Profesor Riset dan Kewidyaiswaraan

Dr Hary Wahyudi

Dr Hary Wahyudi

Oleh
Dr Hary Wahyudi
Widyaiswara Badan Diklat Jatim dan Dosen Universitas Pelita Harapan Surabaya
Akhir-akhir ini publik ‘digegerkan’ dengan informasi dan pemakaian gelar Profesor oleh penyanyi dangdut Rhoma Irama. Dalam baliho bakal calon presiden dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu di salah satu wilayah di Jakarta, tertulis kata “Prof” di depan namanya.
Sontak, penggunaan gelar itu menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, selain belum pernah sebelumnya Rhoma Irama menggunakan gelar itu, publik juga mengetahui bahwa yang bersangkutan tidak sedang menjabat sebagai guru besar/dosen tetap di salah satu universitas di dalam negeri maupun di luar negeri.
Rhoma Irama sendiri mengakui gelarnya dalam bentuk honoris causa dari American University of Hawaii pada tahun 2005. Dia menjelaskan, saat itu tiga orang profesor dari universitas tersebut datang ke Taman Mini Indonesia Indah. Gelar guru besar itu, diberikan dalam bidang musik dangdut yang digelutinya.  “Professor In Music”. Namun, beberapa sumber menyebutkan, status universitas pemberi gelar tersebut tidak jelas.
Profesor Riset dari LIPI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memberikan gelar Profesor Riset kepada peneliti yang telah mendapatkan gelar Ahli Peneliti Utama (APU) pada seluruh lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) pemerintah yang telah mencapai Golongan IV/e dan telah dikukuhkan dengan orasi ilmiah. Gelar Profesor Riset adalah gelar baru untuk APU dan karir tertinggi bagi seorang peneliti sebagai penghargaan kepada peneliti yang sungguh-sungguh mengabdikan hidupnya untuk penelitian dan kemajuan Iptek,.Gelar tersebut dikuatkan dengan SK MenPAN no 128/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti serta Peraturan Kepala LIPI no 04/E/2005 tentang Pengukuhan Profesor Riset.
Dengan gelar Profesor Riset maka peneliti utama dapat menjadi pembimbing utama atau promotor untuk pembimbingan program sarjana strata dua dan tiga melalui kerjasama dengan perguruan tinggi. Selama ini para peneliti utama dengan gelar APU yang terlibat di perguruan tinggi hanya dapat bertindak sebagai co-promotor karena pihak universitas belum mengakui bahwa jabatan APU adalah sama dengan jabatan Guru Besar yang mendapat gelar Profesor pada universitas.
Peraturan baru yang menggantikan SK MenPAN lama no 01/Menpan/1983 tentang Jabatan Fungsional Peneliti memang terdapat perbedaan substansi di mana seorang profesor riset minimal harus sarjana strata dua dan menulis dalam jurnal ilmiah internasional yang terakreditasi minimal dua judul, tidak sekedar memenuhi kredit 1.050.
Beda Profesor (akademik) di perguruan tinggi dengan Profesor Riset. Keberadaan profesor riset diawali dari gagasan  BJ. Habibie saat menjadi Menristek tahun 1990-an untuk menghargai profesi peneliti. Gagasan itu baru terwujud dengan keluarnya SK Menpan  2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti serta SK bersama BKN dan Kepala LIPI yang mengatur pelaksanaannya. Profesor Riset adalah gelar yang diberikan kepada Peneliti Utama (IV/e), berpendidikan S3 yang telah menyampaikan orasi ilmiah dalam suatu upacara pengukuhan.
PerMenpan & RB no.46 Tahun 2013 jo no. 17 Tahun 2013  Lampiran I s/d VI mengatur tentang Perubahan atas PerMenpan & RB no. 17 Tahun 2013  tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kreditnya mengatur bahwa seorang dapat diajukan mendapatkan gelar  Profesor harus memiliki:
1)  ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat; 2)  paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3);3)  karya  ilmiah  yang  dipublikasikan  pada  jurnal internasional bereputasi; dan
4)  memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
Merujuk pada aturan jabatan fungsonal peneliti, “Profesor Riset” adalah gelar kehormatan, artinya  tetap melekat tidak ada batas waktunya, seperti halnya gelar Doktor. Keputusan Menpan Nomor Kep/128/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya pasal 25 ayat 2 menyatakan “Bagi Peneliti Utama yang telah menduduki pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e, disamping memenuhi ayat (1) wajib melakukan orasi ilmiah di depan Majelis pengukuhan Peneliti Utama untuk mendapatkan gelar Profesor Riset”.
Rupanya disinilah akar masalah kontroversi gelar atau jabatan “Profesor”. Kita semua tahu, jabatan fungsional profesor riset bagi Peneliti Utama bisa saja berhenti karena tidak terpenuhinya angka kredit pemeliharaan atau karena pensiun/berhenti. Bagi peneliti, SK pemberhentian yang ada adalah SK pemberhentian jabatan fungsionalnya sebagai Peneliti Utama IVe, bukan penghentian profesornya, karena penetapannya berbeda. Keluarnya SK Peneliti Utama IVe tidak berarti  langsung dikukuhkan sebagai profesor, perlu waktu untuk menyiapkan orasi dan upacara pengukuhannya. Sedangkan bagi prosefor akademik, tampaknya SK jabatan jabatan fungsionalnya sama dengan surat pengangkatan profesornya, sehingga dengan berhentinya jabatan fungsional Guru Besar berakhir pula profesornya.
Apabila universitas terperangkap pada kegiatan pengajaran semata-mata yakni menghantarkan modul-modul ajar yang sudah tersedia, dan lembaga penelitian melakukan riset semata-mata untuk mencari jawaban atas suatu permasalahan dan tidak ada kaitan satu dengan lain; maka yang bakal kita dapati kemudian adalah makin buramnya dunia akademia di Indonesia. Pengajaran tanpa riset adalah pendangkalan sedangkan riset tanpa pengajaran akan mubazir.
Profesor Kewidyaiswaraan dari LAN
Bilaman LAN memiliki rencana /wacana pengukuhan penganugerahan gelar Profesor Pengajaran bagi widyaiswara utama, sebagaimana disampaikan kepala LAN di Badan Diklat Jawa Timur,  dapat merujuk  Peraturan LIPI No.7/E/2009 tentang kualifikasi bagi peneliti utama yang dapat mengajukan gelar profesor, sebagai berikut :Peneliti yang menduduki jabatan Peneliti Utama – IV/e dapat dikukuhkan untuk mendapatkan gelar Profesor Riset, dengan persyaratan sebagai berikut: a. Menyampaikan permohonan secara tertulis yang ditandatangani oleh Pimpinan atau Pejabat setingkat Eselon I pada Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)/Daerah kepada Kepala LIPI dengan tembusan kepada Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Peneliti (Pusbindiklat Peneliti) LIPI paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum rencana pengukuhan; b. Melampirkan konsep buku Naskah Orasi Ilmiah pengukuhan sesuai dengan bidang kepakaran/penelitian yang bersangkutan; c. Pendidikan Strata Tiga (S3) yang telah diakui berdasarkan peraturan yang berlaku; d. Telah memperoleh Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatan ke dalam jabatan Peneliti Utama; e. Melampirkan Penetapan Angka Kredit (PAK) terakhir dengan pendidikan S3 yang telah dinilai. (2) Pangkat/golongan ruang tidak menjadi persyaratan untuk pengajuan pengukuhan Profesor Riset. Ketentuan ini dapat diadopsi oleh LAN dengan melakukan syarat tambahan sebagaimana yang diatur dalam peraturan Mendiknas yang memberikan gelar profesor jika pengajar (dosen/widyaiswara) telah memiliki masa kerja selama 10 tahun.
LAN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN. Sesuai dengan UUASN Pasal 25(1) Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN yang dalam penyelenggaraan kekuasaan tersebut mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada: LAN, berkaitan dengan kewenangan penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN.
Selanjutnya dalam Pasal 43 menyebutkan bahwa LAN memiliki fungsi:  a. pengembangan standar kualitas pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN; b. pembinaan pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial Pegawai ASN; c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan  kompetensi manajerial Pegawai ASN baik secara sendiri maupun bersama-sama lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya; d. pengkajian terkait dengan kebijakan dan Manajemen ASN; dan e. melakukan akreditasi lembaga pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN, baik sendiri maupun bersama lembaga pemerintah lainnya.      Pasal 44  LAN bertugas: a. meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi Manajemen ASN sesuai dengan kebutuhan kebijakan; b. membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN berbasis kompetensi;  c. merencanakan dan mengawasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN secara nasional; d. menyusun standar dan pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan penjenjangan tertentu, serta pemberian akreditasi dan sertifikasi di bidangnya dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait;  e. memberikan sertifikasi kelulusan peserta pendidikan dan pelatihan penjenjangan;  f. membina dan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan analis kebijakan publik; dan g. membina Jabatan Fungsional di bidang pendidikan dan pelatihan.
Posisi LAN menurut UU ASN sangat strategis dan dijamin kuat sebagai lembaga non kementrian, karena secara atributif mendapat pendelegasian kewenangan kekuasaan presiden, secara kelembagaan LAN juga tidak kalah dengan LIPI karena sudah menjadi anggota dan terakreditasi secara internasional oleh International Institute of Administrative Science (IIAS), Eastern Regional Organization for Public Adminstration (ERPA) dan Network of Asia Pasufik Scholl and Institute of Public Administration or Governance (NAPG). Lantaran itu kredibilitas LAN sebagai lembaga pendidikan, pelatihan dan pengkajian layak untuk menganugerahkan gelar Profesor bidang Pengajaran.

Rate this article!
Tags: