UMP Ditetapkan, Jatim Tetap Gunakan UMK 2017

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan kewajiban bagi setiap provinsi. Namun, jika ada provinsi yang menggunakan UMK, maka provinsi tersebut hanya sekedar menetapkan UMP. Seperti Pemprov Jatim yang akan menetapkan UMP, namun pelaksanaan upah minimum masih menggunakan mekanisme UMK 2017.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim, Dr H Sukardo mengatakan, kalau 1 November (Hari ini, red) Gubernur Jatim Dr H Soekarwo SH MHum tetap akan menetapkan UMP 2017, dan bersedia menemui perwakilan buruh/pekerja yang akan melangsungkan aksi demo.
“Rencananya sekitar 25 ribu buruh /pekerja akan melangsungkan aksi demo di depan kantor Gubernur yang ada di jalan Pahlawan. Namun masih ada yang juga berdemo di depan gedung negara Grahadi dan depan DPRD Jatim. Mereka tetap akan melangsungkan penolakan penetapan UMP,” katanya.
Dikatakan Sukardo, meskipun Gubernur Jatim menetapkan UMP 2017 dengan acuan UMK terendah yaitu UMK Pacitan, tapi tak lama kemudian paling lambat tanggal 21 November, Gubernur juga akan penetapan UMK 2017.
“Di Jatim masih menggunakan UMK 2017 dengan rumusan kenaikan hingga 8,25 persen. Penetapan UMP 2017 itu berdasarkan amanat PP 78 Tahun 2015, UU Nomor 13 Tahun 2003, dan Surat Edaran Menakertrans 17 Oktober 2016. Pengusaha diharapkan tetap mengacu pada UMK 2017. Selain itu, UMK 2017 sudah tidak ada lagi pembulatan seperti tahun sebelumnya,” katanya.
Sukardo juga mengingatkan agar kepala daerah dimana daerahnya akan melaksanakan UMSK (upah minimum sektoral kab/kota), maka dalam waktu dekat wajib membentuk asosiasi pengusaha dan buruh/pekerja. “Utamanya ring satu harus melaksanakan hal tersebut. Kepala daerah segera membentuknya,” tandasnya.
Sebelumnya, pengunjuk rasa dari 16 aliansi serikat pekerja di Gedung Negara Grahadi Surabaya yang tergabung dalam Gerakan Aksi Tolak Upah Murah (Gastum), berencana hadirkan massa lebih banyak dalam aksi unjuk rasa pada Selasa (1/11). Mereka merupakan buruh yang bekerja dari berbagai daerah di ring satu Jawa Timur.
Aksi unjuk rasa ini merupakan penolakan buruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), karena itu bisa menjadi jalan alternatif bagi perusahaan untuk tidak menerapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota.
Berpikir Jernih
Aksi penolakan penetapan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota (UMK) terus berlangsung. Ribuan buruh berunjuk rasa di depan Gedung Grahadi Jalan Gubernur Suryo, Senin (31/11). Anggota DPRD Jatim pun meminta para buruh ini berpikir jernih dalam menuntut kenaikan upah.
“Mengapa buruh harus takut? UMP itu ‘kan berdasarkan UMK seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Kalau UMK sudah ada UMP gugur,” kata anggota Komisi E DPRD Jatim Artono, Senin (31/11).
Politisi asal PKS ini menjelaskan kenaikan upah ini memang bagai pisau bermata dua. Buruh dan perusahaan sama-sama akan terkena imbasnya. “Kalau perusahaan tidak mampu membayar sesuai UMK, menurut saya perusahaan ditutup saja,” ucap pria yang juga punya pengusaha alat dapur ini.
Artono menerangkan, berapa pun upah minimum yang ditetapkan pihak perusahaan pasti akan mengikutinya. Upah tersebut akan masuk dalam komponen harga, sehingga konsekuensinya harga barang menjadi naik. Jika harga barang naik, maka masyarakat pun ikut menanggungnya.
“Kalau harga barang sudah naik siapa yang menanggung itu? Ya masyarakat. Setelah harga naik, barang dijual ke pasaran. Selama itu masih mampu bersaing dengan barang-barang dari luar negeri, pasti akan terus pengusaha itu,” katanya.
Tapi, lanjut Artono, kalau harga barang sudah tidak kompetitif karena kenaikan-kenaikan upah itu, maka perusahaan akan gulung tikar. “Kalau perusahaan bangkrut, pabrik tutup, pengangguran bertambah. Begitu logiknya. Nah, sekarang tergantung pada LSM atau buruh, berpikirnya jernih atau tidak. Dampaknya seperti apa,” tandas Artono.
Terpisah, kemarin siang ratusan buruh dari berbagai aliansi dan daerah kembali berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya untuk menolak rencana pemerintah yang akan menerapkan UMP 2017.
Massa ini mengatasnamakan gerakan tolak upah murah. Mereka datang dengan menggelar longmarch yang dipandu beberapa truk bak terbuka. “UMP hanya akan jadi tameng bagi pengusaha untuk menggaji buruh di bawah UMK,” kata Yahman, koordinator Serikat Buruh Bersatu Selatan (Serbu Setan) wilayah perbatasan Gresik dengan Surabaya Barat.
Yahman mengatakan, pihaknya akan membawa masa lebih banyak sekitar 10 ribu hingga 15 ribu pengunjuk rasa ke Gedung Grahadi Surabaya. “Besok pasti lebih besar dari hari ini, sekitar 10-15 ribu pengunjuk rasa,” kata Yahman.
Sedangkan aksi kemarin merupakan aksi pemanasan. Jumlah buruh yang berunjuk rasa hari ini sekitar seribu orang, itupun belum termasuk tambahan massa dari Pasuruan dan Sidoarjo.
Sebelumnya diberitakan, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertranduk) Jatim telah menetapkan kenaikan UMK 2017 sebesar 8,25%. UMK ini akan segera ditetapkan setelah pengesahan UMP Jatim.Kadisnakertransduk Provinsi Jatim Sukardo menerangkan, penghitungan UMP dan UMK sudah diatur dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP 78/2015 tentang Pengupahan.
“UMP Jatim 2017 sebesar Rp1.388.850, ini nanti akan ditetapkan gubernur pada 1 November. Sedangkan UMK akan disahkan setelah UMP,” kata Sukardo.
Perlu diketahui, UMK 2017 untuk enam daerah terbesar sebagai berikut Kota Surabaya Rp3.296.220, Kabupaten Gresik Rp3.293.510, Kabupaten Sidoarjo Rp3.290.800, Kabupaten Pasuruan Rp3.288.100, Kabupaten Mojokerto Rp3.279.980, dan Kabupaten Malang Rp2.368.510.
Sedangkan daerah yang UMK-nya terendah adalah Kabupaten Madiun Rp1.450.550 dan Kabupaten Ngawi Rp1.444.060. Sedangkan Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Magetan besarnya sama Rp1.388.850.
Ia menambahkan, walaupun penghitungan itu sesuai dengan aturan yang ada, tapi masih ada penolakan dari para buruh yang menginginkan kenaikan UMK 2017 sebesar Rp650.000. “Keinginan ini tidak bisa kita turuti karena penghitungan UMK sudah jelas dan telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yakni dengan penghitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” papar Sukardo.
Ia mengakui, penolakan masih terjadi untuk penetapan UMK dan UMP. Pihak buruh khawatir UMP yang akan jadi patokan di kabupaten/kota, padahal penetapan UMP untuk memenuhi kewajiban sesuai aturan di atasnya, Tapi di dalam aturannya juga ditegaskan setelah penetapan UMP maka ditetapkan UMK. “Jadi nanti realisasi yang diberlakukan adalah UMK, karena UMP sifatnya sudah gugur,”ujarnya. [Rac.Cty]

Tags: