Tantangan Pengarusutamaan Pancasila

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa ; Mahasiswa Program Doktor (S3) Ilmu Sosial Universitas Airlangga (Unair), Surabaya

Perhatian publik terhadap Pancasila kembali mengemuka menyusul polemik menyangkut Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini dianggap ‘bermasalah’ karena tidak mencantumkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan.

Pasal 40 Ayat 2 PP No 57 Tahun 2021 menyatakan Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat sepuluh mata pelajaran. Mata pelajaran itu adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal. Pendidikan Pancasila dan pelajaran Bahasa Indonesia tak tercantum secara eksplisit. Selanjutnya Pasal 40 Ayat 3 menjelaskan Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan bahasa. Lagi lagi, Pendidikan Pancasila dan pelajaran Bahasa Indonesia tidak dicantumkan secara eksplisit. Kondisi inilah yang kemudian memantik kegaduhan berupa protes dan bahkan aneka gugatan mengenai tidak dicantumkan secara eksplisit pendidikan pancasila dan pelajaran bahasa Indoneisa. Dikhawatirkan bakal menimbulkan salah tafsir. Tafsirnya bisa saja boleh diajarkan, boleh tidak diajarkan. Tentu saja hal ini akan sangat membahayakan bagi keberadaan Pancasila dan Bahasa Indonesia.

Lantas apa yang harus dilakukan? Tentu saja mau tidak mau harus direvisi. Revisi harus berisi pewajiban Pendidikan Pancasila dan Pelajaran Bahasa Indonesia dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Realitas ini menjadi semakin sangat ironis mengingat beberapa waktu sebelumnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sudah sangat tegas mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI agar pendidikan Pancasila dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi. Meskipun berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 (Sisdiknas) pendidikan nasional (ironisnya) tidak terdapat mata pelajaran mengenai Pancasila di dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.

Pada pasal 37 ayat 1 UU 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan Pancasila tidak tertera dalam ragam mata pelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah. Pancasila hanya terintegrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini dirasa tidak cukup untuk menghadapi pengaruh globalisasi pada generasi muda.

Kondisi tersebut mengakibatkan Pancasila seolah absen di ruang publik dan tidak terasa kehadirannya di sekolah maupun di perguruan tinggi. Terbukti dari hasil berbagai survei yang memperlihatkan semakin melemahnya pemahaman akan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi negara di masyarakat, khususnya generasi muda. Dan publik tentu tidak ingin ‘terusirnya’ Pancasila dari UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga terjadi lagi dalam Peraturan Pemerintah No 57 Tahuan 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Pengarusutamaan Pancasila Belum Maksimal

Arus informasi di era serba digital saat ini sangat cepat. Namun, di wilayah lain, pemahaman terhadap Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia masih sangat minim. Kondisi tersebut salah satunya merupakan indikasi betapa pengarusutamaan Pancasila belum dilakukan secara maksimal.

Pengarusutamaan Pancasila yang kuat di masa orde lama dan orde baru, hilang pasca reformasi. Kata kuncinya adalah pengarusutamaan, kita kan sudah terlena, jadi kalau masa orde baru itu doktrin, begitu kita era reformasi hilang semua.

Karena itu sekarang ini pengarusutamaan Pancasila harus dilakukan terlebih dahulu, baik itu secara kultural maupun struktural.

Secara kultural di antaranya yakni melalui pendidikan atau kampus dan penelitian. Sementara itu, secara struktural yakni melalui lembaga yang mengawal implementasi Pancasila tersebut.

Jadi menurut kita dibutuhkan otoritas karena itu kita berharap BPIP kuat untuk mengarusutamakan Pancasila.

Pengarusutamaan Pancasila juga harus dilakukan di semua segmen. Mulai dari kalangan bawah, menengah, hingga tinggi. Segmen usai muda dan tua, serta berdasarkan kelompok pekerjaan. Sehingga tidak terjadi misalnya penerimaan PNS, kalau masih ada ASN yang berpikir khilafah, bisa Kiamat Indonesia, maka harus dijaga Pancasila. Maka segmentasi ini penting, pengarusutamaan ke semua pihak, semua lini dengan segala program dengan metodenya.

Setelah Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa, yang menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila dicabut, konsekuensinya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dihapus, dan Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dibubarkan. Setelah itu negara seolah tidak hadir dalam penanaman nilai-nilai Pancasila.

Pengarusutamaan Pancasila harus mengikuti zaman agar berjalan dengan efektif. Tentu setiap zaman, ada program yang mengikuti zaman itu. kalau generasi milenial maka tantangannya adalah digital sesuai dengan karakter dan platformnya.

Sekarang ini. terdapat kurang lebih 120 juta generasi milenial atau yang berusia antara 15 sampai 35 tahun di Indonesia. Karena itu, perlu disusun formulasi pengarusutamaan dan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada mereka melalui platform digital.

Tantangan pengarusutamaan Pancasila di era digital sekarang ini tentu saja tidaklah mudah. Mau tidak mau, penanaman nilai-nilai Pancasila ke depan harus menggunakan teknologi informasi berbasis digital. Jargon dan dogma Pancasila sudah harus diperbaharui metode penyampaianya.

Teknologi digital sebagai tool untuk menanamkan nilai nilai Pancasila pada generasi milenial, lebih melekat, edukatif, up to date, dan implementatif. Nilai-nilai Pancasila harus terlebih dahulu dipahami, setelah itu baru dilaksanakan.

Agar masyarakat dapat memahami nilai nilai Pancasila maka diperlukan formula yang tepat, sehingga dapat menjangkau semua segmen, mulai dari kalangan birokrat, PNS, generasi tua dan generasi muda.

BPIP harus membuat satu modul ya, Silabus, yang dibagi kepada beberapa segmen tadi. Harus ada metode penyampaian yang disesuaikan dengan era digital tadi, bagaimana membuat narasinya yang bisa dikonsumsi generasi muda.

Dengan modul tersebut pengenalan nilai nilai Pancasila disesuaikan dengan segmen.

Misalnya untuk generasi milenial penyampaiannya menggunakan gambar atau narasi sederhana yang tidak terlalu teoritis dan filosofis.

Teori-teori itu disederhanakan dengan bahasa milenial. Sehingga esensi dan substansi nilai Pancasila lebih mudah dipahami. menurut saya nilai-nilai Pancasila itu tidak sulit diterjemahkan, tinggal pendekatannya saja yang harus disampaikan. Jangan model indroktinantif seperti masa orde baru. BPIP dalam membaut formula atau modul penanaman nilai-nilai pancasila, dilakukan riset terlebih dahulu. Baik itu melalui FGD, interview, atau riset kualitatif.

Riset melibatkan semua segmen masyarakat sehingga penyampaian nilai nilai Pancasila nantinya efektif. Misalnya kita ingin membuat suatu silabus materi tentang nilai nilai pancasila. Kita harus libatkan milenial, maunya gimana sih. Konten apa saja yang banyak disukai, yang like tinggi, apakah gambar, apakah narasi tulisan, kalau gambar-gambarnya seperti apa, narasi nya seperti apa. Supaya pesannya bisa tersampaikan ke masyarakat. Dalam konteks inilah riset menjadi penting dilakukan untuk menyusun strategi penanaman nilai-nilai Pancasila.

Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara sehingga semua pembentukan peraturan perundang-undangan harus bersumber dan tidak boleh menyimpangi apalagi bertentangan dengan Pancasila.

Dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga sudah diatur mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib. Dan semestinya yang dilakukan pemerintah dalam membentuk PP 57 tahun 2021 juga merujuk kepada UU 12 tahun 2012 tersebut. Bukan malah melanjutkan kekosongan hukum pada UU Sisdiknas tersebut. Lantaran itu semua pihak harus mengawal agar revisi PP 57 tahun 2021 memasukan mata pelajaran Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan.

Wallahu’alam Bhis-shawwab

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: