Warga Kab.Malang Tuntut Perkebunan PT Margosuko

Ratusan warga lima desa dari wilayah Kec Dampit, Kab Malang saat melakukan unjukrasa di depan Kantor DPRD Kab Malang.

Ratusan warga lima desa dari wilayah Kec Dampit, Kab Malang saat melakukan unjukrasa di depan Kantor DPRD Kab Malang.

Kab Malang, Bhirawa
Ratusan warga lima desa dari wilayah Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, berunjukrasa di Kantor DPRD setempat, Rabu, (27/5) pagi kemarin. Ratusan warga yang mengaku memakili 1.153 keluarga tersebut menuntut pemerintah membagikan lahan kepada warga disekitar lahan perkebunan dengan cara mengembalikan tanah perkebunan seluas 332 hektare yang kini dikuasai PT Margosuko.
Menurut Kuasa Hukum dari warga Sumardan, seusai bertemu dengan anggota Komisi A DPRD Kabupaten Malang, di Kantor DPRD setempat menjelaskan tanah yang kini dikuasai PT Margosuko tersebut aslinya tanah negara berstatus Hak Guna Usaha (HGU), penggunaannya untuk ditanami tanaman keras seperti kopi dan kakao. Sedangkan sertifikatnya terbit 9 Februari 1991 dan berlaku sampai dengan 30 Desember 2015 mendatang.
“Tapi belakangan ini terjadi pengalihan fungsi lahan dengan ditanami tebu,  pepaya, singkong, dan sejenisnya. Dengan beralihnya fungsi lahan itu, maka PT Margosuko telah menyalahi aturan,” kata dia. Ia juga menjelaskan, pemberian HGU kepada PT Margosuko dinilai menyalahi ketentuan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan bahwa atas tanah HGU seluas minimal 5 hektare dan maksimal 25 hektare atau lebih harus memakai investasi modal ke negara.
“Namun, kenyataannya hal itu tidak ada investasi. Dan bahkan selama ini PT Margosuko belum juga membayar pajak. Seharusnya, setiap tahun perusahaan itu membayar pajak sebesar Rp 215 juta,” jelas Sumardhan.
Selain itu, lanjut dia, PT Margosuko juga dianggap melakukan pelanggaran fatal berupa penyewaan lahan seluas melebihi 50 persen dari seluruh luas lahan kepada pihak ketiga, yakni Hasan, HM. Tamjisman, dan Rifa’i. Sedangkan ketiga orang tersebut dikenal sebagai tuan tanah. Dan ada juga lahan yang dikelola oleh perangkat desa, ironisnya lagi  sebagian lahan diperjualbelikan oleh PT Margosuko kepada  masyarakat.
“Padahal sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU Pokok Agraria dan ditambah lagi ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, seluruh tanah harusnya digarap sendiri oleh PT Margosuko. Bukannya disewakan maupun diperjualbelikan pada pihak ketiga,” tegasnya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi A DPRD Kabupaten Malang Didik Gatot Subroto menyatakan, dewan akan segera mempelajari tuntutan masyarakat tersebut.
“Kami segera mempanggil pihak perusahaan dan pihak ketiga yang menyewa lahan perkebunan yang ada di sekitar wilayah desa, di wilayah Kecamatan Dampit tersebut,” janji dia.
Dari catatan Bhirawa, lahan milik pemerintah yang dikelola PT Margosuko dulunya milik masyarakat Desa Dampit. Dan pertama ada seorang pedagang di Pasar Dampit yang bernama Abdoel Karim Kertosastro alias Kerto Doel, membeli tanah tersebut dari kerabatnya dan masyarakat pemilik tanah sampai kemudian pada 1923 ia mampu mendirikan PT Margosuko. Sehingga perusahaan ini menaungi banyak perkebunan lain di wilayah Provinsi Jawa Timur.  [cyn]

Tags: