Gubernur Diminta Kaji Ulang Pendirian Pengolahan Limbah B3

Anggota DPRD Jatim dari PKS Hammy Wahyunianto

Resiko Tinggi dan Rentan Pencemaran
DPRD Jatim, Bhirawa
DPRD Jatim berharap agar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengkaji dengan cermat, rencana pihak swasta mendirikan pusat pengolahan limbah Bahan Bahaya Beracun (B3) di wilayah Brondong Lamongan. Pasalnya, keberadaan pengolahan limbah B3 tergolong berisiko tinggi dan rentan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya.
“Asumsi dasar tentang limbah B3 secara barang sangat berbahaya. Yang kedua, pengangkutan limbah B3 darimanapun berisiko sangat tinggi. Apalagi musim hujan kalau terjadi musibah,” kata anggota DPRD Jatim dari PKS Hammy Wahyunianto, Minggu (24/2) kemarin.
Dia mengatakan, DPRD Jatim sebenarnya sudah menggagas pembangunan pengolahan limbah di Dawarblandong, Mojokerto. Pemprov Jatim sendiri sudah mengalokasikan dana untuk pengadaan lahan dan sudah dilakukan groundbreaking.
Hammy berharap, agar Pemprov Jatim memanfaatkan tempat pengelolaan limbah milik BUMD itu terlebih dahulu, daripada mengizinkan pihak swasta mendirikan di Brondong, Lamongan. “Makanya di periode Pakde Karwo bersama Komisi D menganggas pengelolaan limbah B3 dikelola langsung oleh BUMD. Periode sekarang dan akan datang punya wewenang penuh,” terangnya.
Hammy berharap, pembangunan pusat pengolahan limbah di Lamongan nantinya tidak akan memicu konflik seperti yang ada di kabupaten Mojokerto. Pemprov Jatim juga harus memprioritaskan perusahaan pengolahan limbah pemerintah untuk memperbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Di Mojokerto juga sudah ada yang ramai dengan masyarakat. Kalau yang intinya begitu, kita menyetujui pengadaan lahan pabrik pengelolaan limbah B3 di Dawarblandong yang semula di Mojokerto. Memang harus didahulukan, karena keuntungannya masuk PAD dan kita bisa mengontrol penuh pelaksanaan,” tambahnya.
Hammy juga berharap Gubernur Khofifah memperhatikan aspek lingkungan. Pasalnya, tidak semua tanah bisa dipakai untuk menimbun limbah B3. Menurut dia, fisibility study (FS) pembangunan limbah tersebut harus dicermati, agar nantinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan keresahan bagi warga sekitar.
“Harus ditanyakan dulu kepada bu gubernur apakah sudah tahu rencana pabrik pengelolahan limbah B3 di periode Pakde Karwo, jangan-jangan beliau belum tahu. Atau kalau tahu karena dana ini sudah keluar. Yang di Lamongan nanti apakah sudah melalui FS kan kontur tanah dalam prioritas pabrik pengolahan limbah. Jadi tidak sembarang tanah bisa dipakai pabrik limbah B3,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Khofifah mendorong pengolah limbah B3 di Lamongan Tahun Depan. Hal ini dikarenakan pesatnya industrialisasi di Jatim yang tidak bisa dibendung. Gubernur perempuan pertama ini menginginkan agar Jatim segera memiliki pusat pengolah limbah B3.
Meski begitu, dengan kondisi industri yang terus tumbuh harus tetap dipastikan industrialisasi tetap bisa berjalan dengan memberi daya dukung alam dan lingkungan.
Menurutnya, jika pelaku industri harus mengirim limbah industrinya ke luar provinsi, beban biaya menjadi berat. Dan pelaku industri yang nakal akhirnya melakukan opsi lain dengan membuang limbah B3 nya di sembarang tempat. “Itu maksud saya. Pertama pelaku industri yang limbahnya ada kandungan B3 harus ada tempat pengolahannya. Jangan sampai di buang ke sembarang tempat,” kata Khofifah.
Untuk itu ia menegaskan Jatim sudah membutuhkan tempat pengolah limbah sekelas PPLI yang ada di Cileungsi. Ia tak ingin pembuangan limbah B3 secara ilegal terjadi lagi di Jatim.
Atas alasan itulah hari ini, Jumat (22/2/2019), Khofifah bersama jajaran mengunjungi PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) Nambo Cileungsi Bogor, pengolahan limbah B3, untuk melihat bagaimana nanti kalau pengolah limbah B3 didirikan di Jatim. “Kita harus cari solusi strategis jangka panjang. Memang harus ada pengolahan limbah B3 di Jatim,” tegasnya. [geh]

Tags: