Cuaca Ekstrim, M Sholeh: Nelayan Kota Probolinggo Pilih Tak Melaut

Nelayan di pelabuhan ikan Probolinggo memilih perbaiki jaring.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kota Probolinggo, Bhirawa.
Para nelayan di pelabuhan Tanjung Tembaga Kota Probolinggo, sejak beberapa hari ini memilih tidak melaut. Mereka takut melaut karena gelombang laut mencapai 4 sampai 5 meter. “Cuaca laut sekarang tidak menentu, sehingga nelayan takut untuk melaut,” Hal ini diungkapkan Sholeh warga Mayangan Kota Probolinggo, Selasa (10/1).

Menurutnya, gelombang tinggi itu terjadi, sejak pertengahan Desember 2022 kemarin. Melihat cuaca ekstrem seperti itu, para nelayan memilih untuk menambatkan perahunya. “Kalau tetap melaut, beresiko bagi para nelayan,” katanya.

Sejak terjadi cuaca buruk, ia menuturkan, sebagian nelayan melakukan aktivitas lainnya, seperti perbaikan jaring dan rusak, bahkan ada sebagian yang memilih mencari pekerjaan lain. Hal senada juga diakui nelayan lainnya, Misto. Ia memilih tidak melaut karena tidak ingin beresiko.

“Nelayan tidak ada yang berani turun melaut, karena terlalu beresiko dengan kondisi cuaca seperti ini,” jelasnya.
Misto mengaku, tidak tahu sampai kapan cuaca buruk ini terjadi.

“Tidak tahu sampai kapan,” katanya. Cuaca buruk pada musim hujan yang melanda perairan utara Probolinggo, membuat harga ikan laut di pasar ikan Mayangan, Kota Probolinggo, mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal itu terjadi karena cuaca ekstrem dan membuat para nelayan setempat enggan melaut.

Diketahui, di wilayah Probolinggo, tengah terjadi hujan terus menerus, berakibat terjadinya cuaca buruk di perairan utara Probolinggo, hingga perairan luar Pulau Madura. Kondisi ini berimbas pada hasil tangkapan ikan laut oleh nelayan, sehingga stok ikan laut sangat terbatas.

Di pasar ikan Mayangan, tepatnya di Pelabuhan Perikanan Mayangan atau PPM Kota Probolinggo, baik pengunjung maupun pedagang tidak seramai sebelum musim hujan tiba. Untuk jenis ikan menganti harganya naik menjadi Rp 30 ribu per kilogram. Ikan layur Rp 30 ribu, ikan kuniran Rp 25 ribu, kemudian ikan petak Rp 20 ribu, tongkol Rp 25 ribu, benggol Rp 15 ribu, dan ikan cumi-cumi Rp 50 ribu per kilogramnya. Rata-rata kenaikan 2 sampai 3 ribu rupiah setiap kilogramnya. Kenaikannya rata-rata Rp 5000 per kg.

Menurut Abdul Halim, pedagang ikan laut di pasar ikan Mayangan, sekitar sebulan belakangan ini, nelayan di Kota Probolinggo, saat mencari hanya di sekitar perairan utara Probolinggo dan Madura. Dengan dekatnya jarak tempuh tangkapan ikan tidak maksimal pula. Selain itu, cuaca buruk juga menjadi faktor lonjakan harga ikan ini sangat mahal.

“Banyak nelayan tidak dapat ikan saat melaut, ikan lemuru, medai, dan ikan banyar, harganya naik signifikan. Rata-rata naiknya harga ikan perkilogramnya mencapai 2.000 sampai 3.000 rupiah per kilogramnya,” terang Halim.

Sumarmi, pedagang lainnya juga mengeluhkan dengan stok ikan laut terbatas dan mahal. Ia mengatakan, jualan di pasar tradisional saat ini sangat sepi pembeli, karena ikan mahal. Ikan mahal menurutnya kerena para nelayan saat ini masih enggan untuk melaut karena cuaca buruk di musim hujan.

“Untuk harga ikan laut tergantung banyak tangkapan ikan dari para nelayan, kayak sekarang sepi, ramainya pasar tergantung stok ikan laut dari para nelayan itu sendiri,” ucap Sumarmi.

Diketahui, pasar ikan Mayangan, merupakan pasar ikan terbesar di Kota Probolinggo, yang menyediakan berbagai jenis ikan segar. Pembelinya tidak hanya seputar warga Probolinggo, tapi juga berasal dari luar Kota Probolinggo.

Bahkan, banyak juga tengkulak dari luar kota membeli ikan di pasar tersebut. Sayangnya, pada musim hujan saat ini, nelayan masih enggan melaut karena cuaca ekstrem atau cuaca buruk di perairan utara Probolinggo.

Nelayan sendiri Mereka lebih memilih mengisi waktu dengan memperbaiki perahu dan jaring.
Angin kencang melanda wilayah Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo sejak sepekan terakhir. Nelayan di pesisir Mayangan Probolinggo terpaksa menunda untuk melaut mencari ikan. Mereka khawatir soal keselamatan karena gelombang tinggi lebih dari 4 hingga 5 meter.

Pantauan dilapangan, beberapa nelayan di pesisir Mayangan lebih memilih menambatkan perahu motornya dibandingkan memaksa harus melaut saat angin kencang. Para nelayan masih menunggu kondisi cuaca benar-benar normal baru mau melaut lagi.

“Sudah sepekan ini anginnya kencang, kami tunda melaut sampai gelombang laut benar-benar aman,” kata Aldy, nelayan Mayangan.

Menurut dia, angin kencang baru terjadi jelang akhir bulan Desember 2022 bertepatan dengan pertengahan bulan. Biasanya, ungkap dia, setelah bulan purnama banyak nelayan kembali melaut karena diperkirakan ikan banyak dan hasil tangkapan ikan juga sesuai yang diinginkan,” ujarnya.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jatim sudah memberikan peringatan dini untuk waspada terjadi hujan lebat disertai petir dan angin kencang. Pada siang hari terjadi dibeberapa daerah.

BMKG juga mengimbau agar masyarakat selalu waspada dalam melaksanakan aktivitas terkait cuaca ekstrem dan angin kencang, terutama masyarakat di wilayah pesisir untuk mewaspadai gelombang tinggi sampai empat meter.

Kondisi tersebut memaksa para nelayan untuk berhenti melaut dan menyandarkan kapal di tepi pantai sambil membetulkan mesin juga jaring. Jika dipaksa melaut, dikhawatirkan terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

“Gak seberapa juga kok ikan yang didapatkan, karena gelombang tinggi,dan ini juga berpengaruh terhadap pendapatan. Beda saat cuaca normal, yang kita dapat banyak ikan,” tambah nelayan lainnya.(Wap.hel)

Tags: