21 Daerah di Jatim Belum Berkomitmen Buat Perda PUG

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender DP3AK Jatim, One Widyawati saat memberikan paparannya dalam acara FGD.

Pemprov, Bhirawa
Pembangunan responsif gender bertujuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini diamanahkan dalam UU No 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 dan Inpres 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG). Dalam Inpres diarahkan bahwa semua baik TNI, Polri, lembaga tinggi, gubernur dan bupati wali kota harus melaksanakan pembangunan responsif gender melalui PUG.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim Restu Novi Widiani dalam sambutannya, yang dibacakan Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender, One Widyawati saat membuka Focus Grup Discussion (FGD) se-Jatim, Senin (12/6).

One menjelaskan, di daerah baik provinsi dan kabupaten/kota, PUG adalah sebuah strategi yang wajib dilaksanakan melalui intengrasi gender dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan yang dianggarkan melalui APBD yang kemudian disebut Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG).

“Ada tujuh prasyarat yang wajib dilaksanakan daerah dalam pelaksanaan strategi PUG. Salah satunya dalam beruk regulasi yang dianggap juga sebagai komitmen daerah, dalam melaksanakan pembangunan responsif gender,” katanya.

Menurut dia, provinsi Jatim sudah berkomitmen melalui Perda No 9 tahun 2019 tentang PUG. Namun demikian belum semua kabupaten/kota mempunyai komitmen tersebut. Dari 38 kabupaten/kota ada 21 daerah atau 55,27 persen yang telah mempunyai komitmen tersebut. Sedangkan sisanya masih berupa peraturan Bupati/Walikota bahkan ada yang belum mempunyai sama sekali.

“Beberapa kabupaten/kota menyampaikan permasalahan terkait penyusunan Perda PUG antara lain; Perda PUG belum menjadi perhatian pemerintah atau legislatif karena belum paham tentang gender. Sudah lama di bahas biro hukum provinsi namun belum selesai, masih pada tahap draft perda belum dibahas dengan DPRD. Tidak ada anggaran penyusunan perda, hal-hal ini sehingga masih tersisa 17 kabupaten/kota yang belum punya perda,” ungkapnya.

Provinsi Jatim sebagai tugas pembinaan dan fasilitasi, lanjutnya, setiap penyusunan perda kabupaten/kota selalu pembahasannya melalui Biro Hukum Provinsi dan Dinas P3AK Provinsi. Permasalahan tersebut merupakan perhatian provinsi untuk mendukung tersusunnya Perda PUG.

“Karena itu pada pertemuan ini akan dibahas urgensi Perda PUG dalam pelaksanaan pembanguna responsif gender dan permasalahan dalam penyusunannya yang akan dilaksanakan melalui metode Focus Group Discuccion (FGD) penyusunan kebijakan PUG. Melalui FGD diharapkan dapat di gali permasalahan cara penyusunnya, permasalahan isi/konten perda dan juga koordinasi yang mungkin terhampat dan dialami oleh kabupaten/kota,” jelasnya.

Ada atau tidaknya Perda PUG didaerah, lanjutnya, juga menjadi bagian dalam penilaian Anugerah Parahita Ekapraya (APE). Saat ini masih ada delapan kabupaten/kota mendapat penghargaan katagori pratama dan semuanya belum mempunyai Perda PUG. Penilaian APE sedianya akan dilaksanakan tahun 2023 ini.
Namun demikian penyusunan perda tidak semata-mata untuk penghargaan, namun adalah pedoman atau payung hukum yang harus dilaksanakan didaerah. Melalui pedoman ini seluruh perangkat daerah dan stakeholder dalam bersama-sama melaksanakan pembangunan yang berpihak pada gender dan sosial inklusi.

“Saya berharap FGD penyusunan kebijakan pengarusutamaan gender provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Jatim, akan mampu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang penyusunan Perda PUG sebagai salah satu prasyaratan penting pelaksanaan PUG di daerah,” pungkasnya. [iib]

Tags: