TNI-AL Unjuk Gempur

“Nenek moyangku seorang pelaut…” Begitu bunyi syair lagu anak-anak (yang diciptakan oleh Ibu Sud, dekade 1960-an). Bukan sekedar lagu, melainkan kebanggan. Sebab, hampir seluruh suku bangsa memiliki banyak kampung pesisir dengan tokoh penjelajah laut yang kondang. Banyak saudagar sekaligus pelindung (tentara) perairan. Seperti tokoh Hang Tuah, Hang Jebat, dan Hang Lekir. Pelaut yang tangguh menghadapi ombak, dan tangguh mengalahkan perusuh perairan.
Sejak zaman Majapahit, telah dikenal tekad semboyan (bahasa Sansekerta) “Jalesveva Jayamahe.” Dalam bahasa Indonesia, bermakna “di laut kita jaya.” Semboyan sebagai semangat juang mengarungi bahtera luas, dan jauh. Dalam catatan sejarah, tahun 1365, armada laut kerajaan Majapahit telah mencapai pantai Fak-fak. Dalam kitab Negarakertagama mencatat pelayaran ribuan kilometer dari Surabaya ke Wanin, sukses diterima masyarakat pesisir.
Ketangguhan armada Majapahit, bukan satu-satunya. Dulu Raja Bugis, Karaeng Pattengaloan (abad ke-18), juga sudah memiliki teropong bintang. Saat itu jumlahnya masih 5 unit sedunia. Saat ini bagai memiliki satelit. Sehingga tiada berani kapal asing mencuri ikan sampai di perairan laut Arafuru. Yang tertangkap, seluruh muatan (dan kapalnya) disita, awak kapalnya dikenakan hukuman denda atau pidana. Ke-aneka ragaman hayati perairan timur Indonesia tetap terjaga.
Keamanan laut telah menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) penjagaan oleh negara. Berdasar konstitusi dilaksanakan oleh TNI-AL (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut). UUD pasal 30 ayat (3), menyatakan, “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.”
Bukan sekadar kekayaan laut nasional yang dijaga. Melainkan terutama, kedaulatan teritorial negara. Misalnya, khusus ikan saja, saat ini ditaksir senilai Rp 10 ribu trilyun (empat kali dibanding APBN 2019). Berdasar peringkat hasil laut oleh FAO (badan pangan dunia), Indonesia berada di posisi ketiga dibawah China dan India. Namun pasti, kalkulasi FAO perlu direvisi, mengingat Indonesia memiliki hamparan perairan yang lebih luas dibanding India maupun China.
Kekayaan laut Indonesia menjadi “godaan” sindikat internasional melakukan illegal fisihing. Juga gerombolan bersenjata yang coba menguasai teritorial perairan. Termasuk untuk tujuan terorisme, dan peredaran narkoba. Sudah sering pula TNI-AL menggiring tangkap kapal asing. Termasuk kapal “bodong” (tanpa dokumen izin penangkapan ikan).
Hingga kini belum pernah terjadi militer asing coba menguasai teritorial laut. Boleh jadi kekuatan TNI-AL telah diketahui dunia internasional. Ironisnya di dalam negeri, kekuatan TNI pernah “di-sepele-kan.” Dihembuskan isu tentang kelemahan daya tahan TNI, hanya beberapa hari dalam perang. Padahal dunia mengakui. Hasil survei Global Firepower, menempatkan militer Indonesia pada posisi yang terkuat di dunia pada urutan ke-15.
Hal itu bisa tergambar dalam Latihan Gabungan (Latgab) TNI Yudha Dharma 2019, di perairan Laut Jawa, Situbondo Jawa Timur. Unjuk gempur matra laut, sukses menembakkan (dengan jitu) rudal Exocet MM-40. Sukses gempur di atas geladak KRI Iskandar Muda-367 mencapai sasaran sejauh 40 mil laut. Berlanjut manuver pengepungan oleh kapal sergap TNI-AL. Saat ini TNI-AL memiliki 8 kapal fregat, 25 kapal korvet. Juga puluhan kapal cepat delengkapi rudal, serta 300 lebih kapal patroli.
Penjagaan kedaultan pada perairan yang luas, bukan mudah. Diperlukan peralatan perang memadai, dan kemahiran personel militer terlatih. Tiada yang bisa memandang sepele kekuatan TNI. Namun harus diakui, negara masih “berhutang” kesejahteraan prajurit. Walau TNI memiliki sejarah panjang sebagai pejuang negara, bukan tentara bayaran.

——— 000 ———

Rate this article!
TNI-AL Unjuk Gempur,5 / 5 ( 1votes )
Tags: