DPC Partai Demokrat Kawal Insiden Upaya Mark Up Suara Di Dapil 3

Imam Ghozali, penuhi panggilan Bawaslu, bersama bukti dan saksi.

Nganjuk, Bhirawa.
Perkembangan upaya penggelembungan suara yang terjadi di Kecamatan Kertosono oleh oknum Ketua PPK dan anggota Panwas am Kecamatan Kertosono menarik untuk di cermat.

Karena upaya kecurangan tersebut di lakukan oleh oknum yang seharusnya mengawal dengan ketat proses berdemokrasi dalam penyelenggaraan pemilu.

Sebuah ironi juga tragedi yang menciderai demokrasi sekaligus mencoreng nama KPU dan Bawaslu sebagai lembaga yang menjalankan dan mengawasi proses penyelenggaraan pemilu 2024.

Untuk kepentingan tersebut pada hari Rabu (28/02/2024), Ketua DPC Partai Demokrat, Endah Murtini melalui kuasa hukumnya, Imam Ghozali, SH mendatangi kantor Bawaslu Nganjuk bersama 2 orang saksi dari Partai Demokrat dapil 3, untuk memenuhi undangan klarifikasi dar Bawaslu sebagai pelapor pada insiden rekapitulasi hasil pemilu Kertosono kemarin.

“Kami perwakilan dari Partai Demokrat menindaklanjuti pengaduan kami kepada Bawaslu pada tanggal 23 Februari 2024 kemarin, tentang adanya upaya mark up suara kepada salah satu caleg dari Partai Golkar di Kecamatan Kertosono, dan saat ini kami datang memenuhi panggilan Bawaslu untuk klarifikasi terkait pengaduan kami kemarin berikut data dan saksi pada saat insiden kemarin” ungkap Imam.

Selain berdasarkan temuan Bawaslu, laporan pelanggaran pemilu meman bisa langsung dilaporkan oleh Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan pemantau pemilu kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan/atau Pengawas TPS.

Laporan pelanggaran pemilu disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian. Laporan pelanggaran pemilu disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran pemilu.

“Untuk sementara kami dari Partai Demokrat menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada Bawaslu, dan jika di rasa perlu akan siap melalukan upaya atau langkah hukum yang lain dengan maksud memberi efek jera bagi siapa saja yang main main terhadap pemilu,” tambah Imam.

“Untuk sekedar di ketahui, 2 orang tersebut kemarin sudah langsung di berhentikan dari tugasnya dan proses rekapitulasi perhitungan suara hasil pemilu juga sudah di ambil alih oleh KPU dan Bawaslu Kabupaten dan proses perhitungan tersebut sudah selesai, untuk langkah selanjutnya berikut tindakan terhadap 2 orang oknum tersebut di serahkan sepenuhnya kepada Bawaslu,” ujar Pujiono, Ketua KPU Nganjuk.

Pelanggaran pemilu adalah tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait pemilu. Pelanggaran pemilu dapat berasal dari temuan atau laporan.

Temuan pelanggaran pemilu merupakan hasil pengawasan aktif dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa,, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat 3 (tiga) jenis pelanggaran pemilu, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan tindak pidana pemilu.

Pelanggaran kode etik adalah pelanggaran etika penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.

”Pelanggaran kode etik ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan putusannya berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau rehabilitasi”, terang Yudho

“Untuk inseden Kertosono ini kedua oknum terlapor tersebut sudah memenuhi syarat ketiga jenis pelanggaran pemilu tersebut, dimana pelanggaran tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu serta undang-undang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Tindak pidana pemilu ditangani oleh Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan yang tergabung dalam forum/lembaga Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu),” pungkas Yudho.

“Perkara tindak pidana pemilu diputus oleh pengadilan negeri, dan putusan ini dapat diajukan banding kepada pengadilan tinggi. Putusan pengadilan tinggi adalah putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain,” tambahnya mengakhiri wawancara.

Upaya kecurangan pemilu 14 Februari kemarin serta upaya dari berbagai pihak untuk menangkal dan menjaga praktek-praktek kecurangan dengan tetap mempertahankan kualitas demokrasi tersebut akan menambah catatan panjang proses elektoral yang sedang di lewati.

Agar tidak terulang kembali peristiwa main main dalam proses berdemokrasi jerat hukum sebagai efek jera para pelaku kecurangan sangatlah perlu, sebagai pembelajaran. [dro.dre]

Tags: