Perusahaan Enggan Disebut Klaster Penyebaran Covid-19

dr Makhyan Jibril Al Farabi menunjukkan prediksi kurva kasus Covid-19 di Jatim yang kemungkinan akan sampai pada puncaknya pada pertengahan Juni mendatang. [Adit hananta utama]

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gugus Tugas Covid-19 Jatim telah mengumumkan 52 klaster penularan virus corona mulai dari klaster pelatihan haji, pasar, perusahaan hingga pusat perbelanjaan atau mal. Sayangnya, tidak semua perusahaan bersedia namanya disebut-sebut sebagai klaster penyebaran covid.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Gugus Tracing Covid-19 Jatim dr Kohar Hari Santoso. Pihaknya mengaku telah didatangi salah satu manajer perusahaan untuk mengklarifikasi terkait nama perusahaan yang ditayangkan dalam klaster penyebaran Covid-19.
“Salah satu yang baru datang ke kita manajer dari perusahaan yang ketika ditayangkan menyebutkan nama perusahaan tersebut. Setelah cocokan data, ada kasus pada 22 Maret yang terjadi pada seorang driver tetapi bukan dari karyawan perusahaan melainkan rental,” tutur dr Kohar.
Namun, driver ini menjemput bos perusahaan tersebut dari Jakarta dan dia intens mengantarkan bos tersebut tanpa menggunakan alat pelindung diri. “Karena mungkin saat itu fasenya belum seramai seperti sekarang,” sambung dr Kohar.
Kemudian, lanjut dia, driver ini sakit dan dilakukan pemeriksaan swab. Dari pemeriksaan tersebut driver dinyatakan positif covid-19. Dari yang bersangkutan, dilacak ada 10 kontak dan dievaluasi negative. Bosnya sendiri katanya negatif. Tapi kasus ini dirawat di rumah sakit dan perawat yang merawatnya menjadi ikut sakit.
Selanjutnya, pada Bulan Mei perusahaan tersebut melakukan rapid test pada 459 karyawan yang bekerja di sini. Meski katanya driver ini bukan karyawannya langsung tapi tetap diperiksa. “Indikasinya apa kemudian diperiksa dengan rapid test kita tidak tahu. Mungkin ada pertimbangan tertentu,” kata dr Kohar yang juga Dirut RSUD Saiful Anwar.
Dari 459 yang dirapid tes, 65 reaktif. Kemudian dilanjutkan PCR di suatu rumah sakit, sebanyak 57 negatif. Yang tujuh pemeriksaan belum keluar. “Makanya dr Joni (Ketua Gugus Kuratif Covid-19) yang melakukan tes PCR ini harus kita lakukan sertifitkasi. Karena ternyata pemeriksaan ini jalan sendiri. Tidak berkordinasi,” tutur dia.
Satu kasus katanya meloloskan diri ke Cirebon, dan satu kasus ketika melewati pintu check point di Cito yang dievaluasi ternyata mau tes PCR di rumah sakit dan mengisolasi diri di Tulungagung, “Silahkan mau simpulkan seperti apa. Kita sudah klarifikasi dengan manajernya dan begitu situasinya,” jelas Kohar.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Jatim tersebut mengungkapkan, treatmen klaster tujuannya untuk melacak lebih jauh supaya dapat menekan angka penularan di masyarakat. Karena itu, tim melakukan tracing yang kerap direspon beragam, termasuk sulit menyampaikan data karena takut dikucilkan masyarakat atau mendapat stigma dari masyarakat.
Selanjutnya untuk kasus Pakuwon, pada 26 Maret ada marketing di Pakuwon yang kerjanya rutin bertemu orang. Kemudian sakit pada 11 Maret dan beliaunya sembuh. Kemudian tanggal 13 Maret sakit dan diumumkan positif pada 24 Maret, 28 Maret beliaunya meninggal. “Tidak ada riwayat perjalanan ke negara atau daerah terjangkit selama 14 hari sebelum sakit. Tetapi yang jelas pada 1 Maret dia aktifitasnya di Pakuwon.
“Ini bukan untuk mendeskriditkan Pakuwon atau perusahaan lainnya. Niat kita bukan mau menjelek-jelekkan tapi untuk tracing,” lanjut Kohar.
Kemudian dari yang meninggal, pembantunya tanggal 18 Maret sakit dan diumumkan positif pada 3 April. Dia kontak erat dengan kasus yangmeninggal . Kasus lagi diumumkan pada 5 April tidak ada perjalanan ke negara atau daerah terjangkit. Tapi dia tinggal dengan anaknya yang kerjanya di Pakuwon. “Jadi kita proporsional saja. Ini kejadian pada Maret dan belum masuk pada saat PSBB,” pungkas Kohar. [tam]

Tags: