Pertamina Gandeng Perusahaan Minyak Internasional

Senior Vice President Exploration & New Discovery Project Director PT Pertamina, Doddy Priambodo saat memberikan presentasi di Seminar Menakar Ketahanan Energi Nasional di Hotel Mercure Surabaya.

Senior Vice President Exploration & New Discovery Project Director PT Pertamina, Doddy Priambodo saat memberikan presentasi di Seminar Menakar Ketahanan Energi Nasional di Hotel Mercure Surabaya.

Surabaya, Bhirawa
Melemahnya harga minyak dunia dari US$ 155 menjadi US$50 per barel sangat mempengaruhi pendapatan pemerintah dan untuk mengatasi menurunnya pendapatan itu, Pertamina akan membuat base marking dengan menggandeng perusahaa-perusahaan minyak nasional maupun internasional.
“Menurunya harga minyak ini sangat berpengaruh namun yang terpenting adalah bagaimana kita mensikapinya, yang pertama dengan menjalin semua pihak perusahaan minyak internasional maupun di konsultan-konsultan,” ungkap Senior Vice President Exploration & New Discovery Project Director PT Pertamina, Doddy Priambodo, dalam seminar migas dengan tema “Menakar Ketahanan Energi Nasional” yang digelar PWI Provinsi Jatim, Jum’at (20/3).
Ia menambahkan, memang rata-rata banyak yang menyebutkan harga minyak yang paling rendah itu akan terjadi dua tahun sampai tiga tahun namun pelan-pelan akan terjadi rebound kembali naik tapi kemungkinan untuk mencapai angka US$100 itu sulit. Maka dalam rangka itu kami akan membuat portofolio investasi di pertamina mengikuti trend yang ada saat ini.
Sementara kondisi migas Indonesia yang tengah mengalami krisis, dimana kebutuhan BBM mencapai angka 1,6 juta barel/hari, sementara produksi minyak Indonesia hanya di kisaran angka 800 ribu barel per hari.
Disamping itu perlu diketahui, Sisa cadangan minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis dalam kurun waktu 11 tahun ke depan. Sementara untuk ketersediaan bahan bakar gas di Indonesia diprediksi hanya mampu bertahan selama 50 tahun ke depan.
“Berdasarkan kondisi ini, kita perlu semakin semangat untuk mencari cadangan migas Big Fish yang besar agar produksi migas Indonesia dapat menyusul ketertinggalannya. Namun meskipun kondisi migas Indonesia semakin turun dan mengalami decline terus menerus, para eksplorasionis agar tetap percaya bahwa migas itu adanya di kepala bukan di bawah permukaan tanah,” jelasnya.
Sedangkan menurut Kepala Divisi Humas SKK Migas, Rudianto Rimbono, permasalahan perijinan masih menjadi salah satu penghambat adanya eksplorasi lahan baru di Indonesia. “Secara nasional kami memiliki sekitar 300an lebih proses perijinan, untuk itu sejak tahun lalu kami sudah berkoordinasi dibawah komando kementerian perekonomian supaya perijinan ini tidak menjadi penghambat,” pungkasnya.
Perijinan sendiri sebenarnya adalah cara bagaimana pemerintah mengontrol sejumlah kegiatan di Indonesia di berbagai kementerian. “Perijinannya mungkin tidak salah ya, cuman ini sedang digodok bagaimana supaya ini bisa dilakukan dengan cara yang lebih efisien,” ujarnya. [riq.ma]

Tags: