Hak Kenyamanan Anak

foto ilustrasi

Gaya hidup hedonis, dan asuhan di luar keluarga, menambah kemerosotan mental anak. Kekerasan pada anak masih sangat tinggi sepanjang (5 bulan) tahun 2023. Juga menambah “modus” lebih canggih, berupa kejahatan melalui area digital. Komisi perlindungan anak di seluruh dunia mencatat gadget menjadi penyebab terealisasi-nya tindak kriminal. Tak terkecuali di Indonesia. Diduga disebabkan asuhan di luar rumah, karena kedua orangtua sibuk mengurus ekonomi keluarga. Sebanyak hampir 10 ribu kasus kekerasan pada anak selama Januari hingga Mei 2023.

Berdasar catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), anak perempuan menjadi korban paling banyak (8.615 kasus). Sedangkan berdasar modulasi kasus, tragedy kekerasan seksual menempati urutan teratas (4.280 kasus). Jenis kekerasan fisik juga mengalami peningkatan, menjadi 3.152 kasus. Terutama model tawuran remaja, dan aksi begal, dan klithih. Berbagai kasus kekerasan hingga tindak kriminal terhadap anak, membuktikan masih perbaikan pola asuh anak.

Semakin banyak anak menjadi korban (sekaligus pelaku) kekerasan fisik, maupun pelecehan seksual. Bagai pepatah bara dalam sekam. Bahkan sejak peringatan hari anak tahun kelima (2014 lalu) sudah dinyatakan situasi darurat kekerasan anak. Karena terjadi enam ribu lebih kasus yang melibatkan anak, sebagai korban maupun pelaku. Saat ini telah tiga belas kali peringatan hari anak nasional dilaksanakan (sejak tahun 2009), namun selama itu pula suasana kenyamanan anak makin memburuk.

Pola asuh anak bagai inheren dengan program nasional perlindungan anak. Sama-sama fluktuatif. Dimulai dengan penerbitan undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan Anak. Disusul Kepres Nomor 44 Tahun 1984, menetapkan tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional. Sejak saat itu, Hari Anak Nasional diperingati dengan visi mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah dan peduli anak. Pada Tahun (2023) ini mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.”

Pada era gadget (setiap anak memiliki HP), juga terdapat sub-tema “Cerdas Bermedia Sosial Menuju Generasi Emas.” Serta sub-tema yang cukup keren meng-advokasi remaja. Yakni, “Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor.” Membangun kepedulian dan kesadaran Anak Indonesia agar berani memperjuangkan dan menyuarakan hak-haknya. Seharusnya, program nasional Indonesia Layak Anak, terwujud tahun ini.

Namun pelaporan kasus kekerasan pada anak patut dicermati seksama. Karena bisa jadi, kasus yang tidak dilaporkan lebih banyak lagi. Terutama dalam lingkup rumah tangga. Ironisnya, kekerasan dilakukan oleh orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak. Kekerasan pada anak (dan yang dilakukan oleh anak) sampai Presiden, Menteri Pendidikan, dan Gubernur Jawa Barat, nampak geram. Harus dipastikan pelakunya (walau anak-anak) memperoleh hukuman yang layak.

Sudah terdapat UU 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Sebenarnya memadai sebagai perlindungan anak sebagai korban. Namun anak sebagai pelaku tindak pidana, tak kalah kejam dibanding bandit profesional. Sehingga tidak cukup hanya dikembalikan pada orangtua. Seperti terjadi pada kasus penganiayaan berat di luar nalar terhadap David Ozora. Sangat ironis (tidak setimpal) manakala hanya menggunakan UU Perlindungan Anak. Hukumananya sangat ringan, tidak memenuhi asas keadilan.

Maraknya kejahatan terhadap anak sangat ironis, karena Indonesia secara tegas dalam konstitusi menjamin hak asasi anak. Tertulis dalam UUD pasal 28-B ayat (2), mengamanatkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.” Tetapi penegakan hukum terhadap tindak kekerasan pada anak masih belum men-jera-kan. Sehingga wajar digagas pemberatan hukuman kekerasan pada anak.

——— 000 ———

Rate this article!
Hak Kenyamanan Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: