Risma dan Ahok Memiliki Karakteristik Kepemimpinan Sama

Tri Rismaharini dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Tri Rismaharini dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)

Bulan Ini Diumumkan, Harus Siap Mundur
Surabaya, Bhirawa
Konstelasi politik menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 mendatang semakin panas. Pembukaan pendaftaran pasangan calon sudah sangat dekat yakni pada 19 September 2016. Namun, hingga saat ini, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini enggan berkomentar terkait datangnya komunitas Jakarta Love Risma (Jaklovers) ke Surabaya. Apalagi ditanya maju atau tidaknya dia ke dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017, hanya pernyataan ambigu sebagai jawabannya.
Reaksi diam Risma mengundang respon dari Pengamat Politik dan Pemerintahan Unair Hariyadi.  Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmi Politik (Fisip) tersebut menilai untuk saat ini memang Risma belum memberikan jawaban pasti untuk maju ke Pilkada DKI Jakarta. Namun, lanjutnya, kondisi ini seperti mengulang kejadian dua periode sebelumnya. Pada awalnya, Risma memberikan jawaban ambigu saat mencalonkan Wali Kota Surabaya, namun pada akhirnya dia akan mencalonkan diri.
“Kita buka memori lagi ya. Pertama kali muncul, ditanya mencalonkan atau tidak, ya jawabannya tidak. Hal yang sama juga terjadi  saat ditanya lanjut atau tidak pada periode kedua,” ujar Hariyadi, Selasa (2/8) kemarin.
Dua kejadian itu, lanjutnya, diprediksi besar akan terulang pada saat ini. Respon Risma itu memang sengaja dilakukan untuk menarik orientasi publik. “Bukan dibuat-buat tapi ini memang sengaja dilakukan,” katanya.
Sambil memberikan pancingan itu, Risma melakukan cek dan ricek ke lapangan untuk mengetahui respon publik saat dirinya maju dalam Pilkada DKI Jakarta. “Apa suara yang dia dengar itu benar atau tidak. Bagaimana respon publik selanjutnya,” ujarnya.
Semakin besar dukungan publik, semakin besar pula peluang Risma untuk mencalonkan diri ke Pilkada DKI Jakarta. Untuk mengumpulkan bukti dukungan itu, lanjutnya, Risma saat ini sedang melakukan perhitungan dengan benar. Apalagi medan yang dihadapinya besar, yakni di luar Kota Surabaya. Ditambah lagi, pesaing dirinya dalam Pilkada DKI Jakarta juga memiliki kekuatan sama-sama besar.
Tidak hanya perhitungan, Hariyadi berpendapat Risma pastinya melakukan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Saat memutuskan untuk maju, warga Surabaya pastinya akan kecewa dan merasa kehilangan sosok Risma yang disegani dan dihormati seperti saat ini. Namun, lanjutnya, kekecewaan itu pastinya dipersiapkan Risma dengan menentukan penerusnya untuk memimpin Surabaya. “Birokrasi pastinya sudah memiliki back up yang disiapkan,” ungkapnya.
Menurut dia, saat ini pesaing kuat dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), hanyalah Risma. Hariyadi berpendapat kedua tokoh ini memiliki kelemahan dan kekurangan yang sama-sama kuatnya. Dua tokoh inilah yang diunggulkan untuk dapat memimpin DKI Jakarta. Dari segi kepemimpinan, Risma dan Ahok memiliki karakteristik yang hampir sama. “Mereka sama-sama keras. Terutama dalam menegakkan peraturan. Tak ada toleran sama sekali,” terangnya.
Namun, lanjutnya, keduanya juga memiliki perbedaan. Dalam mengambil keputusan, Ahok menggunakan perhitungan bisnis. “Selalu ada hitungan untung dan rugi,” jelasnya. Sedangkan Risma, lanjut Hariyadi, melakukan pemerintahan dengan hati dan orientasi ke publik.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Pakar Komunikasi Politik Suko Widodo. Sikap Risma saat ini dalam menanggapi pertanyaan publik merupakan bentuk negosisasi publik. Hal tersebut wajar dilakukan oleh seorang politisi yang akan mencalonkan diri. Risma ingin memancing respon publik dengan pernyataan-pernyataan ambigu. “Dari semua jawabannya itu gambling. Tapi tidak ada pernyataannya yang menolak. Ambigu itu hanya dua jawaban, antara mau dan ragu,” jelas Dosen Ilmu Komunikasi Unair ini.
Suko mengungkapkan negosiasi publik yang dilakukan Risma seperti saat ini untuk menarik dukungan. Kalau dukungan itu semakin kuat, dia berpontensi akan mencalonkan diri. Begitu juga sebaliknya, Risma akan memilih mundur apabila tidak ada dukungan. “Beliau (Risma, red) ini menunggu respon masyarakat, ormas, mau parpol lainnya. Sambil melakukan perhitungan kuat,” jelas Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair tersebut.
Sebab, saat ini, kekuatan Risma di Surabaya sudah terbangun besar, namun di Jakarta masih terbilang kecil. “Jadi istilahnya masih galau,” tambah Suko.

Calon Tengah Digodok
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Kota Surabaya Didik Prasetiyono mengatakan, saat ini Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan sedang mematangkan calon yang akan diusung dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017 mendatang.
“Sesuai Jadwal KPU, pendaftaran pasangan calon dibuka 19 September. Itu deadline-nya,” katanya saat dihubungi Bhirawa,  Selasa (2/7) kemarin.
Didik mengatakan, saat ini DPP PDI Perjuangan sedang menggodok pasangan calon dari tiga klaster yang ada. Klaster pertama adalah penjaringan bakal calon yang akan mengikuti proses fit and proper test. Klaster kedua adalah bakal calon dari Kader PDI Perjuangan yang sudah menjabat Kepala Daerah dan dinilai berprestasi.
Di klaster ini, kata pria yang biasa dipanggil Dikdong, ada nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini  dan beberapa kepala daerah lain yang merupakan kader PDI Perjuangan. “Klaster ketiga adalah kepala daerah non kader yang berprestasi,” ujarnya. Namun sayang, Didik tidak menyebut, siapa saja bakal calon yang termasuk klaster ini.
Penggodokan bakal calon dari tiga klaster ini, kata Didik, dilakukan dengan cara observasi, riset, survei, menjajaki pendapat akademisi, serta pendapat tokoh-tokoh masyarakat. “Berapa jumlahnya, dan siapa saja orangnya adalah ruang DPP, bukan ruangnya DPD maupun DPC PDI Perjuangan,” katanya.
Ketika ditanya mengenai seberapa besar kemungkinan Risma akan diutus untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 nanti, Didik mengatakan saat ini semua bisa terjadi. “Sekarang ini masih terbuka segala kemungkinan siapa saja bakal calon yang akan diusung. Yang sudah jelas, deadline 19 September itu. Maka satu bulan (Agustus) ini sudah harus ada keputusan,” ujarnya.
Didik juga mengatakan, sekarang ini pertemuan-pertemuan masih intens terjadi. Menurutnya, setelah kemarin Senin (1/8) DPD PDI Perjuangan Jakarta bertemu dengan PKS, Selasa (2/8) kemarin pertemuan dilakukan dengan PKB.
“Artinya, PDI Perjuangan sampai saat ini masih menggodok berbagai kemungkinan. Tidak hanya di internal partai, tapi juga dengan Parpol lain,” katanya.
Sementara itu Komisioner KPU Kota Surabaya Divisi Hukum Purnomo Satriyo Pringgodigdo mengatakan, seorang kepala daerah yang telah ditetapkan calon dalam Pilkada di daerah lain harus mengundurkan diri dari jabatannya. Setiap calon yang akan maju independen maupun diusung oleh parpol, harus siap dengan konsekuensi sesuai aturan perundangan Pilkada yang sudah disahkan.
“Itu sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 pasal 7 ayat (2) huruf p,” ujarnya ketika dikonfirmasi Bhirawa, Selasa (2/8) kemarin.
Pasal itu berbunyi, ‘berhenti dari jabatannya bagi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang mencalonkan diri di daerah lain sejak ditetapkan sebagai calon.’
Pasal ini yang menjadi kekhawatiran para anggota Putra Surabaya (Pusura), bila Risma menjadi Calon Gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta. Sebelumnya diberitakan, Slamet Hariyanto Humas Pengurus Pusat Pusura mengungkapkan kekhawatirannya bila Risma Maju ke Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sebabnya, tidak ada jaminan 100 persen Risma mampu mengalahkan calon lain di Jakarta yang suaranya cukup kuat. Sementara bila Risma kalah, perempuan yang telah meraih berbagai penghargaan selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya tidak akan bisa kembali menjadi Wali Kota Surabaya.
Padahal, kata Slamet, warga Surabaya masih nggandoli Risma supaya tidak pergi ke Jakarta. “Bu Risma sendiri yang menyatakan di hadapan 5 ribu pemuda Pusura, tidak akan pergi ke mana-mana,” katanya. [geh]

Tags: