Gubernur Soekarwo Minta Kenaikan Cukai Rokok Ditunda

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo meminta pemerintah pusat untuk menunda kenaikan cukai rokok sebesar 10,04 persen. Alasannya saat ini dianggap bukan momen yang pas untuk menaikkan cukai rokok, karena sedang berada posisi sulit. Dikhawatirkan kebijakan itu justru akan memunculkan banyak problem seperti PHK (putus hubungan kerja) buruh rokok.
“Setiap tahun cukai rokok telah dinaikkan. Untuk saat ini, tolonglah kebijakan itu ditunda dulu karena sekarang pada posisi sulit. Nanti akan banyak buruh yang menganggur dan akhirnya akan terjadi kesulitan ekonomi. Ini memang kepentingan saya untuk Jatim,” kata Gubernur Soekarwo, Kamis (2/11).
Menurut dia, alasan pemerintah menaikkan cukai rokok adalah untuk mengurangi orang untuk merokok. Namun hasilnya, masih banyak orang yang merokok. Itu artinya, alasan pemerintah mengurangi jumlah perokok dengan cara menaikkan harganya tidak efektif.
“Tapi saya tidak bisa apa-apa. Saya bukan menteri keuangan atau menko perekonomian. Yang bisa saya lakukan adalah mengirim surat ke pemerintah pusat untuk meminta menundanya. Jika pemerintah melanjutkan kebijakan itu, saya tidak bisa apa-apa,” kata mantan Sekdaprov Jatim itu.
Sebenarnya, lanjut Pakde Karwo, sapaan karib Gubernur Soekarwo, ada permasalahan lain selain cukai rokok. Yakni menurunnya perokok yang merokok SKT (sigaret kretek tangan) yang nantinya akan berdampak pada pengurangan produksi rokok SKT. “Jika benar dilakukan pengurangan, nanti akan terjadi pengurangan jumlah buruh. Karena rokok SKT itu dibuat oleh tangan bukan mesin,” katanya.
Beberapa waktu lalu, katanya, pihaknya telah bertemu dengan produsen rokok Sampoerna yang mengatakan akan mengurangi jumlah rokok SKT. Sebab jumlah perokok yang tidak memakai filter jumlahnya terus menurun. Jika dipaksa terus memproduksi rokok SKT, perusahaan bisa bangkrut karena rokok SKT tidak laku dipasaran.
“Ini nanti akan menjadi masalah baru lagi. Pasar rokok SKT terus menurun dan kalah dengan rokok yang pakai filter. Kalau memaksa untuk tidak dikurangi ya tidak bisa, karena kalau dibuat tidak laku. Masalah ini harus mendapat solusi dari pemerintah,” ungkapnya.
Seperti yang diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, telah mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau rokok dengan rata-rata tertimbang sebesar 10,04 persen per 1 Januari 2018. Kebijakan ini sejalan dengan upaya pemerintah mengendalikan konsumsi rokok. Kenaikan tarif cukai rokok tahun depan tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Adapun dalam beleid aturan ini, kenaikan tertimbang tarif cukai untuk jenis Sigaret Keretek Mesin (SKM) sebesar 10,9 persen, dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,5 persen karena merupakan pabrikan besar dan industri padat modal. Adapun kenaikan tarif untuk Sigaret Keretek Tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya ditetapkan hanya sebesar 7,3 persen. Bahkan untuk SKT golongan IIIA tidak ada kenaikan tarif.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan, kebijakan kenaikan cukai rokok mulai 1 Januari 2018 memprioritaskan pengendalian atas konsumsi rokok. Namun tetap memperhatikan aspek lainnya, yaitu kondisi industri dan tenaga kerja, optimalisasi penerimaan perpajakan dari sektor cukai, serta peredaran rokok ilegal.
“Keberpihakan kami terhadap aspek tenaga kerja industri hasil tembakau juga ditunjukkan dengan mendekatkan secara bertahap tarif terendah untuk jenis SPM golongan II dengan tarif cukai tertinggi pada jenis SKT golongan I. Tujuannya tarif cukai untuk seluruh SKT menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tarif cukai untuk SKM,” katanya.

Urutan ke 4
Ditengah perekonomian nasional yang belum sepenuhnya pulih, Komisi C DPRD Jatim terus mencari celah untuk mencari Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar RAPBD Jatim 2018 tidak defisit. Diantaranya dengan ngelurug ke Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) di Jakarta serta adanya kabar baik jika pajak cukai rokok Jatim mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Anggota Komisi C DPRD Jatim, Giyanto menegaskan sebagai wilayah penghasil tembakau, pendapatan cukai rokok di Jatim  menempati urutan ke 4 setelah BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) sekitar Rp2,2 triliun. Sedang untuk PKB, BBNKB hampir mencapai total Rp12,7 triliun.
“Paling tidak dari dua item ini, RAPBD 2018 dapat ditingkatkan. Apalagi hasil konsultasi dengan Gaikindo di Jakarta diketahui jika untuk tahun 2018 penjualan mobil ada kenaikan meskipun tidak signifikan. Ini karena mobil yang terjual dibawah 2000 cc, yang tentunya pajak yang didapat juga tidaklah besar,”tegas politisi asal PDIP ini, Kamis (2/11).
Tapi lebih dari itu, pihaknya berharap pedapatan dari sejumlah BUMD di Jatim dapat menyumbang PAD. Mengingat pad atahun 2018 banyak sekali proyek yang harus diselesaikan termasuk dalam pelaksanaan Pilgub Jatim.
Terpisah, Anggota Komisi C DPRD Jatim lainnya, Irwan Setiawan menegaskan untuk tahun 2018 banyak sekali pendapatan yang naik dan diterima Pemprov Jatim. Selain dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) total mengalami kenaikan sebesar Rp400 miliar, juga dari cukai rokok dan PKB, BBNKB.
“Untuk angka persisnya saya masih lupa. Yang pasti dari Bappeda ada target Rp110 miliar. Saya berharap untuk belanja murni dan pelaksanaan Pilgub Jatim 2018 tidak ada masalah. Dan saya  yakin dari tambahan pendapatan tersebut dimungkinkan semua dapat tertutupi, sehingga RAPBD 2018 tidak mengalami deficit, meski kondisi ekonomi nasional maupun regional belum membaik,”papar politikus asal PKS ini dengan mimik serius. [Iib,cty]

Tags: