Pertanian Organik Kota Batu Dijamin Perda

Suasana uji publik terhadap Rapeda Pengembangan Kawasan Pertanian Organik yang dilaksanakan di Hotel Agro Kusuma Kota Batu.

Suasana uji publik terhadap Rapeda Pengembangan Kawasan Pertanian Organik yang dilaksanakan di Hotel Agro Kusuma Kota Batu.

Kota Batu, Bhirawa.
Pemerintah Kota (Pemkot) Batu terus mengejar kesuksesan penerapan pertanian organik sebagai visi utamanya. Karena pertanian organik akan dijadikan ‘senjata’ bagi Pemkot untuk menarik wisatawan internasional. Untuk itu di sisa waktu yang ada Pemkot berupaya keras agar program tersebut bisa segera dilengkapi dengan Peraturan Daerah (Perda) yang mengikat.
Dan Selasa (31/5) kemarin, Bappeda Kota Batu melakukan uji publik terhadap Raperda Pengembangan Kawasan Pertanian Organik. Bappeda menghadirkan semua stakeholder yang berhubungan pengembangan kawasan pertanian organik dalam uji coba yang dilaksanakan di Hotel Agro Kusuma tersebut.
“Jika sudah ada payung hukum berupa Perda dalam membangun kawasan pertanian organik, hal ini menunjukkan keseriusan dan komitmen dari Pemkot untuk menyukseskan program tersebut,”ujar KepalaBappeda Kota Batu, M.Chori, Selasa (31/5).
Salah satu konsultan pertanian organik, Kurniawan Puji Wicaksono, mengatakan, ke depan wilayah- wilayah pertanian organik di Kota Batu harus disertifikasi agar semakinĀ  kuat dan terpercaya. “Saya lihat Bappeda juga sudah memetakan daerah ini, wilayah mana akan fokus di pertanian apa,” ujar Kurniawan.
Penyertifikasian wilayah pertanian organik ini juga akan mengarah ke sertifikasi produk pertanian. NamunĀ  masih perlu didiskusikan, apakah wilayah atau produknya yang perlu disertifikasi, atau bahkan keduanya.
“Yang pasti perlu adanya jaminan untuk para petani berupa ketersediaan pasar hasil pertanian organik yang siap menampung hasil panen mereka,” tambah Kurniawan
Dan dengan keberadaan Perda Pengembangan Kawasan Pertanian Organik, bisa menjadi alat pemaksa kepada seluruh stakeholder untuk ikut berpartisipasi menyukseskan program pertanian organik ini. Karena dalam sebuah Perda juga akan dilengkapi sanksi bagi yang melakukan pelanggaran.
Disampaikan oleh Pembantu Dekan II Fakultas Hukum, UB, Iwan Permadi dalam uji publik kemarin, sanksi yang ada di draft Raperda ini sudah sesuai meskipun hanya berupa sanksi administrasi. Karena dalam Permendagri, sebuah perda diperbolehkan mencantumkan sanksi pidana berupa hukuman maksimal 6 bulan penjara atau denda Rp50 juta.
Secara umum Raperda yang saat ini diuji publikkan telah memenuhi standar baku sebagaimana Permendagri Nomor 20 Tahun 2015 tentanf Penyusunan Produk Hukum Daerah. Dalam draft Raperda Bab X tentang Sanksi Administratif disebutkan, kelompok tani/ petani yang tidak melaksanakan pertanian organik, maka insentif/ bantuan tidak diberikan/ ditangguhkan.
Sanksi itu, ditanggapi positif oleh peserta uji publik. Namun salah satu staf dari Balai Penelitian Jeruk dan Stroberi (Balitjestro), Anang, juga mengkritik agar sanksi juga diberikan kepada pemerintah atau pemberi insentif.
“Petani mau saja bertani organik. Dan dia diberi sanksi kalau nggak mau bertani organik. Tetapi kalau ternyata pemberi insentif nggak memberikan bantuannya, seharusnya juga ada sanksinya,” kritiknya. [nas]

Tags: