USBN dan Rendahnya Kualitas Guru

Oleh :
Maswan
Dosen Unisnu Jepara, Mahasiswa S3 Manajemen Kependidikan Unnes,
Asesor BAP-SM Provinsi Jawa Tengah

Masih seputar Ujian Nasional (UN) yang dulu rencananya dihapus, namun akhirnya tidak jadi karena menuai adanya pro dan kontra. Wacana penghapusan UN memang mengejutkan dan menarik untuk dibahas dan dikaji, ada apa sebenarnya? Ujian nasional yang bertahun-tahun dilakukan di dalam dunia pendidikan, yang tujuannya untuk mengukur kualitas pendidikan secara nasional, kenapa harus dihapus?
Tulisan yang berkait dengan UN, oleh Prof. Saratri Wilonoyudho berjudul UN dan Etos Bangsa (SM 13/12/2016) dan Tulisan Heribertus SAS, berjudul ‘UN di Simpang Jalan’ (SM, 9/12/2016), menarik untuk kita cermati, berkaitan dengan kebijakan Mendikbud, Muhadjir Effendy berkait dengan UN bagi Sekolah-sekolah di Indonesia. Selain dua judul tulisan bertema ujian nasional, juga ada judul tulisan, Unas Berganti Nama USBN, Masih Relevankah? ditulis oleh Heri Yudianto, ST (Bhirawa, 19/12/2016)
Memang ini menjadi dilema dalam penghapusan UN, dari satu sisi UN yang menghabiskan dana trilyunan dalam operasional pelaksanaannya, hasilnya tidak sebanding lurus dengan beaya yang dikeluarkan tersebut. Hal ini seperti yang ditulis oleh Prof. Saratri Wilonoyudho, menyoroti dari sisi kualitas soal. “Dampak ujian nasional (UN) terhadap kemajuan dunia pendidikan tampaknya masih dipertanyakan oleh banyak orang. Argumennya, UN hanya mengukur ranah kognitif, itu pun yang paling rendah karena hanya dengan pilihan ganda.
Padahal hakikat pembelajaran mestinya mampu membawa siswa kepada sikap inovatif, kritis, kreatif, dan selalu ingin tahu (curiosity), demikian kata yang kontra UN. Sebagai gambaran anak yang kampiun sejak kelas I boleh jadi tidak lulus gara-gara ketika ujian nasional terpeleset. (SM, 13/12/2016)
Di Sisi lain, kalau Ujian Akhir diserahkan sekolah (dalam hal ini kepada guru) atas kordinasi dengan Dinas Pendidikan pemerintah propinsi dan daerah kabupaten/Kota Madya, apakah akan mampu mengukur kualitas mutu pendidikan secara nasional?
Kalau pembuatan soal ujian akhir diserahkan guru masing-masing sekolah, apakah hasilnya tidak pernah akan standar? Kita tahu, bahwa selama berpuluh-puluh tahun guru tidak pernah diajari bagaimana membuat soal ujian yang berstandar nasional.
Selama ini, guru hanya terima bersih dari pemerintah (tim penyusun soal) yang ditunjuk oleh pemerintah. Peran guru dalam Ujian Nasional ini, hanya bertindak sebagai pengawas dan koreksi yang sudah ada kunci jawabannya.
Dan yang lebih meragukan lagi kalau ujian akhir sekolah diserahkan guru, dapat dibayangkan hasailnya akan merosot, karena rata-rata guru Indonesia kualitasnya rendah, jauh dari sikap profesional. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil UKG, belum sesuai dengan standar minimal yang ditentukan.
Menurut Heribertus SAS (SM, 9/12/206), menjelaskan bahwa “Dari ratusan ribu sekolah menengah yang tersebar diseluruh pelosok negeri, hanya ada 503 sekolah baik negeri maupun swasta pada jenjang SMP, SMAdan SMK yang mempunyai indeks integritas UN tinggi dan nilai ujian nasional tinggi. Apakah hasil UN ada korelasinya dengan hasil UKG”
Tentu ada korelasinya, antara kualitas UN dengan kualitas guru. “Rata-rata nilai UKG nasional hanya mencapai 53,02 dengan Standar Kompetensi Minimum (SKM) yang ditentukan oleh pemerintah sebesar 55. Artinya, secara nasional nilai rata-rata guru belum tuntas.” (SM, 9/12/2016).
Berkait dengan kualitas guru, Heri Yudianto, ST (Bhirawa, 19/12/2016), menjelaskan bahwa “Rendahnya kualitas guru Indonesia amat memprihatinkan. Menurut data dari UNESCO pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan komponen penting dalam pendidikan yaitu para guru menempati posisi ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Miris sekali! Indonesia yang pernah mendidik guru dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, kini kualitasnya justru terpuruk di bawahnya.”
Standar Pendidikan
Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2015 menjelaskan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh seluruh instansi pendidikan di Indonesia. Berdasar peraturan tersebut maka dalam pemenuhan SNP merupakan hal yang wajib bagi seluruh penyelenggara pendidikan.
Dalam konsep kerangka sistem, baik dari proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya harus ditangani dengan pola manajerial profesional. Pemangku kebijakan harus mampu melihat secara proporsional dan mengakomodir kepentingan nasional, tidak dapat dilakukan hanya untuk kepentingan kelompok dan didekati dengan kerangka berpikir parsial.
Selama ini, dunia pendidikan masih sangat terkesan adanya perencanaan dan kebijakan yang terus membingungkan publik. Menurut Coombs dalam Udin (2005:8), yang disebut perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan dari peserta didik serta masyarakatnya.
Entahlah, Bangsa Indonesia sampai hari ini belum bisa maju, karena akibat dari sistem pendidikan yang masih membingungkan. Ada yang bilang, pendidikan kita ini masih dalam keadaan sakit, masih butuh penyembuhan.
———– *** ————-

Rate this article!
Tags: