Rencana Gunakan NUN dan TPA untuk Jalur Kelas Khusus PPDB

Surabaya, Bhirawa
Dinas Pendidikan (Dindik) Kota Surabaya menerapkan Nilai Ujian Nasional (NUN) minimal dan Tes Potensi Akademik (TPA) dalam PPDB SMP untuk 11 sekolah kawasan.
Pernyataan tersebut disampaikan melalui siaran pers di Pemkot Surabaya pada 8 Mei 2019 lalu. Menanggapi hal tersebut, sejumlah wali murid yang tergabung dalam Komunitas Pemerhati Pendidikan SD mengungkapkan kelegaanya dengan keputusan yang diambil Dindik Kota Surabaya.
Hal itupun diperkuat dengan hilangnya 11 sekolah kawasan dari pemetaan zonasi di laman website PPDB SMP negeri.
Diungkapkan Ketua Komunitas Pemerhati Pendidikan Surabaya, Eko Dotonugroho dua hari setelah pernyataan Kepala Dindik Kota Surabaya, 11 sekolah kawasan kembali masuk dalam pemetaan zonasi di laman website. Melihat hal itu, pihaknya resah dan mempertanyakan kejelasan dan keputusan yang diambil Dindik Kota pada saat siaran pers beberapa waktu yang lalu.
“Kami dengan kabar kalau 11 sekolah itu tidak sepenuhnya pakai tes. masih ada jalur zonasinya. Kami cek website kok ada lagi sekolah kawasan di pemetaan zonasi. Otomatis kami resah apalagi sampai sata ini belum ada petunjuk teknis resmi yang dikeluarkan Dindik Kota Surabaya,”Jelas Eko pada Bhirawa, Kamis (16/5).
Dengan keadaan seperti itu, menurut dia, orangtua cukup kecewa dengan proses persiapan PPDB yang terkesan bersilat lidah. Pasalnya jika sistem zonasi tetap diterapkan bagi sekolah kawasan, itu artinya pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pemaparan selama konferensi pers. “Sebenarnya kami sangat gerah karena ada kabar tetap pakai zonasi untuk sekolah kawasan,”terang Eko.
Dikonfirmasi terisah, Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya, Martadi membenarkan penerapan zonasi dalam PPDB sekolah kawasan untuk SMP negeri di Surabaya. menurut dia, itu bagian dari skema penerapan zonasi dalam sekolah kawasan yang merupakan hasil pertemuan antara Dinas Pendidikan Kota Surabaya, DPRD Kota Surabaya Komisi D, Ombudsman dan Dewan Pendidikan.
Martadi menuturkan jika skema tersebut secara prinsip tidak bertentangan dengan aturan dalam Permendikbud no 51 tahun 2018. Namun pihaknya, justru mengakomodir karakteristik Kota Surabaya dan Keinginan orang tua.
“Pada pertemuan waktu itu hasilnya sudah dikomunikasikan dengan Dirjen Kemendikbud. Tampaknya mereka juga sepaham jika dimungkinkan untuk Surabaya tidak keluar dari Permendikbud no 51,”jelas dia.
Hanya saja, lanjut dia, sekolah kawasan akan menerima jalur kelas khusus yang menerima siswa dengan mempertimbangkan aspek capaian hasil belajar dan tes. dengan begitu, penerapan jalur kelas khusus ini tetap pada jalur zonasi dalam sekolah kawasan.
“Beda lagi kalau seluruhnya menggunakan jalur khusus dengan pertimabangan NUN dan tes, maka sekolah akan masuk menjadi satuan pendidikan khusus. Dan satuan pendidikan khusus ini bukan menjadi wewenang Pemkot, tapi Pemprov,”katanya.
Oleh karena itu, untuk penerapan zonasi pada PPDB di Surabaya ini akan ada jalur kelas khusus dan kelas regular. Jika kelasnya digabungkan, antara siswa diatas rata-rata dengan siswa yang biasa saja ini akan menghapuskan sistem eksklusif.
“Anak-anak yang pintar akan bisa membaur dengan anak-anak yang biasa. Tinggal bagaimana sekolah mendesain agar tidak terjadi kesenjangan. Yang biasa bisa mengikuti pembelajaran yang pintar bisa terus berprestasi,”urainya.
Adanya perbedaan kemampuan anak, menurut Martadi akan menjadi tantangan dindik dan sekolah untuk membuat skema dan sistem pembelajaran yang sesuai dan bisa diikuti semua siswa.
“Sosialisasi ini akan kita lakukan pada launching PPDB. Harusnya minggu ini. Kami dari Dewan Pendidikan juga terus mendorong agar secepatnya disosialisasikan karena ada hal baru dalam PPDB. Sekolah sudah siap hanya saja masyarakat yang belum tahu,”pungkas dia. [ina]

Tags: