Buruh di Kabupaten Jombang Demo Tolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja

Aksi demo buruh dari SBPJ-GSBI di depan Kantor Disnaker Kabupaten Jombang yang menolak adanya Perppu Cipta Kerja, Kamis (02/03). [arif yulianto/bhirawa].

Jombang, Bhirawa
Sejumlah buruh yang tergabung dalam SBPJ-GSBI menggelar aksi demonstrasi atau unjuk rasa di depan Kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Jombang, Kamis pagi (02/03). Mereka menolak adanya Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) dan meminta agar Perppu tersebut dicabut.

Ketua GSBI Jombang, Heru Sandy mengatakan, aksi demo kali ini digelar untuk menindaklanjuti hasil aksi yang dilakukan oleh GSBI pusat bersama aliansi yang ada di Jakarta.

“Kami dari SBPJ dan DPC GSBI, melakukan aksi penolakan Perppu yang terbaru tahun 2022, tentang Cipta Kerja. Di mana di dalam Perppu tersebut tidak memberikan ruang bagi kesejahteraan buruh dan tidak memiliki ketetapan status, salah satunya adalah karyawan tetap ataupun proses pelaksanaan PHK,” ungkap Heru saat diwawancarai di sela aksi.

“Karena kalau dahulu mungkin proses pelaksanaan PHK melalui proses melalui proses PHI, tapi sekarang cukup pelayangan surat, karyawan tersebut sudah bisa di PHK dengan Perppu Ciptaker ini,” kata dia menandaskan.

Dikatakannya, karena pemberlakuan UU Cipta Kerja ini sudah inkonstitusional bersyarat, maka kemungkinan di bulan November apabila tidak ada pembaruan UU, maka akan kembali kepada UU yang lama yakni, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Jadi tuntutan kami adalah menolak Perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 2022,” tandasnya.

“Jika Perppu ini tidak dicabut, kita akan lakukan konsolidasi besar-besaran dan kita akan berikan pemahaman kepada buruh bahwasanya, ini tidak berpihak kepada kita dan kita kembalikan kepada buruh apa yang harus kita kerjakan,” tandasnya lagi.

Sementara itu, Kepala Disnaker Kabupaten Jombang, Pri Adi saat dikonfirmasi terkait aksi buruh tersebut mengatakan, terkait dengan penolakan Perppu Cipta Kerja oleh para buruh, Perppu Cipta Kerja tersebut saat ini berada di ‘tangan’ Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR-RI.

“Disahkan atau tidak disahkan kan DPR. Maka alurnya, akan kita teruskan ke DPR. Kami tidak bisa menjamin apapun. Nanti diteruskan ke DPR,” ungkap Pri Adi.

Pri Adi menambahkan, sebagai pihak pelaksana regulasi di tingkat paling bawah, sebenarnya menghendaki atau mengharapkan dikembalikan ke perundangan semula, dalam hal masalah outsourcing.

“Kalau dulu outsourcing bisa dilakukan pada kegiatan-kegiatan penunjang. Tapi untuk kegiatan-kegiatan inti itu harus dikendalikan langsung oleh pegawai perusahaan. Tetapi di Perppu Cipta Kerja itu sekarang semua aktifitas itu bisa dioutsourchingkan. Sehingga terdapat kecenderungan, para owner itu mengoutsourchingkan semuanya. Di outsourcing itu biasanya kan kontrak 1 tahun, maka posisi pekerja ini tidak aman atau kurang aman,” papar Pri Adi.

“Dalam rangka melindungi tenaga kerja ini saja, tidak lebih. Lainnya kami sepakat sebenarnya. Adapun demikian kalaupun keputusannya itu memang harus seperti itu, ya kita akan melaksanakan, tidak akan bisa melawan,” tutur Pri Adi.(rif.gat)

Tags: