Festival Kupat Tanjung Kodok, Meriah dan Sarat Makna

Festival Kupatan Tanjung Kodok dijadikan sebagai ajang pelestarian tradisi serta unjuk potensi wisata yang ada di Kabupaten Lamongan. (alimun hakim/ bhirawa).

Lamongan, Bhirawa.
Setelah dua tahun fakum karena pandemi, Festival Kupatan Tanjung Kodok kini dijadikan sebagai ajang pelestarian tradisi serta unjuk potensi wisata yang ada di Kabupaten Lamongan.

Sebagai pembuka Festival di Provinsi Jawa Timur, puncak festival kupatan tanjung kodok ini dibuka secara langsung oleh Bupati Lamongan Yuhronur Efendi, Sabtu (29/4) di halaman parkiran Wisata Bahari Lamongan (WBL).

“Festival kupatan tanjung kodok merupakan bagian dari peninggalan budaya dari leluhur kita, yang mana diselenggarakan pada 7 Syawal. Filosofi dari kupat ialah “ngaku lepat” (mengaku salah) karena manusia tempatnya salah, sehingga harus saling memaafkan dan guyub rukun. Tanpa mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya, Pemkab Lamongan juga selalu menghadirkan ragam inovasi dan kreasi agar menarik pada ketupat agar menarik dimata genarasi muda,” tutur Bupati.

Sebelumnya, pada pagi hari tadi diawali dengan adanya pawai gunungan ketupat di Pelabuhan ASDP Paciran. Diikuti oleh 17 kontingen dari masing-masing desa yang ada di Kecamatan Paciran, pawai tersebut menuju ke halaman WBL diiringi dengan kesenian pantura diantaranya, Jaran Jenggo, Tongklek dan Terbang Jidor.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lamongan Siti Rubikah, digelarnya festival kupatan tanjung kodok merupakan kolaborasi antara potensi dan kesenian untuk pelestarian budaya serta menarik pengunjung wisatawan ke Lamongan.

“Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara potensi dan kesenian yang kami miliki. Jadi selain bertujuan melestarikan tradisi budaya juga ditujukan sebagai pemantik wisatawan,” terang Rubikah.

Dari 17 kontingen yang berkontribusi, Kontingen dari Desa Sumur Gayam terpilih menjadi juara 1 karena keunikan pada gunungan yang dibuat. Didalamnya terdapat ragam bentuk ketupat mulai dari ketupat ikan, ketupan jumbo, ketupat tas, ketupat cumi, dan lainnya.

Koordinator Kontingen Desa Sumur Gayam Itziq mengungkapkan terkait aneka bentuk menarik ketupat yang tetap melestarikan budaya, namun dengan kebaharuan.

Selain itu, keunikan dari sisi sayur lodeh sebagai pelengkap ketupat. Komposisi yang membedakan sayur lodeh Sumur Gayam ialah adanya sarang tawon sebagai pelengkap rasa.

Wisatawan yang hadir juga disuguhkan 1.000 porsi sayur lodeh dengan sambel karuk khas Lamongan yang dimasak langsung oleh Indonesian Chef Association (ICA).

Pagelaran budaya di jalur pantai ini mempersembahkan tontonan yang mendidik melalui drama kolosal dari Laskar Sunan Sendang.

Dalam drama itu mengangkat cerita “Sejarah Kupatan Tanjung Kodok”. Dimana menceritakan tentang kisah Raden Nur Rahmat yang mempelajari banyak hal hingga dewasa, karena karomah dan kedalaman ilmunya, Sunan Drajat memberikanya gelar “Sunan Sendang”.

Sunan Sendang yang santun, berdakwah dengan pendekatan budaya sehingga ajarannya dapat diterima dengan baik. Salah satu ajaran beliau adalah ” Kenduri Kupatan”. Filosofinya ialah kupat yang mempunyai 4 sisi dan 4 sudut adalah ungkapan rasa syukur kita telah melakukan rukun islam yg ke 4, yaitu puasa.

Juga menjadi pengingat bahwa kita telah menahan 4 hawa nafsu yaitu amarah, lawwamah, sufiah dan mutmainah.

Adapun dawuh Sunan Sendang kepada umat muslim di Lamongan ialah “mlakuo ing dalan kang bener, ilingo wong kang sak mburimu”. (aha.yit.hel).

Tags: