Realisasi Dana Kelurahan

Karikatur Ilustrasi

Tahap awal sokongan dana dari APBN untuk Kelurahan, sudah dapat dicairkan. Rata-rata setiap Kelurahan akan memperoleh anggaran sebesar Rp 350-an juta. Terbagi dalam dua tahap pencairan. Sesuai UU tentang APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) 2019, pemerintah memberikan tambahan dana untuk operasional Kelurahan sebesar Rp 3 trilyun. Bisa digunakan kegiatan operasional Kelurahan, serta menyokong usaha kesejahteraan rakyat
Tetapi tidak serta merta membahagiakan Kepala Kelurahan. Banyak Pemerintah Kota (Pemkot), terkesan enggan mencairkan. Karena setiap sokongan anggaran dari APBN wajib dipertanggungjawabkan. Bahkan Pemkot masih perlu menelaah berbagai obyek penggunaan. Berdasar UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seluruh Belanja Pemkot wajib tercantum dalam Perda tentang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Menyusun APBD Kota tidak sederhana. Dimulai dari penyusunan dokumen RKA (Rencana Kerja Anggaran) setiap Organisasi Perangkat Daerah. RKA, juga dirancang melalui Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Seluruh RKA hasil Musrenbang akan menjadi dokumen Perda tentang RAPBD Kota. Wajib pula dibahas bersama DPRD Kota. Seluruhnya wajib selesai sebelum akhir tahun (31 Desember).
Agaknya, dana kelurahan bagai telah ketinggalan kereta. Sebagai DAU (Dana Alokasi Umum) “tambahan” yang bakal ditransfer ke rekening Pemkot dan Pemkab, tidak masuk dalam APBD. Boleh jadi, dana kelurahan bisa disusulkan dalam Perubahan APBD. Biasanya dibahas bersama DPRD pada pertengahan tahun. Dikhawatirkan tidak terserap maksimal. Lebih lagi, dana kelurahan ditransfer dari rekening negara dalam dua tahap.
Pencairan dana kelurahan terbagi dua tahap, masing-masing separuhnya. Tahap kedua wajib disertai laporan “ke-beres-an” penggunaan dana pada tahap pertama. Proses pencairan mirip Dana Desa. Sejak tahun 2016, Pemerintahan Desa telah memperoleh sokongan APBN, rata-rata sebesar Rp 1 milyar. Bahkan sokongan Dana Desa telah memiliki kriteria, berdasar UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sehingga Dana Desa merupakan hak desa, wajib ditunaikan pemerintah (pusat).
Jumlah Pemerintahan Desa se-Indonesia sebanyak 74.947 unit desa. Sehingga transfer APBN untuk dana desa sekitar Rp 75 trilyun. Bahkan bisa lebih, karena masih banyak desa berstatus sangat tertinggal. Sejak tahun 2018, kriteria pagu dana desa berdasar kondisi desa. Desa “sangat tertinggal” memperoleh jatah Rp 1.182.300,- per-jiwa. Serta desa “tertinggal” memperoleh Rp 587 ribu per-jiwa, dan desa dengan kondisi baik menerima Rp 269.500,- per-jiwa.
Terbukti, Dana Desa sangat menyokong pertumbuhan ekonomi. Tetapi penggunaannya tidak dapat dilakukan semau-gue. Karena terdapat payung hukum sebagai kendali. Bahkan penggunaan keuangan desa, diberlakukan seperti APBD dan APBN. UU tentang Desa, pada pasal 79 mengamanatkan sistem perencanaan pembangunan desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbang-des).
Tetapi Pemerintahan Desa berbeda dengan Kelurahan. Desa merupakan entitas pemerintahan bersifat otonom. Kepala Desa dipilih oleh rakyat, bukan pegawai Pemkot maupun Pemkab. Sedangkan Lurah sebagai Kepala Kelurahan tidak memiliki kekuasaan teritorial. Seluruh pekerjaan bersifat penugasan dari Pemkot (dan Pemkab). Seluruh kebutuhan operasional Kelurahan telah dipenuhi oleh Pemkot (dan Pemkab).
Sebanyak 8.490 Kelurahan, rata-rata akan memperoleh sekitar Rp 350 juta-an. Juga terdapat penggolongan mempertimbangkan jumlah penduduk, dan luas wilayah. Tergolong dana cukup besar, setiap Kelurahan belum pernah memperoleh dana operasional sebesar itu. Menggairahkan, sekaligus mengkhawatirkan. Namun dana kelurahan bukan semata untuk operasional layanan pemerintahan (administrasi).
Masyarakat kelurahan sangat membutuhkan dana lebih besar untuk kegiatan kemasyarakatan. Terutama penyelenggaraan Posyandu. Termasuk penyediaan asupan gizi dan nutrisi, serta honor (memadai) kader posyandu di setiap Rukun Tetangga (RT).

——— 000 ———

Rate this article!
Realisasi Dana Kelurahan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: