Butuh Keberpihakan dalam Menjaga Momentum Kebangkitan Industri SKT

Wahyu Kuncoro

Oleh:
Wahyu Kuncoro
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya

Segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan perbaikan pangsa pasar. Pemulihan segmen SKT didorong oleh kebijakan Pemerintah untuk cukai produk tembakau, khususnya sejak 2021, yang mempertimbangkan aspek serapan tenaga kerja pada segmen SKT.

Sejalan dengan tren pemulihan segmen SKT, Sampoerna sebagai produsen SKT dengan merek dagang Dji Sam Soe dan Sampoerna Kretek, mengumumkan rencana penyerapan puluhan ribu tenaga kerja baru yang akan tersebar di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Barat untuk fasilitas produksi SKT.

Realisasi rencana tersebut akan dimulai dengan pembukaan fasilitas produksi baru SKT Sampoerna di Kota Blitar, Jawa Timur, dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah yang dijadwalkan mulai beroperasi pada Semester 1 2024, Kompas (30/11/2023).

Kabar akan adanya pembukaan fasilitas produksi SKT dan tambahan tenaga kerja baru, yang dilakukan Sampoerna tentu akan meningkatkan kesempatan kerja di sektor formal bagi masyarakat setempat sekaligus menciptakan multiplier effect yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi dan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan di wilayah-wilayah tersebut.

Lantaran itu, kita patut memberikan mengapresiasi upaya pemerintah untuk menjaga iklim usaha dan investasi yang kondusif serta terprediksi di Indonesia, termasuk kebijakan yang mendorong kinerja sektor padat karya SKT.

Langkah dan perhatian yang dilakukan pemerintah telah memberikan implikasi positif pada penciptaan lapangan kerja di sektor formal dan perputaran ekonomi daerah yang selanjutnya turut meningkatkan perekonomian nasional. Publik berharap dukungan pemerintah daerah maupun pusat terus berlanjut dalam bentuk kebijakan yang mendukung sektor industri padat karya SKT.

Butuh Keberpihakan
Keberadaan sektor industri hasil tembakau tidak berdiri sendiri namun juga melibatkan banyak industri turunan, sehingga apapun yang terjadi di sektor industri hasil tembakau akan memiliki efek ganda terhadap perekonomian dalam jumlah besar. Oleh karena itu, berbagai kebijakan yang ditujukan terkait sektor ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait bersama lintas kementerian agar kebijakan yang dihasilkan akan berimbang dan adil.

Sungguh harus ada keberpihakan lebih serius terhadap sektor ini. Karena sesungguhnya, komitmen dan keberpihakan terhadap industri tembakau mencerminkan keberpijakan terhadap kehidupan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, industri tembakau merupakan sumber pekerjaan bagi jutaan masyarakat Indonesia, termasuk bagi petani tembakau.

Lantaran itu, kebijakan di sektor ini utamanya juga yang dikaitkan dengan alasan kesehatan masyarakat, perlu dilakukan secara hati-hati dan kalkulatif untuk menciptakan keseimbangan dan kesinambungan industri tembakau serta kesejahteraan masyarakat secara luas.

Merujuk hasil kajian Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), peraturan terhadap industri hasil tembakau yang dibuat oleh pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Dampaknya sudah terlihat dari jumlah pabrik rokok yang mengalami penurunan, yakni dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022.

Dalam perumusan kebijakan sektor tembakau, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek ekonomi selain aspek kesehatan sehingga keberlanjutan sektor tersebut dapat terjaga, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara. Ini memang merupakan tantangan yang kompleks, tetapi jika dihadapi dengan pendekatan yang holistik, kita dapat mencapai hasil yang positif bagi semua pihak terkait.

Industri sigaret kretek tangan (SKT) harus terus dijaga dan dipertahankan karena menyerap banyak tenaga kerja formal. Perlindungan bagi industri SKT dan tenaga kerja yang diserap merupakan bagian dari komitmen Pemerintah mengingat Indonesia merupakan salah satu rumah bagi industri tersebut. Industri sigaret kretek tangan memang perlu dipertahankan karena menyerap banyak tenaga kerja, terutama para perempuan yang bekerja sebagai pelinting rokok. Itu menghidupi banyak orang di situ.

Industri SKT itu dipertahankan karena ada pemberdayaan masyarakat sebagai tenaga kerja. Itu prinsipnya sebenarnya. Pemberdayaan tersebut ditujukan bagi para karyawan pelinting rokok. Tidak hanya memberdayakan pekerjanya, kehadiran industri SKT juga turut memberikan efek ganda bagi perekonomian lokal di sekitar area pabrik. Misalnya warung makanan dan minuman, toko kelontong, angkutan umum, dan sebagainya.

Peran industri SKT dalam mengatasi pengangguran harusnya bisa meyakinkan pemerintah untuk melindungi sektor tersebut. Bahwa pemerintah perlu memastikan agar industri SKT tetap berproduksi secara kontinu dengan adanya dukungan kebijakan dari pemerintah pusat dan daerah. Kontinuitasnya dijaga agar bisa memberdayakan masyarakat setiap hari. Agar tidak ada masyarakat yang di-PHK. Kalau ada usaha-usaha yang melibatkan masyarakat tenaga kerja banyak, harus kita dukung.

Menjaga Momentum Kebangkitan
Membaiknya industri SKT memang patut disyukuri. Fenomena ini pun seperti angin segar bagi industri yang sempat lesu akibat tekanan pandemi dan kenaikan cukai. Oleh karena itu, patut mengapresiasi pemerintah yang telah mempertimbangkan industri padat karya ini dalam menentukan kebijakan. Berkat berbagai kebijakan yang pro-perlindungan SKT, industri SKT sudah mulai membaik dan terjadi peningkatan serapan tenaga kerja SKT. Pelan-pelan SKT mulai bangkit lagi.

Industri SKT memang layak diberikan perlindungan dari pemerintah atas kontribusinya yang besar secara sosial dan ekonomi. Industri SKT juga memberdayakan perempuan, karena sekalipun dengan tingkat pendidikan yang terbatas, mereka bisa bekerja di sektor formal. Ini merupakan kontribusi yang sangat besar dari industri SKT, karena dengan bekerja sebagai pelinting SKT, para ibu-ibu pelinting bisa lebih sejahtera.

Itulah sebabnya diharapkan pemerintah untuk terus mendukung pertumbuhan SKT agar terus berkontribusi dalam jangka panjang. Industri SKT ini perlu dukungan dari pemerintah. Dalam bentuk perlindungan melalui kebijakan yang tepat dan berpihak. Kontribusinya besar, maka pemerintah semestinya sepenuh hati memperjuangkan industri ini agar makin bertumbuh dan membuka peluang kerja yang lebih luas.

Secara konkret, kita berharap agar pemerintah menyelamatkan industri SKT dari kenaikan cukai yang terlalu tinggi melalui kenaikan cukai nol persen. Kalau perlu sebaiknya untuk SKT tidak perlu ada kenaikan cukai setiap tahun. Industri SKT itu kecil-kecil sehingga sensitif dengan tekanan kebijakan. Saya khawatir apabila sektor SKT terdampak dari kenaikan cukai yang ketinggian, momentum pertumbuhan SKT ini malah tertekan dan berbalik.

Jika pemerintah bersungguh-sungguh ingin melindungi industri SKT yang padat karya, harus dipertimbangkan soal cukai dan kebijakan lainnya. Sebab, sejauh ini belum ada industri lain yang mampu menyerap tenaga kerja seperti industri hasil tembakau, khususnya segmen SKT. Maka itu SKT perlu kita jaga kinerja dan keberadaannya.

Harapannya dengan dukungan itu, industri SKT akan makin maju dan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja dan mengatasi pengangguran. Apalagi, kalau tidak dilindungi dari sisi kebijakan, akan berdampak pada nasib para pekerja yakni ibu-ibu pelinting. Oleh karenanya, pemerintah dapat lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerja melalui kemudahan dan insentif yang mendorong kepastian usaha untuk industri SKT.
Wallahu’alam Bhis-shawwab ***

Tags: