Di Sidoarjo 4.000 Kasus Perceraian Dalam Setahun

Sidoarjo, Bhirawa
Pembangunan fisik di Kab Sidoarjo saat ini boleh diutamakan. Namun, jangan menyepelekan terhadap pembangunan non fisik. Karena pembangunan non fisik juga penting. Data dari PN Agama Sidoarjo, angka kasus perceraian di penyangga Kota Surabaya itu, data terakhir setahun mencapai sekitar angka 4.000 kasus perceraian.

Pada saat ramai-ramainya pandemi covid-19 tahun 2021 lalu, dalam sehari bisa terjadi sampai 13 kasus perceraian.

Data ini diungkap saat digelar acara seminar pra nikah di Aston hotel Sidoarjo, oleh PD Salimah Sidoarjo, belum lama ini, yang mengundang peserta dari pasangan calon pengantin di Sidoarjo dan juga mengundang Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali.

Ketua PD Salimah Sidoarjo, Peny Evayanti, mengatakan untuk mencegah tingginya angka perceraian di Sidoarjo, maka semua calon pengantin di Sidoarjo harus diberi edukasi, bagaimana mencari solusi permasalahan di rumah tangga.

“Sebab persoalan yang bisa menjadi pemicu perceraian di rumah tangga itu banyak. Maka sebelum menikah harus mendapatkan edukasi,” katanya.

Dari sejumlah kasus perceraian yang terjadi, penyebabnya diantaranya masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maupun karena ada faktor orang ketiga sebagai penyebab perselingkuhan.

Menurut Peny, pihaknya akan berupaya ikut berperan, agar angka kasus perceraian di Sidoarjo bisa diturunkan, sedikit demi sedikit. Dirinya mengakui memang tidak mudah, namun harus dilakukan. Kalau tidak dilakukan, tingginya kasus perceraian di Sidoarjo akan menjadi suatu fenomena.

“Kita tidak ingin, warga Sidoarjo sampai punya budaya kawin cerai. Budaya itu bisa bahaya untuk kelangsungan berkeluarga,” katanya.

Seperti yang disosialisasikan oleh Dinas P3AKB Sidoarjo, tentang adanya program dari BKKBN, yakni aplikasi elektronik siap menikah siap hamil (elsimil), pihaknya juga akan ikut membantu menyebarkan sosialisasi tersebut ke masyarakat.

“Agar mereka bisa siap menikah secara lahir batin, hamil dengan sehat dan mempunyai anak yang sehat pula tidak sampai stunting,” ujarnya.

Tentang kasus stunting di Kab Sidoarjo, pada tahun 2022 saat ini jumlah anak usia 0-59 bulan yang mengalaminya ada sebanyak 34 ribu anak atau 14%.

Penyakit ini bisa bahaya, karena mempengaruhi SDM anak. Karena antara usia, berat badan dan tinggi badan anak, akan menjadi tidak seimbang. Kalau dibiarkan maka akibatnya akan banyak anak-anak di Sidoarjo yang kondisi tubuhnya menjadi kerdil. (kus.gat)

Tags: