Stabilitas Pendapatan Daerah

karikatur ilustrasi

Potensi “anggaran tidur” dipastikan makin meningkat, disebabkan tidak stabilnya pendapatan daerah. Ke-ajek-an pendapatan daerah menjadi pra-syarat pemerintah daerah (Pemda) menyusun program anggaran. Selama dua tahun terakhir, terasa perekonomian daerah “ragu-ragu” berkembang. Diantaranya ditandai dengan ke-mandeg-an pendapatan asli daerah (PAD). Berbagai regulasi bisa pula menjadi faktor penghambat penghasilan daerah.
Regulasi pemerintah pusat, juga dapat menjadi penyebab penghasilan daerah mengalami stagnasi, bahkan kemunduran. Antaralain, pelaksanaan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Diperlukan banyak penyesuaian terutama kewenangan daerah. Misalnya, kewenangan pengelolaan terminal tipe A, dan operasional jembatan timbang, seluruhnya telah diambil-alih pusat. Menyebabkan Pemda kehilangan penghasilan tetap dalam jumlah besar.
“Ke-tertidur-an” ternyata bukan hanya pada lahan. Melainkan juga pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Saat ini anggaran “tidur” mencapai Rp 222,6 trilyun. Meningkat 3,6% dibanding tahun lalu (Rp 214,7). Artinya, Pemda semakin “keder” membelanjakan anggaran. “Anggaran tidur” itu seluruhnya milik Pemda (propinsi serta kabupaten dan kota). Biasanya, anggaran milik daerah tersimpan di bank BUMN dan BUMD.
Simpanan daerah di perbankan terdiri atas giro sebesar Rp 140,7 trilyun, deposito Rp 76,6 trilyun, serta berupa tabungan sebesar Rp 5,3 trilyun. Sedangkan simpanan Pemerintah Provinsi saat ini mencapai Rp 72,98 triliun. Pemerintah DKI Jakarta menempati posisi tertinggi dengan dana mengendap di perbankan sebesar Rp 19,09 trilyun. Kemudian, Jawa Barat masih menyimpan Rp 7,9 trilyun dan Jawa Timur sebesar Rp 5,08 trilyun.
Pemerintah kabupaten juga tak kalah jerih. Total simpanan sebesar Rp 117,5 trilyun. Kabupaten Badung (Bali) menyimpan dana di perbankan terbanyak, sebesar Rp 1,73 trilyun. Terbesar kedua, kabupaten Malang (Jawa Timur), dengan dana simpanan Rp 1.56 trilyun. Banyak Pemda berlomba-lomba memilih memperbesar penyertaan modal (saham) di bank milik daerah setempat. Gejala yang cukup meng-khawatirkan.
Karena itu sejak semester kedua tahun (2015) lalu, telah diwaspadai secara nasional. Termasuk “anggaran tidur” milik pemerintah pusat (Kementerian dan Lembaga Negara). Rapat besar dengan Kepala Daerah (Gubernur) disepakati untuk menggelontorkan “dana tidur.” Pada awal semester kedua tahun (2016) lalu, presiden Jokowi menggelar rapat besar lagi, bersama Gubernur.
“Anggaran tidur” sebesar Rp 730 trilyun, di-ingingkan bisa terserap maksimal sampai akhir tahun, sebagai stimulus percepatan pertumbuhan ekonomi. Namun tetap saja, realisasinya tidak maksimal. Diantaranya disebabkan ke-khawatiran kesalahan pada kinerja keuangan. Bisa berujung urusan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Instruksi peng-gelontoran anggaran, bertujuan meningkatkan kinerja keuangan. Tujuannya agar APBD terserap maksimal (kalau mungkin sampai 100%). Sebab sampai memasuki akhir triwulan ketiga, rata-rata masih dibawah 40%. Terutama pada daerah dengan APBD besar (Jakarta, Jabar, dan Jatim). Serta pada daerah yang nyaris “langganan” tipikor (antaralain Riau).
Merespons kekhawatiran daerah, presiden meminta agar tidak terjadi “kriminalisasi” kebijakan di daerah. Pada tataran internal audit keuangan juga diperlukan re-orientasi. Tak cukup hanya oleh pemeriksa internal. Melainkan juga prosedur kenegaraan (oleh BPK, Badan Pemeriksa Keuangan). Temuan BPK tidak serta-merta dianggap sebagai tindakan kriminal. Melainkan kesalahan administrasi yang harus diperbaiki.
Sudah banyak pejabat eselon II-B maupun eselon III, menolak menjadi pimpinan proyek. Khawatir masuk penjara. Karena itu diharapkan, pemerintah pusat memberikan pendampingan. Khususnya oleh Kejaksaan Agung. Pendampingan dilakukan sejak awal, mulai tahap lelang hingga eksekusi (pembayaran). Men-disiplinkan anggaran. Sehingga yang berniat korupsi pasti akan cepat diketahui, sejak dini.
Men-disiplin-kan anggaran, niscaya bermakna penghematan. Namun yang utama, adalah visi pelaksana anggaran, dan membangun pemerintahan bersih (bebas KKN).

                                                                                                             ———   000   ———

Rate this article!
Tags: