Jawab Keluhan Warga, Uji SIM Polresta Sidoarjo Gunakan Sensor Ultrasonic

Warga yang ikut ujian praktek mengurus SIM berhati – hati agar ban mobil tidak melewati garis batas. [achmad suprayogi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Menjawab keluhan masyarakat yang mengajukan permohonan SIM (Surat Izin Mengemudi), bahwa petugas penguji praktek tidak jujur. Maka untuk menjawab keluhan ini Satuan Lantas Polresta Sidoarjo sudah mulai menggunakan sistem sensor ultrasonic. Baik untuk pemohon SIM C maupun warga yang memohon SIM A.
“Sensor ini salah satunya untuk menjawab keluhan masyarakat, yang katanya Pak Polisi itu kalau menguji praktek mempersulit pemohon. Sebenarnya lulus, ternyata polisinya menyatakan tidak lulus,” ungkap Kasat Lantas Polresta Sidoarjo Kompol Fahrian Saleh Siregar saat meninjau lokasi ujian prakter SIM, Rabu (13/3) kemarin.
Kompol Fahrian menegaskan, dengan program ini nanti bisa ditunjukkan ulangan secara langsung hasil praktek para pemohon. Pemohon bisa melihat dengan jelas, hasil uji prakteknya sudah benar atau masih salah bisa kelihatan dalam rekaman ultrasonic melalui sebuah televise. ”Jadi yang benar dan yang tidak benar siapa nanti akan kelihatan,” tegas Fahrian.
Inovasi SSDT (Sidoarjo Smart Driving Test) atau sensor ultrasonik dilengkapi dengan lampu rotator. Sensor akan bekerja disaat pengendara akan melakukan praktek SIM. Jika pengendara melewati batas sensor yang ditentukan, maka secara otomatis akan memantulkan bunyi atau suara. Semaksimal mungkin mereka yang praktek tidak melewati garis putih, karena secara langsung sensor ini akan berbunyi.
Sedikitnya ada sebanyak 29 sensor ultrasonik yang terpasang di beberapa titik lokasi praktek SIM. Adanya sensor ultrasonik sekaligus menjawab banyaknya keluhan warga masyarakat terkait kepengurusan SIM, khususnya uji praktek pembuatan SIM. ”Jika selama ini warga beranggapan dipersulit dan sebagainya. Maka alat ini cukup membantu memudahkan mereka. Jadi, mereka bisa tahu kesalahannya sendiri saat mengendarai motor,” ucapnya.
Di lokasi ujian praktek SIM terdapat beberapa model lintasan, diantaranya, lintasan lurus, lintasan Zig Zag, lintasan angka delapan, dan lintasan putar balik. Selain sensor ultrasonik, juga dilengkapi dengan traffic cone. ”Kemarin ada satu traffic cone yang patah, karena sempat ditabrak sama pengendara uji SIM. Nantinya, traffic cone akan kita ganti dengan model yang elastis. Sehingga tidak berpengaruh pada ketersediaan alat yang ada,” pungkasnya.
Sementara itu, salah seorang pemohon SIM C, Linda mengaku dengan sistem sensor ultrasonik ini sangat memudahkan para pemohon SIM. Bagi perempuan 35 tahun ini, yang penting pemohon harus menyiapkan diri, tenang dan tidak grogi (ragu-ragu). ”Buktinya saya berhasil. Padahal saya tidak pernah latihan. Sistem sensor ultrasonik ini memudahkan para pemohon, dibanding menggunakan sistem manual,” ungkap warga asal Waru ini.
Sedangkan pemohon SIM A, Fiyati mengakui dirinya gagal karena kurang konsentrasi. Perempuan 21 tahun ini mengaku meski gagal ujian praktik menggunakan sistem sensor ultrasonik ini sebenarnya sangat mudah. ”Hanya saja, karena perhitungan saat di trek putar balik kurang konsentrasi, akhirnya kaki saya menyentuh sensor garis putih. Meski hari ini gagal, saya tidak putus asa, tetap akan mendaftar lagi. Pokoknya harus dapat SIM,” tegas warga Krian ini. [ach]

Tags: