Universitas Negeri Surabaya Revitalisasi Wayang Topeng Jatiduwur

Pergelaran Wayang Topeng Jatiduwur lakon “Patah Kudanarawangsa” yang dimainkan oleh anak-anak, Minggu malam (15/10). [Arif Yulianto/bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Pentas Wayang Topeng Jatiduwur yang mengambil lakon ‘Patah Kudanarawangsa’ di Sanggar Tri Purwo Budoyo, Jatiduwur, Kesamben, Jombang, Minggu (15/10) malamĀ  lain dari biasanya.
Jika tahun lalu, penampilan kesenian yang dianggap merupakan salah satu artefak kesenian era Majapahit ini melibatkan pemain dewasa dan anak-anak, namun pada pergelaran kali ini seluruh pemain merupakan anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini tak lepas dari buah revitalisasi kesenian ini yang dilakukan oleh Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
“Kali ini semua pemainnya anak-anak. Sehingga dari segi cerita kami transformasikan ke dalam dunia anak,”ungkap Dr. Setyo Yanuartuti, pendamping Wayang Topeng Jatiduwur dari Unesa kepada wartawan usai pergelaran.
Menurut Setyo, cerita Patah Kudanarawangsa versi aslinya bercerita tentang percintaan (asmara) antara tokoh Panji dengan Dewi Sekartaji.
“Karena seluruh pemainnya adalah anak-anak, sehingga pada pergelaran ini tidak ada cerita percintaan. Namun, kisah ini di buat dalam konteks teman atau adik-kakak. Begitu juga dari segi gerak maupun yang lain, kita sesuaikan dengan karakter anak, tetap dalam karakteristik Wayang Topeng Jatiduwur,”jelasnya.
Di tambahkannya, di pilihnya anak sebagai pemeran dalam pergelaran ini tak lepas dari keinginan dan semangat regenerasi.
“Ketika seni ini diwariskan kepada anak-anak, ini kan memiliki kan memiliki jenjang yang lebih panjang. Sehingga regenerasi ini saya anggap sebagai awal untuk hidupnya seni ini,” tandas Setyo.
Sementara itu Nasrul illah (Cak Nas), budayawan asal Jombang yang malam itu hadir menyaksikan pergelaran “Patah Kudanarawangsa” yang dimainkan anak-anak berharap, ke depan perlu dilakukan revitalisasi Wayang Topeng Jatiduwur di semua lini.
“Hendaknya Unesa dalam melakukan pendampingan ini tidak hanya melakukan revitalisasi pada sendra tari saja, revitalisasi sendra tari itu penting sebagai langkah awal. Tapi tidak kalah penting juga pada seni rupanya, dalam hal ini bagaimana cara menggambar dan mengukir topeng untuk cinderamata, membuat batik tentang cerita Panji, sampai juga perlu di fikirkan menanam pohon sebagai bahan baku topeng itu sendiri,”pungkas Cak Nas. [rif]

Tags: