.
Kembangkan Iptek Siswa
Dikonfirmasi terpisah terkait pengembangan Iptek di sekolah, Pelaksana Harian Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Saleh, SP, MSi berharap sekolah lebih proaktif dan giat membina ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) siswa. Pemerintah meminta sekolah terus mendorong kecintaan siswa pada iptek.
“Guru iptek yang berkualias sangat perlu dipersiapkan. Indonesia memang  sudah memiliki pelatihan-pelatihan bagi guru di tingkat pusat. Namun, pemerintah tetap  menganjurkan agar sekolah dapat membentuk kelompok kecil untuk pembinaan sains dan teknologi di sekolah. Misalnya, membuat semacam mentor yang membina guru iptek ini,” jelas Muhammad Saleh.
Ia juga berharap muncul sinergi yang baik antara pemerintah daerah dan pelaku pendidikan. Sinergi ini diharapkan bisa memupuk rasa cinta para peserta didik terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kecintaan terhadap iptek, ia mengatakan, bisa ditingkatkan melalui keikutsertaan dalam kompetisi atau lomba.
“Kami saat ini juga tengah concern dalam revitalisasi SMK dalam mempersiapkan SDM yang lebih tangguh,” jelasnya lagi. Perhatian itu sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia, khususnya untuk sekolah vokasi (SMK) dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
“Visi pemerintah Jokowi menjadikan Indonesia sabagai Poros Maritim Dunia perlu didukung dengan ketersediaan SDM yang handal,” tambahnya. Dengan terbitnya INPRES semua pihak terkait dituntut untuk dapat merumuskan strategi holistik  meningkatkan kompetensi SDM SMK di Indonesia. Untuk itu jelas Muhammad Saleh, perlu dirumuskan solusi dan rekomendasi terhadap isu vokasi kemaritiman dan masalah yang dihadapi khususnya terkait dengan relevansi kurikulum dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri serta peluang dan tantangan pengembangan sekolah vokasi khususnya sekolah vokasi (SMK).

                                                                                                          ————- *** ————-

Tags: