1.155 Warga Kota Probolinggo Minta KPM

Wali Kota Hadi menyerahkan bantuan miskin terhadap warga tidak mampu

(1.155 Warga Inginkan KPM)

Kota Probolinggo, Bhirawa
Sampai September 2019, di Kota Probolinggo ada 30 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) yang mengundurkan diri. Namun, sejauh ini pula ada 1.155 keluarga yang mengajukan diri menjadi KPM. “Saat ini jumlah penerima program (PKH) di Kota Probolinggo mencapai 7.890 KPM. Dengan graduasi (KPM yang mengundurkan diri) mencapai 30 orang sampai tahun 2019 ini.
Sedangkan pada tahun 2018 mencapai 116 orang yang mengundurkan diri,” ujar Koordinator PKH Kota Probolinggo Rudi Dewang Wahyudi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPRD Kota Probolinggo. Menurutnya, pengunduran diri tidak lepas dari kesadaran para KPM yang merasa malu mendapatkan bantuan. Sebab, dari segi ekonomi sudah mampu. “Hal ini juga tidak lepas dari program sekolah PKH yang dilakukan pendamping kepada penerima program,” ujarnya Selasa (8/10).
Rudi mengatakan, meski diketahui mampu secara ekonomi, KPM tidak bisa langsung dihapus. Yang bisa dilakukan KPM dengan kesadaran sendiri mengajukan pengunduran diri. “Melalui surat resmi mengajukan pengunduran diri, baru bisa dicoret sebagai penerima. Setelah itu, tidak bisa menerima bantuan lagi,” katanya.
Jumlah KPM yang mengundurkan diri itu, jauh lebih sedikit dibanding dengan warga yang mengajukan diri menjadi KPM. Sampai bulan kemarin sudah ada 1.155 keluarga yang mendaftar. “Setelah divalidasi yang memenuhi kriteria hanya sekitar 700 calon KPM. Penetapan700 calon KPM menjadi KPM ini kewenangan Kementerian Sosial,” tutur Rudi.
Kepala Dinas Sosial Kota Probolinggo Zainullah mengatakan, dalam waktu dekat akan memasang stiker bagi KPM. Pemasangannya akan mengikuti ketentuan dari Kementerian Sosial. “Leading sector pemasangan stiker warga miskin ini akan dilakukan oleh Bappeda Litbang. Ia memastikan pemasangan stiker ini wajib dilakukan untuk penerima PKH. Tujuannya, memperjelas bahwa mereka telah mendapatkan bantuan, sehingga ketika ada program bantuan sosial lain, tidak mendapatkan program yang sama,” lanjutnya.
Komisi III DPRD menyarankan ada sanksi bagi warga yang melepaskan stiker PKH. Itu, sebagai bentuk antisipasi sebelum ada pelanggaran. “Perlu bagi Dinsos maupun satker (satuan kerja) terkait mempersiapkan sanksi bagi penerima PKH yang melepas stiker bertanda khusus ini. Langkah ini memang agak tega,” harap Ketua Komisi III Agus Rianto.
Menurutnya, pemasangan stiker harus dilakukan sebagai tanda bagi warga yang telah mendapatkan PKH. Dengan harapan, mereka tidak lagi mendapatkan bantuan dari program lain. “Kemungkinan stiker ini dilepas lebih besar daripada dipalsu. Logikanya begini, jika stiker ini dipalsu buat apa, karena ini untuk penerima program PKH. Justru jika dipasang stiker, mereka tidak bisa mendapat bantuan dari pemerintah,” jelasnya.
Kesejahteraan warga Kota Probolinggo selama satu tahun terakhir nampaknya meningkat. Hal ini terlihat dari banyaknya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan warga kurang mampu Program Keluarga Harapan (PKH) yang mundur secara sukarela. Hingga pertengahan Juni 2019, tercatat 53 orang KPM mundur atau graduasi mandiri dari kepesertaan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI itu. Beberapa komponen penerima PKH itu terdiri dari ibu hamil, bayi dan balita, anak sekolah SD SMP hingga SMA termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia).
Angka graduasi mandiri tiap tahunnya meningkat. Jika pada 2017 hanya 6 orang, angka ini terus meningkat dari 2018 ke 2019 hingga 53 orang dimana 24 orang mundur karena mampu bekerja. Sedangkan 29 orang laim mundur karena punya usaha. Menurut Koordinator Pelaksana PKH Kota Probolinggo Rudi Dewang Wahyudi, lambat laun kesadaran penerima PKH atau yang biasa disebut KPM tersebut akan meningkat. Warga yang awalnya merasa tak mampu, berangsur menjadi mandiri dan sadar.
Banyak faktor yang membuat KPM mundur dari PKH. Ada yang karena kesadaran meningkat dan ditunjang dengan program Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2). Tidak mudah bagi seorang KPM memilih mundur mandiri. Sebab dengan adanya kemplementaritas, penerima PKH bisa otomatis mendapat bantuan pangan non tunai (BPNT) tiap bulan. “Juga mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS),” tandasnya.
Supervisor PKH Kota Probolinggo Faridauly Sihombing mengatakan, peran Family Development Session (FDS) ia nilai mampu memberikan kesadaran kepada setiap KPM, sehingga mereka bersedia mundur mandiri. “Adanya P2K2 atau FDS yang dilakukan rutin oleh pendamping membuat para KPM sadar. Sadar bahwa bantuan sifatnya sementara, sadar bahwa tidak boleh mereka menggantungkan diri pada bantuan,” terangnya.
Materi P2K2 itu, jelas Faridauly, diantaranya perlindungan dan pengasuhan terhadap anak, kesehatan dan gizi, mengelola dan merencanakan usaha keluarga serta kesejahteraan disabilitas dan lansia. Hingga Juni 2019 ini di Kota Probolinggo tersisa sebanyak 8.272 KPM PKH yang tersebar disetiap kecamatan. Jumlah tersebut berkurang seiring intesitas P2K2 yang ditingkatkan.[wap]

Tags: