Guru di Era Digital, Akankah Tersisihkan?

Oleh :
Annafi Asyi Ilmiyanti

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 

Istilah era digital sungguh tidak asing lagi di telinga kita. Pada era tersebut, situs internet lahir dan berkembang. Selayaknya saat ini, teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah merebak begitu pesatnya. Hal ini telah memberi pengaruh besar bagi dunia. Segala keperluan manusia menjadi mudah dengan adanya internet. Mengenai hal tersebut, Rustam (2017:6) berpendapat, “Internet merupakan segala sesuatu yang menyangkut komunikasi antarmanusia di seluruh dunia melalui jaringan komunikasi elektronik yang dimungkinkan karena adanya koneksitas jaringan komputer.” Situs internet kini juga bermetamorfosis menjadi gudang informasi bagi khalayak umum, tak terkecuali di kalangan pelajar. Persoalan kali ini adalah apakah internet dapat menukar posisi guru?
Antara Guru dan Internet
Guru merupakan seorang pendidik yang menanamkan nilai-nilai pengetahuan dan karakter bagi setiap peserta didik. Kehadiran guru pada hakikatnya mampu mengubah pribadi siswa menjadi seseorang yang berwawasan, beriman, berbudaya, serta beradab. Martabat guru begitu vital dimaknai keberadaannya.
Berbagai proses pengajaran akan lebih bermakna oleh hadirnya seorang guru di dalam kelas. Berbeda halnya dengan internet, sebuah situs hanya mampu memberi serangkaian informasi terkait mata pelajaran. Media tersebut hanya mampu menjawab pertanyaan peserta didik namun tidak mampu melakukan proses mendidik dalam praktiknya.
Adanya suatu kecanggihan teknologi berupa internet tentu akan memudahkan siapa saja penggunanya. Peserta didik merupakan salah satu pihak yang dimudahkan hal ini. Seperti yang kita ketahui, perkembangan teknologi dapat dianggap sebagai bank yang menyimpan banyak sekali pengetahuan di dalamnya. Maka tidak jarang seorang peserta didik memanfaatkan sarana yang ada untuk menjawab tugas-tugas sekolah maupun hal lain di luar sekolah. Namun, sebuah alat komunikasi berupa internet terkadang bisa saja menyajikan data informasi yang tidak tepat atau hoax. Apabila masalah ini dibiarkan, maka siswa akan menangkap ilmu yang salah. Adapun budaya pendidikan di lembaga sekolah telah memiliki tujuan dan rancangan dalam pembelajaran, sehingga proses mendidik lebih terstuktur dan mampu dipertanggungjawabkan.
Melalui sekolah atau lembaga pendidikan, seorang anak akan mengalami proses pendidikan karakter. Hal ini tidak bisa didapatkan apabila mengandalkan internet. Begitupun peserta didik tidak akan mendapat sebuah ketauladanan berupa sikap tanggung jawab, sopan santun, serta disiplin dari sebuah teknologi. Sebuah ilmu pengetahuan mungkin akan tergantikan dengan peran media komunikasi luas seperti internet. Akan tetapi penanaman nilai, norma, rasa empati tidak akan didapatkan apabila tanpa adanya guru yang mendampingi. Pada intinya, internet hanya mampu menjadi sarana pendamping guru namun tidak ada yang dapat menggantikan peran sentral guru dalam dunia pendidikan.
Peran Guru di Era Digital
Dengan persaingan global yang begitu dahsyat, guru dituntut untuk memiliki bekal lebih dalam mendidik siswa supaya melahirkan generasi yang gemilang. Salah satu peran atau upaya yang dapat dilakukan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan pada era digital seperti sekarang ini yaitu dengan semangat literasi. Guru yang gemar membaca akan menambah perbendaharaan ilmu yang dapat dibagikan kepada peserta didik. Jangan sampai siswa lebih senang mengupas segala masalah melalui internet yang belum tentu benar dalam memberi informasi. Dengan adanya guru yang cerdas dan mengikuti perkembangan zaman, maka pendidikan di sekolah akan lebih interaktif antara guru dan peserta didik.
Berbagai keterampilan juga wajib dimiliki guru di era digital seperti sekarang ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dengan membangun kreativitas diri. Guru yang kreatif, akan menumbuhkan kreativitas dalam diri siswa pula. Sistem pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar tak terkesan monoton dengan cara-cara tertentu yang bisa dilakukan seorang guru di kelas. Guru juga hendaknya mengasah kemampuan diri untuk dapat menumbuhkan kekritisan siswa dalam berpikir.
Selanjutnya, dalam pribadi guru juga perlu dilatih kesabaran yang lebih untuk mendidik siswa. Siswa dengan keberagaman sifat dan karakteristiknya mungkin membuat guru jengah. Namun, itulah kenyataan yang harus diterima guru terlebih di zaman seperti yang sekarang ini. Bagaimana seorang guru mampu bertindak dengan kesadaran dan motivasi, agar dapat mengubah pola perilaku peserta didik yang dirasa menyimpang. Beragam sikap dan pendekatan yang tepat oleh seorang guru akan membantu pembentukan karakter peserta didik. Apabila rasa sabar hilang dalam diri guru, maka yang terjadi adalah siswa menjadi malas belajar dan lebih senang bermain dengan dunianya.
Dengan demikian, sehebat apapun kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, tidak akan mampu menggantikan peran guru dalam proses pendidikan. Sebuah teknologi tidak akan mampu memberikan kelembutan akhlak, motivasi, serta emosional bagi peserta didik. Padahal seperti yang telah diwasiatkan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan hendaknya berpedoman pada semboyan “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan yang baik, di tengah, pendidik mampu menumbuhkan ide dan hasrat peserta didik untuk kreatif, dari belakang, pendidik harus memberi dorongan. Dengan adanya guru dalam pembelajaran di kelas, maka proses mendidik akan berjalan dengan baik selaras dengan tujuan dan cita-cita pendidikan yang diharapkan.

——— *** ———–

Rate this article!
Tags: