Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial di Era Library 4.0

Oleh :
Drs Sudjono, MM
Pustakawan Ahli Utama di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur
Merujuk hasil Rapat Kerja Perpustakaan (Rakerpus) 2020 beberapa hari yang lalu, peningkatan akses dan layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial menjadi salah satu prioritas yang harus dikerjakan di tahun 2020 ini. Di luar itu, ada prioritas kegiatan yang lain yakni : Pengembangan budaya kegemaran membaca, Pengembangan perbukuan dan penguatan konten literasi dan pengembangan.
Forum Rakerpus 2020 juga merumuskan sasaran strategis pembangunan perpustakaan di tahun 2020 adalah: (1). Terwujudnya Indonesia cerdas melalui gemar membaca. (2). Terwujudnya layanan prima perpustakaan dan (3). Terwujudnya perpustakaan sebagai pelestari khazanah budaya bangsa.
Memberi prioritas pada program transformasi perpustkaan berbasis inklusi sosial tentu bukan tanpa sebab. Sebagai catatan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2015 di mana saat ini menempati peringkat ke 113 dari 188 negara. Salah satu unsur penunjang tinggi rendahnya IPM tersebut adalah unsur education yang di dalamnya terdapat penilaian terhadap reading performance suatu negara. Pada wilayah lain Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukan, dari 27,7 juta penduduk miskin di Indonesia, 62% di antaranya tinggal di pedesaan. Kondisi ini menyebabkan pembangunan tidak merata di beberapa wilayah Indonesia khususnya pedesaan, daerah terpencil, dan perbatasan. Keadaan ini mendorong meningkatnya urbanisasi dan kriminalisasi.
Dalam konteks inilah, program unggulan perpustakaan nasional berupa transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial tidak lain bertujuan memberikan impact langsung bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Perpustakaan berbasis Inklusi sosial merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan untuk menerima perubahan, serta menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya dan hak azazi manusia.
Dalam program tersebut, perpustakaan dibuat lebih nyaman, diberi koneksi internet cepat, dan disediakan koleksi yang tepat guna. Transformasi perpustakaan telah berhasil mengubah wajah perpustakaan. Hingga 2019, terdapat 334 perpustakaan desa dan kelurahan yang merasakan dampak positif paradigma baru perpustakaan. Bahkan di banyak daerah, perpustakaan telah menjadi motor penggerak ragam aktivitas masyarakat. Hal tersebut terwujud karena komitmen, sinergitas, dan kolaborasi banyak pihak.
Perpustakaan Inovatif
Transformasi perpustakaan juga berguna dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang mengedepankan teknologi. Pada revolusi industri 4.0, dibutuhkan penguasaan literasi yang tinggi. Literasi sendiri memiliki empat tahapan, antara lain kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan, kemampuan memaknai yang tersirat dan tersurat, kemampuan menghasilkan ide, gagasan, dan kreativitas baru, serta kemampuan menciptakan barang dan jasa.
Dunia saat ini menghadapi Revolusi Industri 4.0 dengan digitalisasi, ‘artificial intellegence’, ‘internet of things’ serta ‘big data’ memainkan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Perpustakaan pun mau tak mau harus beradaptasi serta berevolusi sehingga tidak terlindas perubahan zaman.
Bahwa agar agenda mewujudkan transformasi berbasisikan inklusi sosial maka layanan perpustakaan harus mengikuti perkembangan teknologi agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Keberadaan gawai saat ini membuat layanan perpustakaan juga berubah dari semula mengandalkan lokasi, luasan ruang, kelengkapan koleksi, atau sistem informasi ke perpustakaan yang dapat menyediakan layanan yang dapat menjawab kebutuhan dunia pendidikan dalam hal menemukan rujukan berkualitas, penulisan rujukan yang baik, bahkan juga mengantisipasi plagiasi (Sanjaya, 2018).
Apabila aktivitas ini dilakukan dengan baik maka eksistensi perpustakaan pada masa depan akan tetap terjaga. Apalagi jika perpustakaan juga menjadi fasilitator bagi pengembangan konten-konten lokal yang akan menjadi koleksi di perpustakaan terkait. Koleksi pustaka digital juga harus dikembangkan tidak semata – mata buku, majalah, ataupun jurnal tetapi konten lain yang dapat memuaskan dahaga pengetahuan bagi pemustaka. Keberadaan perangkat Virtual Reality memungkinkan perpustakaan untuk mempunyai koleksi pustaka yang lebih menarik dan tampak nyata bagi masyarakat (Guan & Liang, 2015). Konten Virtual Reality bukan hanya tersedia di internet ataupun jasa penyedia konten tersebut, namun juga dapat dikembangkan sendiri melalui aplikasi yang sering tersedia gratis di internet.
Pengembangan asisten virtual yang cerdas dan membantu pemustaka mendapatkan kebutuhannya juga perlu dilakukan agar tetap menarik pemustaka dari generasi muda. Untuk itu, perpustakaan tidak boleh berhenti berinovasi, ke depan, bisa menjadi tempat untuk menemukan pengalaman yang lebih kaya bagi pemustakanya. Dengan menjadi perpustakaan inovatif, perpustakaan akan selalu hidup, memberikan pengalaman baru, dan menghasilkan nilai tambah bagi orang-orang di sekitarnya dan menjadi paru-paru pengetahuan di dunia pendidikan.
Evolusi dan Transformasi
Berkaca dari paparan di atas, sungguh terlihat bahwa dalam merespon tantangan dan perkembangan zaman, perpustakaan telah beberapa kali berevolusi dan bertransformasi. Dari meningkatkan pemanfaatan dan kualitas dalam layanannya, kemudian pengayaan jenis dan koleksi pustaka hingga melakukan diferensiasi jenis pustaka dalam bentuk pustaka digital.
Pada era serba digital ini, perpustakaan kemudian berfokus pada bagaimana melayani pemustaka agar terpenuhi kebutuhannya melalui electronic book, electronic journal dan sebagainya, disamping buku-buku yang sudah ada. Kita juga bisa melihat bagaimana transformasi perpustakaan di era digital, mulai dari keberadaan ‘mobile library’ kemudian ‘library on the wall’ hingga ‘hybrid library’ maupun hadirnya perpustakaan dalam game dan sebagainya.
Perpustakaan sendiri bahkan juga bisa berinvestasi untuk menyediakan lingkungan (environment) untuk orang-orang yang ada di dunia pendidikan dalam menghasilkan konten-konten lokal, bentuknya digital atau apapun sehingga nanti orang-orang yang datang ke perpustakaan itu lebih kaya wawasannya.
Semestinya perpustakaan menjadi paru-paru pendidikan, harus self disruption atau mencari keunggulan-keunggulan yang bisa ditonjolkan untuk bisa meningkatkan layanan perpustakaan. Keunggulan dimaksud, misalnya pustakawan sendiri memiliki aset yang luar biasa, dengan mendorong pengembangan tutorial, kursus-kursus singkat, yang nantinya menjadi kekayaan digitalnya perpustakaan. Walaupun zaman terus berkembang, perpustakaan senantiasa memegang peranan penting sebagai sumber ilmu pengetahuan. Perpustakaan merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta berfungsi sebagai pusat sumber pembelajaran seluruh civitas akademika di perguruan tinggi.
Perpustakaan ke depannya tidak hanya menjadi tempat berkumpul untuk membaca buku ataupun mencari informasi, namun perpustakaan dapat menjadi working space tempat munculnya inovasi-inovasi baru. Perpustakaan juga dapat menjadi suatu virtual office.
Perpustakaan tidak hanya menjadi tempat koleksi buku dan sumber referensi, namun sebagai sumber ilmu pengetahuan. Saat ini perpustakaan berangsur menjadi tempat berinteraksi dengan komunitas sosial serta working space tempat tumbuhnya inovasi baru.
———– *** ————

Tags: