Dinkes Kabupaten Malang Ingatkan Pernikahan Dini Potensi KDRT dan Stunting

Kab Malang, Bhirawa
Pernikahan dini di Kabupaten Malang tertinggi di Jatim. Sehingga hal itu sering terjadi persoalan dalam rumah tangganya, dan juga sering terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Selain itu itu juga membawa permasalahan terkait stunting atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

Sehingga dengan adanya pernikahan dini tersebut, maka Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang drg Arbani Mukti Wibowo, Senin (6/2), kepada wartawan, telah mengingatkan potensi KDRT dan Stunting.

Sementara, berdasarkan catatan Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang, sepanjang tahun 2022 angka dispensasi kawin mencapai 1.393 perkara.

“Kami menyayangkan banyaknya dispensasi kawin dini tersebut. Karena pernikahan dini itu memiliki beberapa dampak negatif kepada pasangan yang menjalani rumah tangga, baik secara psikologis maupun medis,” tuturnya.

Salah satu dampak psikologisnya, lanjut dia, yakni potensi adanya KDRT, yang biasanya anak di bawah umur dalam menjalani rumah tanggal belum matang secara psikis. Dan mereka (anak bawah umur,red)belum terbiasa membangun konsep rumah tangga, terutama apabila dibenturkan pada masalah ekonomi.

Sementara, rumah tangga yang kondusif akan terbentuk apabila pasangan suami istri siap secara psikis, kesehatan, ekonomi, serta memiliki sepemahaman bersama.

“Dan kesepahaman itu terkait perilaku sehari-hari dan terkait dengan goal yang akan dicapai dalam rumah tangga tersebut. Apabila tidak memiliki kesepahaman bersama, suatu rumah tangga akan rentan mengalami KDRT baik psikis maupun fisik,” jelas Arbani.

Menurutnya, laki-laki maupun perempuan yang sama-sama masih anak-anak, biasanya egonya masih tinggi. Sehingga dari sisi kesehatan medis, bayi yang lahir dari seorang ibu yang masih berusia remaja memiliki risiko lahir prematur dan stunting. Sebab dari sisi kesehatan reproduksi ibu yang masih berusia remaja belum siap. Dan jika orang tua belum siap dari segi ekonomi, kesehatan, dan psikis, maka bayi yang dilahirkan berisiko prematur dan stunting. Sementara, untuk menekan angka pernikahan dini, komunikasi orang tua dan anak perlu dibangun untuk mencegah pergaulan bebas anak hingga berujung pada pernikahan dini.

“Kasus pernikahan dini tersebut, kuncinya ada pada keluarga. Dan orang tua harus selalu berkomunikasi dengan anak. Karena komunikasi dalam rumah tangga itu perlu. Sehingga komunikasi sangat perlu untuk membangun rumah tangga, agar tidak terjadi persoalan yang berujung KDRT,” terangnya.

Disisi lain, kata Arbani, DP3A Kabupaten Malang membuat program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, dan menggandeng berbagai lembaga eksternal. Salah satunya adalah dengan lembaga Perkumpulan Perempuan (Puspa) yang dibentuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang. Serta menggandeng Dinas Pendidikan (Dindik), Dinas Kesehatan (Dinkes), dan Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Malang untuk melakukan sosialisasi dan edukasi ke sekolah-sekolah dan orang tua tentang dampak buruk dari pernikahan dini.

“Sosialisasi dan edukasi yang kita lakukan itu, agar masyarakat Kabupaten Malang paham akan dampak yang terjadi ketika anaknya menjalani pernikahan dini. Sehingga dampak-dampak yang akan terjadi bisa diminimalisir agar tidak terjadi KDRT maupun stunting,” pungkasnya. [cyn.iib]

Tags: