Cagar Budaya Belum Sepenuhnya Terlindungi

15-cagar-budaya-siolaSurabaya,Bhirawa
Perlindungan cagar Budaya, terutama bangunan, belum maksimal akibat ketidakkonsistenan Perda Cagar Budaya.  Pelarangan perubahan bangunan cagar budaya tidak diikuti kemauan pemkot Surabaya untuk memeliharanya.
Pihak ketiga  sebagai pemilik gedung kuno dibuat tak berkutik oleh pemkot Surabaya karena dibenturkan dengan aturan Perda soal cagar budaya, sehingga mereka tidak bisa seenaknya memanfaatkan apalagi merenovasi lahan dan gedung untuk merubah keaslian bentuk gedung miliknya lantaran harus mendapatkan persetujuan dari pemkot dan tim cagar budaya.
Sayangnya aturan Perda tentang cagar budaya di kota Surabaya tidak dibarengi dengan tunjangan anggaran APBD yang cukup untuk perwatan gedung kuno cagar budaya yang hampir semua posisinya di pinggir jalan protocol.
Akibatnya, keberadaan gedung kuno yang posisinya berdampingan dengan gedung-gedung baru, justru terlihat kotor, kumuh dan angker sehingga tidak menarik lagi untuk di kunjungi.
Seperti yang dikatakan Mochtar Dwi Basuki (Oki) salah satu pemerhati budaya yang merasa prihatin melihat kondisi gedung kuno bersejarah yang kini telah dijadikan asset cagar budaya pemkot Surabaya.
“Pemkot tidak konsisten dengan aturan Perda yang dibuatnya, karena siapapun tidak diperbolehkan merubah apalagi merenovasi bentuk asli sejumlah gedung peninggalan belanda yang masuk dalam daftar cagar budaya, tetapi pemkot juga tidak pernah menyentuh untuk melakukan perawatan, sehingga kondisinya sangat kotor, kumuh bahkan banyak yang mulai rusak, dan fatalnya, karena posisinya dipinggir jalan protocol, maka justru merusak keindahan kota,” ucap Oki.
Oki juga menyinggung pelaksanaan proyek renovasi gedung Balai pemuda eks kebakaran yang hingga saat ini kondisinya masih belum selesai alias mangkrak, padahal waktu pelaksanaannya sudah cukup lama (dimulai beberapa tahun yang lalu-red).
“Jangankan untuk yang lain, untuk gedung balai pemuda eks kebakaran saja, kondisinya masih belum selesai dan terlihat mangkrak, padahal pelaksanaanya sudah dimulai beberapa tahun yang lalu, kenapa bisa demikian, tentu yang mengerti hanya pemkot Surabaya terutama Walikota, tetapi menurut saya hanya soal keseriusan saja,” tambahnya.
Sementara menurut Dedy Prasetyo anggota komisi C DPRD Surabaya, mengakui bahwa Pemkot Surabaya tidak berdaya menghadapi pengusaha yang berhasil menguasai sejumlah gedung cagar budaya karena kondisinya sekarang telah berubah bahkan hilang setelah lahannya didirikan bangunan baru.
“Tak sedikit bangunan kuno di Surabaya yang telah jatuh ke pihak ketiga, terutama para pengusaha dan pebisnis, sehingga beberapa gedung dan lahannya telah didirikan bangunan baru untuk kepentingan bisnis, contoh kongkritnya seperti bekas toko Nam yang kini telah di bangun oleh Pakuwon Jati Grup untuk plasa dan hotel,” ucap Dedy.
Terkait peran Dinas Pariwisata kota Surabaya, Dedy mengatakan jika seharusnya membuat program khusus pengenalan bangunan bersejarah di kota Surabaya kepada siswa sekolah sebagai bagian dari pendidikan.
“Harusnya Dinas Pariwisata mampu membuat program yang baik untuk pengenalan bangunan bersejarah di kota ini kepada seluruh siswa sekolah, agar keberadaannya tetap bisa menjadi kebanggan warga kota Surabaya,” tandasnya. [gat]

Tags: