Perppu Pilkada Menang

PilkadaMantan Presiden SBY yang tersenyum ceria setelah menyelesaikan jabatannya. Kegundah pada akhir masa jabatan karena problem Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) berpeluang memenangkan voting di DPR. Peluang itu tergambar setelah Koalisi Merah Putih (KMP) “membuang” fraksi PPP. Kini peta politik di DPR hampir berimbang, KIH (Koalisi Indonesia Hebat) memiliki 246 kursi (43,92 persen).
Sebelum fraksi PPP bergabung, KIH hanya memiliki 207 kursi, kumpulan dari F-PDIP, F-PKB, F-Nasdem dan F-Hanura, atau sekitar 37 persen. Kelompok lain, KMP memiliki 292 kursi, atau 52,1%. Sedangkan fraksi Partai Demokrat (F-PD) yang dipimpin SBY memiliki 61 kursi (10,9%) dianggap floating. Andai saat itu (periode akhir DPR 2009-2014) F-PD mendukung KIH dan tidak walk-out, Pilkada opsi langsung (oleh rakyat) pastilah sudah menang.
Saat itu F-PD memiliki kursi sebanyak 150 kursi. Sedangkan koalisi KIH menguasai 140 kursi (PDIP 95 kursi, PKB 27 kursi dan Hanura 18). Jika digabung akan menjadi 290 kursi, atau 51,78%. Pada saat pemungutan suara, anggota fraksi Partai Demokrat yang dipimpin SBY hanya tersisa enam orang. Selebihnya (143 suara) tidak dihitung, dianggap abstain. Hasilnya, hanya 135 anggota parlemen memilih pilkada langsung. Sedangkan yang memilih pilkada oleh DPRD didukung 236 anggota parlemen.
Sejak F-PD walk-out, ribuan komentar muncul di media sosial (BBM, facebook, twitter, instagram, dll). Isi komentar mayoritas memojokkan sikap F-PD. Juga menyudutkan presiden SBY sebagai Ketua Umum PD (saat itu sedang melawat ke luar negeri). Pemojokan SBY itu wajar. Sebab, andai seluruh anggota fraksi Partai Demokrat langsung bersikap mendukung, maka pilkada langsung tidak akan keok di DPR.
Agaknya, pilkada langsung memerlukan perjalanan cukup panjang. Kalah dulu, menang kemudian (melalui Perppu). Namun (Perppu) juga tidak mudah, karena Presiden yang mengusulkan telah berakhir  masa jabatannya. Dalam fatsoen politik, diperlukan sikap presiden baru (yang menggantikan). Yakni, semacam pernyataan apakah tetap mendukung Perppu yang telah ditandatangani oleh presiden lama, atau memiliki Perppu lain.
Tentulah kedua pilihan itu telah disiapkan oleh Presiden Jokowi saat ini. Batas waktunya 30 hari setelah di-gedok DPR (dulu 20 September 2014). Berarti persis sebulan pada saat Presiden Jokowi dilantik. Dalam aturan main tentang ke-regulasi-an (sah-nya UU), telah diatur oleh konstitusi. Masing-masing antara pihak eksekutif (Presiden) maupun parlemen (DPR) memiliki kewenangan.
Dalam UUD pada pasal 20 ayat (5) dinyatakan, “Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi Undang-undang dan wajib diundangkan.” Andai Presiden Jokowi memiliki konsep Perppu Pilkada Langsung (selain Perppu SBY) harus diserahkan ke DPR beberapa detik setelah pelantikan. Ini yang agak miris.
Tetapi milik siapapun (Presiden Jokowi maupun SBY) berpeluang menang. Dalam hal ini fraksi PD dipastikan tidak akan bersikap floating, melainkan mendukung Perppu Pilkada langsung (atas perintah SBY). Dengan dukungan itu, opsi Pilkada langsung akan didukung 54,8% kekuatan di parlemen (oleh KIH 43,92%, dan fraksi PD 10,9%). Bahkan boleh jadi fraksi lain (dalam KMP) akan terpecah untuk mendukung Pilkada langsung.
Tetapi Perppu memang hak presiden. Walau terdapat fatsoen lain yang harus dijawab, sehubungan dengan pe-makna-an frasa “kegentingan yang memaksa.”    Sebagaimana UUD pasal 22 ayat (1) menyatakan, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.” Akan ada perdebatan panjang.
Maka tim politik Presiden Jokowi mestilah pandai-pandai mengurai definisi frasa itu secara tepat. Bukan dengan cara asal menang voting.

                                                       —————–   000   —————-

Rate this article!
Perppu Pilkada Menang,5 / 5 ( 1votes )
Tags: