Bertahan Hidup dengan Keterbatasan Komunikasi

Lutvy Arsanti mahasiswa semester VIII pendidikan bahasa inggris Um Surabaya, memberikan pembelajaran kepada siswa-siswi kelas III Ban Raman School distrik Raman dengan media Origami dan sesi tanya jawab.

PPL-KKN International UM Surabaya di Pattani, Thailand

Surabaya, Bhirawa
Perbedaaan budaya dan keterbatasan dalam berkomunikasi tidak membuat Fadilah Fauziyah Lubis dan ke 14 rekannya menyerah dalam Program Pengalaman Lapangan dan Kuliah Kerja Nyata (PPL-KKN) International yang diadakan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya).
Dila sapaan akrab Fadilah Fauziyah Lubis menuturkan bahwa tidak mudah bagi dirinya dan ke 14 rekannya untuk menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan budaya masyarakat Thailand, tepatnya di distrik Yala provinsi Yaka, Thailand.
Dalam benaknya, tidak pernah terpikirkan bagaimana bertahan hidup di negara lain, dengan keterbatasan bahasa dan adat istiadat yang berbeda. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kendala bahasa dalam berkomunikasi membuat nya sedikit kesulitan dalam berbicara dengan penduduk sekitar.
“Terkadang kami menggunakan google translate dan bahasa isyarat untuk berkomunikasi,” ungkap mahasiswa semester VIII pendidikan bahasa Inggris ini. Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa cara penyampaian materi pembelajaran yang ia ajarkan juga tergolong rumit untuk bisa dipahami oleh siswa sekitar maupun staf pemerintahan kerajaan Thailand. Sehingga pihaknya harus memutar otak dua kali agar metode pembelajaran yang ia sampaikan bisa dipahami dengan mudah oleh masyarakat thailand, khususnya para pelajar.
“Kami melakukan program lapangan, ada yang mengajarkan bahasa arab, bahasa inggris dan bahasa indonesia.” Tutur nya.
Di antara tiga materi yag disampaikan lanjutnya, materi bahasa inggris merupakan materi yang tersulit. Sehingga ia bersama temannya harus melakukan pembelajaran bahasa inggris mulai mendasar.
“Niat dan interest nya mereka untuk belajar bahasa inggris sangat tinggi, sehingga kami juga termotivasi dalam mengajari mereka” jelasnya.
Sedangkan untuk materi bahasa Indonesia tambahannya, pihaknya mengakui tidak ada kesulitan yang berarti. Mengingat distrik yang ditempatinya merupakan distrik perbatasan Tahiland Selatan dengan Malaysia Selatan yang merupakan negara serumpun melayu. Selain melakukan program pengalaman lapangan (PPL), pihaknya juga melakukan kegiatan pengabdian masyarakat, seperti kerja bakti, membantu masyarakat sekitar dan mengajarkan beragam budaya Indonesia.
Dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) International tersebut ia mendapat pengalaman bisa bertemu langsung dengan perwakilan kerajaan Thailand, berbincang dengan Menteri pertahanan Thailand dengan menggunakan conversion verbal bahasa inggris.
Sementara itu, peserta (PPL-KKN) International 2018 lainnya, Lutvy Arsanti mengaku jika dirinya sempat shocked ditempatkan di distrik Raman provinsi Yala. Di mana distrik tersebut tergolong daerah zona merah (rawan konflik). Ia mengungkapkan jika dirinya sempat mendengar suara tembakan karena konflik yang berkepanjangan dari daerah tersebut.
Banyak hal yang membuatnya terkejut ketika datang ke distrik Raman. Salah satunya adalah, checking point jalan ketika akan ke kota Yala.
Mahasiswa semester VIII Pendidikan Bahasa Inggris ini juga menceritakan bahwa dirinya bersama satu temannya tinggal di salah satu tempat dinas guru yang terletak di atas bukit. Menurut penuturunya, rumah tempat ia tinggal di jaga sangat ketat oleh pasukan Aska (sebutan tentara di Thailand).
“Karea kami hanya tinggal berdua saja, berbeda dengan teman-temannya lainnya. Sehingga kami harus survive di tengah suasana yang tidak begitu kondusif” tuturnya
Di akuinya, meskipun banyak sekali hambatan yang ia dan temannya temui, namun pihaknya merasa bahagia karena bisa belajar bahasa Thailand sekaligus bisa mencoba belajar masakan Thailand. Selain itu, selama (PPL-KKN) ia mendapatkan kesan yang paling berharga dan mengharukan. Di mana siswa-siswi yang ia ajar memberikan apa yang dia punya. Seperti pensil, penghapus, gambar buatan siswa, plester, apapun yg mereka punya, dikasih ke aku. Sampe bawa seplastik besar
“Mereka memberikan apapun yang mereka miliki, apapun itu mereka berikan kepada kami berdua hingga se plastic besar” ceritanya dengan terharu.
Mungkin disana jelasnya, mereka tergolong dari kalangan menengah ke bawah, akan tetapi cara mereka dalam memperlakukan guru baru seperti saya dan teman saya memberikan kesan dan ingatan tersendiri bagi kami berdua.
Selama tiga bulan PPL-KKN International di Raman, Lutvy Arsanti mengatakan jika dirinya banyak belajar dari masyarakat Raman. Di sana (Raman) paparnya dalam memperlakukan sesama manusia meskipun berbeda budaya dan adat-istiadat penduduknya terlihat sangat tulus dan sangat menghargai perbedaan. Selain itu, Ia menuturkan bahwa sedari kecil, siswa SD sudah diajarkan untuk toleransi terhadap perbedaan. Ia menggambarkan bahwa setiap hari Upacara Thailand, pada sesi doa siswa sekolah terkait melakukan pimpinan doa dengan keyakinan yang dianutnya secaran bergantian.
“Murid budha maju, mimpin doa untuk pengikut budha. Disusul murid yang beragam muslim. Peraturan tersebut berlaku untuk penganut agama yang lainnya” pungkasnya.

Daerah Konflik Bukan Alasan Utama untuk Menyerah
Penempatan mahasiswa PPL-KKN International yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya di daerah rawan konflik tidak menjadi masalah yang berarti bagi UM Surabaya.
Menurut Wakil Rektor I, Aziz Alimun Hidayat menuturkan, bahwa kerjasama yang dibangun dengan pihak Thailand merupakan kerjasama dalam pendidikan. Ia mengakui, sebelumnya pihaknya sempat ragu dengan penampatan mahasiswanya di daerah rawan konflik yang dipilihkan pihak Thailand. Namun, karena ada pihak yang menjamin, mereka meyakini bahwa pihak Thailand benar-benar bisa menjamin nyawa mahasiswa nya.
“Awalnya kami ragu, namun Asosiasi Yayasan pendidikan Lukmanul Hakim Foundation Thailand meyakinkan kami, menjamin kehidupan dan nyawa mahasiswa kami maka kami lepaskan,” tutur wakil rektor I ini.
Lanjut Aziz, Selama mereka (mahasiswa PPL-KKN) bisa mentaati peraturan dan kebijakan yang dibuat oleh pihak Thailand, mereka akan aman-aman saja. Konsultan Manajemen Mutu Pendidikan dan Pelayanan Keperawatan ini juga mengungkapkan tujuan mahasiswa PPL-KKN International di Daerah Pattani adalah memberikan pengajaran (guru), dengan menggunakan media yang terbatas. Sehingga, tambahnya dengan begitu mereka dapat belajar untuk mengembangkan media pembelajaran yang terbatas. Selain itu, pihaknya juga memaparkan selain mengenalkan budaya Indonesia di bangsa lain, yang paling penting menurutnya adalah pengetahuan mereka tidak sebatas hanya ruang lingkup lingkungannya saja. Melainkan wawasan internasionalnya juga harus mencangkup itu, sehingga nantinya imbuhnya mereka bisa membandingkan budaya mereka dan bisa menerima keberagaman.
“Paling utama adalah kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang kita bangun ada motivasi diri bahwa bangsa kita juga bisa menjadi bagian bangsa lain” Ungkap Dosen Keperawatan ini.
Sementara itu, berdasar penuturan Ketua Program Pengalaman Lapangan (PPL), Aris Setiawan penempatan mahasiswa di daerah zona merah (rawan konflik) merupakan tuntutan kebutuhan. Di mana di daerah tersebut kebutuhan akan tenaga pengajar dan pendidik sangatlah minim, terutama untuk tenaga pengajar bahasa Inggris dan bahasa Arab. Penduduk disana, jelasnya hampir seluruhnya masih belum bisa menguasai bahasa Inggris dan bahasa Arab.
“Karena disana juga mayoritas muslim, jadi kebutuhan mereka untuk tenaga ajar bahasa arab juga sangat tinggi” terangnya. [ina]

Tags: