Prostitusi Melanggar Hukum, Aparat Wajib bertindak

PSK dari wisma Barbara I saat mengambil dana kompensasi [gegeh]

PSK dari wisma Barbara I saat mengambil dana kompensasi [gegeh]

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Usai mendeklarasikan alih fungsi kawasan Dolly dan Jarak dari kawasan prostitusi, Wali kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan semua bentuk kegiatan prostitusi di tempat tersebut melanggar hukum.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan pelepasan atribut berbau lokalisasi dilaksanakan saat puasa sesuai imbauan seruan bersama selama ini. Diharapkan, setelah Ramadan sudah tidak ada lagi kegiatan prostitusi di kawasan Dolly maupun Jarak.
Hal itu sesuai dengan nota kesepahaman bersama yang diteken Wali Kota Surabaya, Kepala Staf Komando Garnisun Tetap III (Kogartap III) Surabaya, Kapolrestabes Surabaya dan Komandan Resort Militer 084 Bhaskara Jaya saat malam deklarasi alih fungsi Dolly dan Jarak.
”Tidak ada izin yang kita keluarkan untuk mereka, tidak boleh ada perubahan rumah menjadi wisma. Sesuai Perda mereka harus ditutup,” kata Risma kepada wartawan di ruang kerja, Kamis (19/6).
Selain itu menurut Risma sesuai hukum pidana mereka juga melanggar karena adanya kasus human trafficking atau jual beli manusia. Untuk itu Risma juga mengharapkan kepada pihak kepolisian pasca deklarasi penutupan bisa menindak mereka yang tetap melakukan trafficking. “Nanti hukum akan jalan karena ada aturannya. Kalau ada kejadian trafficking polisi harus bertindak karena hukumnya seperti itu,”tegasnya.
Kendati deklarasi berjalan lancar, namun Risma menganggap hal itu bukan sebagai akhir perjuangannya. Sebaliknya, menurut dia tindakan penanganan pasca deklarasi justru tak kalah berat. Pemkot punya tanggung jawab untuk memulihkan kondisi mental anak-anak yang tinggal di kawasan lokalisasi.
Selama ini, faktor psikis anak-anak memang menjadi pertimbangan utama pemkot memutuskan merehabilitasi Dolly dan Jarak. Pasalnya, kegiatan prostitusi secara terbuka membaur dengan kehidupan permukiman. Dengan demikian, pemandangan seronok wanita penjaja cinta menjadi makanan sehari-hari anak di bawah umur.
“Kebanyakan mereka (anak-anak sekitar lokalisasi) memiliki trauma tersendiri. Tugas berat bagi kita saat ini adalah menghapuskan memori lokalisasi yang kurang sehat dari benak anak-anak tersebut. Khusus untuk ini, pemkot sudah siapkan psikolog guna memberikan pendampingan,” kata Risma.
Terpisah, Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan kemarin terbilang masih sedikit PSK dan mucikari yang mengambil dana kompensasi  di Markas Koramil 0832/1 Kecamatan Sawahan di Dukuh Kupang Timur. Dari data yang ada jumlah penerima dana kompensasi untuk PSK 1.449 orang dan mucikari 311 orang.
Terkait sedikitnya mereka yang mengambil dana kompensasi, Kasatpol PP menduga adanya intimidasi kepada para PSK dan mucikari agar tidak mengambil kompensasi. Namun Irvan tidak menyebut pihak mana yang melakukan intimidasi.
Terkait batasan waktu pengambilan kompensasi lima hari, pihaknya berusaha untuk memperpanjang batas waktu yang sudah ditentukan. Karena PSK dan mucikari sebagian ada yang hilang KTP nya, karena syarat pengambilannya harus membawa KTP untuk disamakan database yang dimiliki Pemkot Surabaya.
Mengenai penegakan Perda atas kawasan Dolly dan Jarak, Irvan menegaskan pihaknya bakal segera melakukan setelah masa pemberian kompensasi selesai. “Usai kompensasi selesai diberikan, Satpol PP baru melakukan operasi penegakan perda,’ tegasnya.

Lokalisir PSK
Pasca deklarasi penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak, Rabu (18/6) malam di Islamic Center Surabaya, belum berarti semua permasalahan beres. Justru permasalahan demi permasalahan terus bermunculan, salah satunya adalah penanganan PSK yang terjangkit HIV/AIDS.
Khawatir virus menular ini menyebar tanpa pantauan dan kendali, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH, MHum berkeinginan agar PSK yang terkena HIV/AIDS dilokalisir di tempat tertentu. Mantan Sekdaprov Jatim ini optimistis jika upaya ini dilakukan, jumlah penderita baru virus ini tidak bertambah.
“Melokalisir mereka (PSK) ini sudah saya usulkan ke Pemkot Surabaya maupun Mensos. Langkah ini untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS lebih liar lagi,” kata Pakde Karwo, sapaan lekat Soekarwo, Kamis (19/6).
Langkah ini, juga dianggap Pakde Karwo sebagai langkah kemanusiaan supaya penyebaran virus HIV/AIDS tidak berjalan terlalu cepat. Kondisi ini mengaca pada peningkatan wanita pengidap HIV/AIDS di lokalisasi Dolly dan Jarak yang jumlahnya terus meningkat tajam.
Ketua DPD Partai Demokrat Jatim ini menyebut, saat ini jumlah pengidap HIV/AIDS di lokalisasi Dolly dan Jarak mencapai 218 orang. Padahal sebelumnya hanya 91 orang yang terjangkit virus ini. “Kenaikan ini sangat luar biasa. Jangan sampai menyebar lagi,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, upaya yang diambil pemerintah adalah mengumpulkan seluruh puskesmas sebagai ujung tombak mengawal PSK yang kembali ke daerah masing-masing. Setiap puskesmas akan memantau PSK yang pulang ke masing-masing daerah.
Bahkan, tidak hanya yang terjangkit HIV/AIDS, semua PSK yang kembali ke daerahnya juga akan didampingi dan dikawal dari segala bidang. Mulai masalah ekonomi hingga kesehatannya. “Pada prinsipnya, demi kemanusiaan kita akan tetap mengawal mereka sampai tempat barunya,” katanya.
Tak hanya itu, Pakde Karwo juga menyatakan, akan tetap memberikan bantuan PSK yang gagal mengembangkan usaha barunya di daerah. “Meski nanti usaha mereka gagal, kami akan tetap membantu. Makanya mereka akan terus dikawal,” katanya.
Perlu diketahui, untuk menutup lokalisasi Dolly dan Jarak, Pemprov Jatim menyediakan anggaran Rp 1,5 miliar untuk 311 mucikari. Masing-masing memperoleh Rp 5 juta. Sementara Kementerian Sosial menyiapkan anggaran mencapai Rp8 miliar untuk para PSK, per PSK menerima bantuan sebesar Rp 3 juta. [dre.geh.iib]

Tags: