Diplomasi Meja Makan Jokowi Redakan Ketegangan

Oleh :
Gegeh Bagus Setiadi
Jurnalis Harian Bhirawa

“Politik Meja Makan” Presiden Joko Widodo (Jokowi) ternyata bagaikan pisau bermata dua. Hal itu bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah dan membuat masalah bagi lawan politiknya.

Kemarin, para bakal calon presiden (Capres) 2024 menyantap makan siang bersama Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta (30/10/2023). Ketiga Capres tersebut yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Keempat elite politik duduk mengelilingi meja makan bundar berwarna putih di ruang makan Istana. Presiden Jokowi duduk di sisi barat. Sementara, di sisi kanan Jokowi, ada sosok Ganjar Pranowo. Di sebelah kiri presiden, ada Prabowo Subianto. Lalu, Anies Baswedan duduk di seberang kepala negara diapit oleh Ganjar dan Prabowo.

Di meja makan itu, berbagai sayur dan lauk-pauk dihidangkan. Ada nasi putih, soto lamongan, ayam, sapi lada hitam, bebek panggang, cumi goreng, udang goreng telur asin, kailan cah sapi, es laksamana mengamuk, serta es jeruk. Dalam momen itu, Prabowo, Ganjar, dan Anies kompak mengenakan kemeja batik motif parang berlengan panjang.

Sementara, Jokowi selaku tuan rumah memakai kemeja batik motif berbeda berwarna putih dan biru.

mereka tampak ganyeng menikmati hidangan makan tersebut. Makan bersama ini pun merupakan sebuah kebiasaan umum yang sering digunakan oleh pebisnis, politikus sampai keluarga-keluarga kecil didalam membahas hal-hal dari yang tidak penting sampai yang sangat penting.

Namun, ketika hal itu dilakukan oleh seorang Presiden Jokowi, maka kebiasaan umum itu menjadi sebuah fenomena baru dalam perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Pasalnya, jamuan makan Presiden Jokowi dihadiri ketiga Calon Presiden Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Politik meja makan Presiden Jokowi bukan terletak pada kebiasaan makan pada umumnya. Tetapi, bagaimana sebuah kebiasaan itu diubah menjadi sebuah hal yang spesial untuk mempererat pertemanan, persahabatan dan kekerabatan yang kental.

Bagi orang Indonesia, makan adalah kebiasaan sehari-hari sehingga duduk di meja makan tentu saja harus makan, bukan bicara. Anak-anak pun selalu diajarkan kalau makan jangan sambil bicara.

Tetapi Presiden Jokowi membalik kebiasaan itu, walau seringkali duduk di meja makan. Tubuhnya tetap saja tidak gendut seperti para “cukong” yang biasa melobi pejabat “gemuk” yang senang diajak kolusi. Orang-orang yang diajak makan berkali-kali oleh Presiden Jokowi pasti akan merasakan suasana yang semakin lama semakin akrab, terbuka dan akhirnya pasti melupakan permusuhan.

Tetapi bila ada orang yang sudah diajak makan berkali-kali oleh Presiden Jokowi kemudian tetap saja membandel dan berseberangan serta tidak mau akrab, maka akan terlihat sekali bahwa orang tersebut mempunyai niat yang tidak baik, licik bagai ular berbisa dan memang bermaksud jahat karena tidak mau bersahabat.

Seorang politikus piawai pun akan ketahuan niat baik dan niat jahatnya bila terus menerus diajak makan bersama. Ketiga tokoh tersebut adalah bakal capres yang akan bertarung pada Pilpres 2024. Anies adalah kandidat yang diusung Partai Nasdem, PKB dan PKS. Ganjar merupakan calon yang dijagokan PDIP, PPP, Partai Hanura dan Partai Perindo. Sedangkan Prabowo adalah jagoan Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PBB, Gelora, dan Garuda.

Eskalasi politik
Pendekatan meja makan ini memang sejak lama menjadi gaya berpolitik Jokowi. Bukan sekali dua kali saja presiden menjamu tamunya untuk makan bersama di satu meja sambil membahas sejumlah persoalan.

Tamu yang makan bersama Jokowi datang dari beragam latar belakang. Mulai dari warga sipil, menteri, kepala daerah, bahkan para pemimpin negara tetangga. Pertengahan Juni lalu, tepatnya Selasa (13/6/2023), Jokowi mengundang Ganjar untuk makan siang bersama di Istana Kepresidenan Jakarta.

Lima hari setelahnya yakni Minggu (18/6/2023), giliran Prabowo yang diundang untuk santap siang di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Kali ini, perjamuan digelar presiden di tengah eskalasi politik jelang Pemilu Presiden 2024.

Jokowi digoyang isu dinasti politik lantaran putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo. PDI-P sebagai partai yang menaungi Jokowi sekaligus mengusung Ganjar pun menyinggung soal nepotisme baru-baru ini.

Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu mengaku bersedih atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Belum lama ini, MK melalui putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 mengabulkan uji materi terkait syarat minimal usia capres-cawapres yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Atas uji materi itu, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres atau cawapres jika punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu. Berkat putusan MK tersebut, Gibran yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai cawapres. Putusan MK ini kontroversial lantaran diketuk oleh Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman Gibran.

Presiden Jokowi pun sudah mengungkap obrolan saat dirinya mengundang tiga bakal capres 2024 tersebut. Jokowi mengatakan bahwa dirinya mengundang tiga capres yaitu Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto untuk meminta bersama-sama menjaga pemilu di 2024 agar berjalan damai.

———- *** ————

Tags: