Calo Kios Pasar ‘Anom Baru’ Mulai Gentayangan

Dwita Andriani

Dwita Andriani

Sumenep, Bhirawa
Pembangunan pasar Anom Baru yang merupakan korban bencana kebakaran tahun 2007 memang masih baru dimulai, investor masih baru menggarap pondasi pasar yang direncanakan berlantai 2 itu, manum calo pemasaran toko dan kios pun mulai gentayangan. Padahal, sesuai kesepakatan, pemasaran itu baru dilakukan setelah bangunan selesai 100 persen.
Salah satu pemilik toko, Hidayat mengatakan, para korban kebakaran 7 tahun lalu itu kaget dan merasa diingkari oleh pengembang. Sebab, beberapa hari terahir ini beredar surat edaran harga pertokoan yang jauh dari jangkauan para pedagang pasar. Untuk toko ukuran 4×4 meter dipatok harga jual sebesar Rp160 juta. Jika kredit, pedagang harus mengeluarkan uang DP (down payment) sebesar 30 persen atau Rp48 juta.
“Ini sangat memberatkan bagi kami dan bentuk pengingkaran terhadap kami, sebab sesuai perjanjian toko atau kios itu baru dilakukan penjualan setelah bangunannya sudah selesai dan kami siap menempatinya, tapi faktanya sekarang sudah dipasarkan,” kata Hidayat, Selasa (22/4).
Ironisnya, pengembang atau developer melakukan penekanan-penekanan dengan bentuk mengancam terhadap para korban kebakaran agar membayar uang muka (DP) tersebut. Jika tidak mendaftar dan membayar uang mukan sebesar 30 persen dari harga toko dipastikan tidak akan kebagian tempat, padahal pembangunan masih baru dimulai (pondasi).
“Kami merasa tertekan, kalau tidak membayar tokonya akan habis ditempati pedagang lain. Kami sebagai korban, sudah 7 tahun terlantar seperti PKL, justru ditambah lagi harus membayar uang mukan yang sangat tinggi,” terangnya.
Sementara itu, wakil ketua Komisi B, DPRD Sumenep, Dwita Andriani menilai, tindakan pengembang itu tidak benar dan sudah menyalahi kesepakatan yang telah dibuat. Dalam MoU itu, setelah pembangunan pasar tuntas 100 persen, kemudian diserahkan kepada dewan dulu untuk dilakukan audit, termasuk penawaran harga pertoko, tentunya dewan menggunakan auditor independen yang melakukan auditnya.
“Kalau hasil audit terhadap penawaran harga dari investor itu ternyata tidak sesuai, ya disesuaikan dulu, disesuaikan dengan kelayakan harga bangunan biasanya. Kemudian diserahkan ke Pemkab dan dipasarkan kepada korban kebakaran,” kata Dwita Andriani.
Ita, sapaan akrab politisi PAN ini menegaskan, apa yang dilakukan tim pemasaran itu harus dihentikan hingga bangunan dan harga fiks setelah melalui audit. Sebab, penawaran harga yang telah dilakukan itu menciderai MoU yang pernah dibuat dan di paripurnakan di Graha Paripurna DPRD Sumenep. “Pokoknya tidak boleh ada intimidasi dengan berbagai bentuk apapun, hentikan penawaran yang sudah dilakukan itu hingga melalui mekanisme yang resmi,” paparnya.
Pihaknya juga mengungkapkan, akan mengadakan pertemuan kembali yang dihadiri pihak terkait di Pemkab dan tim pembangunan pasar dan paguyuban pasar. “Dalam pertenuan nanti kami undang pihak-pihak terkait untuk membicarakan hal ini,” imbuhnya.
Hingga saat ini, lanjutnya,paguyuban pasar masih belum terbentuk. “Sampai sekarang paguyuban pasar kan masih belum terbentuk, artinya apa yang dilakukan investor itu sudah melangkah jauh tanpa melalui mekanisme yang sudah menjadi kesepakatan,” pungkasnya.
Sebelumnya, sekitar 100 toko dan kios di Pasar Anom Baru Sumenep dilanda bencana kebakaran pada tahun 2007 lalu, hingga sekarang para pedagang menempati kios dan toko sementara. [sul]

Tags: