Tuberkulosis dan Kemitraan Global

Oleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIPUniversitas Muhammadiyah Malang

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit pembunuh terbesar kedua di dunia setelah HIV/AIDS. Sementara Indonesia, merupakan negara yang menempati peringkat kedua dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Report 2016. Sumber lain merilis Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan China. Untuk itu, TB adalah salah satu penyakit yang menjadi target pembangunan yang harus segera diatasi. Sebagai penyakit yang menjadi perhatian dunia, kemitraan global dan kesadaran masyarakat internasional dibutuhkan. Untuk itu, peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia atau World TB Day yang diperingati tanggal 24 Maret setiap tahunnya adalah momentum untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya perang melawan TB.
TB di Indonesia
Robert Koch adalah seorang ilmuwan yang mengumumkan telah menemukan bakteri Mycobacterium tuberkulosis pada 24 Maret 1882. Saat itu, wabah Tuberkulosis sedang menyebar di Eropa dan Amerika, yang menyebabkan kematian pada satu dari tujuh orang. Jasanya tersebut kemudian dikenang sebagai peringatan Hari TB Sedunia setiap tanggal 24 Maret. Tujuannya untuk membangun kesadaran tentang TB serta usaha-usaha untuk mengurangi penyebaran wabah tersebut. Sebab, meski bakteri ini telah ditemukan lebih seabad yang lalu, hingga kini belum ada satu pun negara yang berhasil keluar dari ancaman TB, bahkan angka penderita TB di dunia tetap tinggi. Untuk itu, organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) tahun 1992 mencanangkan TB sebagai Global Emergency.
Dalam konteks Indonesia, TB disebut-sebut sebagai penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TB di Indonesia (Dinkes Kab. Malang, 2010). Lebih lanjut, survei memperkirakan kasus TB di Indonesia sebanyak 647 per 100.000 orang atau diperkirakan setara 1.600.000 kasus TB (Kominfo Pemprov Jatim, 2016). Lebih dari itu, penyakit ini umumnya ditemukan pada masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah, hidup di wilayah kumuh, dan memiliki pola hidup yang tidak sehat.
Untuk itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan memiliki target “Indonesia Bebas TB 2050”. Untuk mencapai target tersebut, peran dan keterlibatan masyarakat adalah hal yang penting, terutama dalam membantu menemukan kasus TB dan membantu melakukan pengawasan terhadap pengobatan pasien TB. Apalagi pengobatan pasien TB membutuhkan waktu selama enam bulan berturut-turut tanpa henti.
Upaya pemerintah untuk memutus mata rantai penyebab dan penularan penyakit TB kemudian diwujudkan dengan Program Temukan TB, Obati Sampai Sembuh (TOSS TB). Program ini telah dicanangkan sejak April 2016 oleh Kementerian Kesehatan, yang diharapkan mampu menggerakkan masyarakat untuk turut serta menemukan kasus-kasus TB baru yang ada di lingkungan sekitar dan memantau pengobatannya hingga tuntas. Dan, peringatan Hari TB Sedunia adalah momentum membangun Gerakan Masyarakat Menuju Indonesia Bebas TB.
Kemitraan Global
Lebih dari itu, pada level global Indonesia sesungguhnya telah lama menunjukkan komitmen untuk berperan aktif dalam memerangi TB yang termanifestasi dalam target pembangunan nasional berdasar pada Millenium Development Goals (MDG’s). MDG’s merupakan deklarasi dari hasil kesepakatan 189 negara anggota PBB di New York untuk berperan serta dalam mewujudkan target pembangunan global, yang mulai dijalankan sejak September 2000.
Poin keenam dari delapan butir komitmen MDG’s adalah memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, yang di dalamnya mencakup TB sebagai salah satu target pembangunan yang harus segera diatasi. Hal ini kemudian melahirkan istilah ATM, yakni AIDS, TB, dan Malaria sebagai tiga penyakit dengan angka kasus yang tinggi dan mematikan di dunia.
Beberapa upaya di tingkat global yang telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit TB diwujudkan dalam Stop TB Partnership. Stop TB Partnership merupakan kemitraan global untuk mendukung negara-negara di dunia meningkatkan upaya memberantas TB, menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat TB, serta menjabarkan apa yang perlu dilakukan untuk mencapai rencana global dalam hal pemberantasan TB guna mewujudkan target MDG’s.
Selain itu, di level global lainnya, hadir Global Fund yang didirikan pada tahun 2002 sebagai kemitraan antara pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta di lebih 140 negara. Global Fund hadir sebagai lembaga keuangan internasional yang memiliki dedikasi dan komitmen untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana dalam usaha mencegah dan mengobati ATM.
Upaya untuk memberantas TB melalui kemitraan global kemudian terwujud antara Indonesia dengan Global Fund sejak tahun 2002. Kemitraan tersebut diwujudkan melalui kerja sama Global Fund dengan Kementerian Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), dan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah. Ketiga lembaga tersebut melaksanakan program TB bertajuk Consolidating Progress and Ensuring Quality Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dengan dana hibah 90,185 juta US dolar selama lima tahun.
Hibah melalui Kemenkes diwujudkan dengan pemberian obat anti-TB. Dana hibah untuk FKM UI digunakan untuk melakukan pelatihan kepada lebih dari 1.600 dokter dan perawat serta renovasi dan peningkatan kualitas 15 laboratorium medis. Sementara dana hibah untuk PP Aisyiyah bertujuan untuk memperkuat DOTS di lembaga swadaya masyarakat dan fasilitas kesehatan melalui kegiatan advokasi kepada jajaran eksekutif dan legislatif serta sektor swasta, termasuk melalui kampanye memberantas TB. Aisyiyah kemudian mewujudkannya melalui salah satu program yakni Community TB Care dengan mencetak kader yang akan melakukan penyuluhan dan pendampingan pada masyarakat.
Serangkaian kemitraan di atas menunjukkan adanya kesadaran internasionalisme. Internasionalisme sendiri adalah kesadaran masyarakat internasional bahwa ada banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah dan negara. Karena itu, butuh kesadaran moral masyarakat untuk goes hand by hand, berjalan bergandengan tangan menyelesaikan masalah yang menjadi persoalan bersama tersebut, perang terhadap TB adalah salah satunya. Peran masyarakat adalah kontribusi positif untuk itu. Karenanya, Hari TB Sedunia sejatinya menjadi momentum untuk menggugah kesadaran kita untuk peduli dan berempati pada lingkungan dan masyarakat sosial sebagai bentuk dukungan dalam memberantas TB.
———– *** ————-

Rate this article!
Tags: