Waspadai WNA Berbuat Kriminal di Surabaya

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Keberadaan warga negara asing (WNA) tidak hanya tinggal di apartemen, hotel atau mess yang ada di Surabaya, namun juga menyasar perkampungan. Hal ini terjadi seiring adanya kebijakan bebas visa kunjungan yang beberangan dengan Masyarakat Ekonomi Asean. Arus lalu lintas orang asing ke Indonesia, khususnya di Surabaya semakin deras.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Soemarno mengatakan, yang tinggal di perkampungan sebagian besar adalah pelajar. Sedangkan tenaga kerja asing lebih banyak tinggal di Apartemen, Hotel, atau di mess yang disediakan oleh perusahaan yang mempekerjakan mereka.
“Sebetulnya tiga tahun lalu kami sudah mengundang semua pengelola apartemen, termasuk pengusaha tempat hiburan malam, juga pengusaha pengelola modal asing, sudah kami imbau,” ujar Sumarno.
Imbauan itu lebih kepada penekanan koordinasi antara perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing dengan dinas terkait di Surabaya. “Supaya koordinasi dengan Disnaker. Kalau bekerja di bidang pendidikan, koordinasi dengan Dinas Pendidikan. Kalau di bidang kesehatan, ya dengan Dinas Kesehatan,” katanya.
Pada kenyataannya, masih ditemukan kasus keimigrasian yang berkaitan dengan ketidaklengkapan dokumen WNA yang melakukan aktivitas di Surabaya. Belakangan ini ada WNA yang akhirnya dideportasi.
“Dia kunjungan wisata, ternyata menggelar seminar di Surabaya. Banyak peminatnya. Tepi tidak memiliki kelengkapan dokumen, akhirnya harus dideportasi,” katanya.
Sumarno mengatakan, bukan tidak mungkin para WNA ini mempunyai niat jahat. Bisa dalam hal memperdaya masyarakat sekitar dengan iming-iming label asing. Terutama di bidang kesehatan.
“Seminar yang digelar itu tentang kesehatan, kami konfirmasi ke Dinas Kesehatan, ternyata tidak ada izinnya. Banyak yang seperti ini,” ujarnya.
Sementara, Kasubid Kewaspadaan Nasional Bidang Penanganan Strategis Bakesbangpol Linmas Kota Surabaya Achmad Marzuki mengatakan, berdasarkan pengalaman di lapangan, ada banyak pelanggaran di bidang kesehatan.
“Terutama dari Tiongkok. Jadi para WNA ini membuka praktik TCM (Tradisional Chinese Medicine) atau dulu disebut tabib di Surabaya,” katanya.
Bakesbangpol Linmas Surabaya melakukan operasi pemantauan orang asing, organisasi masyarakat asing, dan tenaga kerja asing tiga kali sebulan. “Normalnya itu. Ada yang insidental, seperti kasus Benjamin Holst, warga Jerman yang mengemis. Itu insidental,” kata Marzuki.
Operasi ini melibatkan petugas Imigrasi, Kepolosian, Kejaksaan, Korem, hingga dinas terkait seperti Dispendukcapil, Satpol PP Surabaya, serta Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.
“Memasuki MEA ini, kami mengawasi lebih intensif lagi. Karena dengan adanya kebijakan bebas visa kunjungan, mereka (WNA) lebih leluasa beraktivitas di sini,” katanya.
Menurutnya, kebijakan bebas visa kunjungan seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, mendatangkan keuntungan penerimaan devisa bagi negara, di lain sisi bisa dimanfaatkan oleh pendatang asing yang tidak bertanggungjawab. “Jangan sampai mereka membuat kerusakan atau kriminal di negara kita,” ujarnya.
Adapun dokumen yang harus dilengkapi oleh WNA yang berkunjung ke Surabaya, atau daerah lain di Indonesia antara lain dokumen keimigrasian seperti paspor, visa, kitas dan dokumen pendukung.
“Kalau dia bekerja, harus punya Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari Disnaker, Surat Tanda Melapor (STM) dari Kepolisian, dan Surat Keterangan Tempat Tinggal dari Dispendukcapil,” kata Marzuki.
Rabu (19/10)lalu, Tim Pemantau melakukan razia dan mengamankan seorang WNA asal Tiongkok yang tidak memiliki dokomen keimigrasian yang lengkap, yang tinggal di Apartemen Metropolis.
Sedangkan pada Kamis (20/10) lalu, Tim Pemantau kembali melakukan razia di apartemen Gunawangsa Manyar. Ada sekitar 11 WNA yang diperiksa, tapi seluruhnya dinyatakan memiliki kelengkapan dokumen dan kooperatif. (geh)

Tags: