Bulutangkis “Menggeliat”

Bulutangkis bagai menggeliat bangkit dari lelap tidur. Kini tim Thomas Cup, dan Uber, bersama maju pada ajang super series tertinggi. Walau tim Uber Indonesia, harus takluk di bawah dominasi putri China. Sebagai kejuaraan dunia beregu, tidak mudah menjadi dominasi. Beberapa negara menjadi “langganan” juara. Namun terdapat beberapa negara yang kerap melahirkan pemain bulutangkis nomor satu dunia, (Denmark, Korea Selatan, Jepang, dan India).

Indonesia, juga kerap menjadi juara. Tetapi masih perlu menguatkan konsistensi pembinaan. Terutama menghadapi even tertinggi dunia: All England, dan Olympiade. Seperti dua bulan lalu (Maret 2024), lagu kebangsaan “Indonesia Raya” bergema di gelanggang olahraga Utilita Arena Birmingham, Inggris. Bahkan sampai dua kali dikumandangkan. Pertanda kontingen Indonesia menempati podium tertinggi pada even bulutangkis All England 2024.

Piala dan medali emas untuk nomor Tunggal Putra, dan nomor Ganda Putra, seluruhnya diraih pebulutangkis Indonesia. Sekaligus mengakhiri lara penantian selama 30 tahun gagal merebut nomor bergengsi, Tunggal Putra. Piala dan medali emas terakhir tahun 1994, oleh Haryanto Arbi. Even dan suasana yang hampir sama, 30 tahun silam, sama-sama “all Indonesian final.” Seperti dalam Pelatnas, sesama pebulutangkis Indonesia beradu di All England.

Saat itu, Haryanto Arbi mengalahkan Ardy B. Wiranata. Arbi, yang dijuluki “Smes 100 Watt,” (menyengat tajam), berhasil mengangkat piala. Walau sebenarnya Indonesia masih patut menyandang gelar sebagai “raja” All England. Karena tercatat sebagai kontingen negara yang paling banyak meraih juara. Sebelumnya, Inggris selalu menjadi juara. Karena All England masih hanya diikuti orang Inggris.

Bahkan Guinness Book of World Records, mencatat nama pebulutangkis legendaris dunia, asal Indonesia. Yakni, Rudy Hartono, arek Surabaya, kelahiran tahun 1949. Sekarang sudah berusia 75 tahun. Presteasi mentereng yang diraih Rudy Hartono, adalah juara All England, tujuh kali berturut-turut tahun 1968 sampai 1974. Ditambah kejuaraan pada tahun 1976. Seolah tiada lawan lagi (yang setara). Termasuk Svend Pri (legenda bulutangkis asal Denmark) yang dikalahkan dua kali. Rudy juga mengalahkan dua pebulutangkis Indonesia, Christian Hadinata, dan Liem Swie King.

Dua tahun berturut (1978 – 1979), Liem Swie King, menyusul menjadi dominasi bulutangkis dunia. Ditambah tahun 1981. Lalu Haryanto Arbi, juga dua kali menjadi juara Tunggal Putra All England, tahun 1993, dan tahun 1994. Sejak tahun 1995, Indonesia memulai paceklik juara All England, sampai selama 30 tahun. Kontingan Tiongkok, Malaysia, dan Denmark, bergantian merajai even All England. Muncul legendaris baru, dari Tiongkok, Lin-Dan, juara All England 6 kali. Serta legendaris Malaysia, Lee Chong Wei, juara 4 kali.

Ganda Putra, patut menjadi perhatian seksama, karena banyak stok pemain unggulan. Namun realitanya tidak banyak pasangan Ganda Putra yang bisa melaju sampai podium tertinggi All England. Tetapi pada tahun 2023, Merah-Putih mulai diperhitungkan. Muncul pasangan kondang Mohammad Ahsan – Hendra Setiawan, tahun 2014, dan tahun 2019. Terjadi regenerasi yang baik pada Pelatnas, termasuk Ganda Putra.

Terdapat nama baru, pasangan Muhammad Shohibul Fikri – Bagus Maulana, juara tahun 2022. Menyusul pula pasangan Fajar Alfian – Muhammad Rianto Ardianto, juara tahun 2023, dan tahun 2024. Pada Series badminton yang lain, Thomas Cup, dan Olympiade, Indonesia juga menjadi digdaya. Bahkan emas pertama sepanjang sejarah prestasi Ganda Putri dalam Olympiade, sudah diraih.

Ganda Putra (yang sama) akan menuju Final Thomas Cup 2024, di Chengdu, China. Sekaligus Upaya meraih peringkat satu dunia (lagi).

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: