Jelang Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres, DPRD Jatim Digeruduk Mahasiswa

Surabaya, Bhirawa
Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Jawa Timur (AMJ) menggelar seruan aksi Indonesia darurat demokrasi di depan Gedung DPRD Jatim, Senin (16/10). Mereka membawa tiga tuntutan prinsipil diantaranya mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan batas usia Capres dan Cawapres.

Menurutnya, Bahwa Undang-undang dasar tidak mengatur secara exsplisit mengenai batas usia capres dan cawapres. Maka, ketentuan batas capres dan cawapres dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu secara teoritis tidak bertentangan dengan konstitusi.

“Sebab merupakan kebijakan hukum terbuka (Open legal policy) bagi pembentuk undang-undang (Legislasi) gugatan yang berkaitan dengan batas capres dan cawapres dalam undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu tersebut sangat jauh dari kebutuhan hukum masyarakat secara umum. Gugatan tersebut merupakan suatu gugatan yang didasarkan pada kepentingan kelompok dan besar kemungkinan didasarkan pada pembangunan politik dinasti oleh Presiden Joko Widodo,” kata Yossy Irawan selaku Koordinator aksi.

Yossy yang juga mahasiswa dari Universitas Merdeka Surabaya ini menjelaskan MK dalam hal ini perlu meningkatkan kewaspadaan akan bahaya laten dari penerapan sistem dinasti politik yang coba di konsolidasikan secara legal melalui uji materil. “Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang pemilu mendekati pemilihan umum sangat dekat dengan kepentingan kekuasaan,” jelasnya.

Menurut dia, konsep demokratis haruslah di pandang bukan hanya sebagai kebebasan individu dan kebebasan kelompok dalam aktivitas politik, tetapi juga memuat nilai-nilai yang adil, jujur dan bebas dari pengaruh apapun. “gar pelaksanaan teknis dari konsep demokrasi benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang jauh dari segala bentuk intervensi kekuasaan sebab demokrasi juga merupakan mekanisme dari pembatasan kekuasaan itu sendiri,” terangnya.

Membaca status quo hari ini, kata Yossy, terjadi banyak problem yang diakibatkan oleh pemerintahan presiden Joko Widodo – Ma’ruf Amin diakhir masa jabatan. Pencermatan ini, tambah dia, tergambar secara terang dalam dinamika kebangsaan sebagai contoh penanganan kasus korupsi oleh KPK yang banyak mengungkap keterlibatan para Menteri dilingkar kekuasaan utama kabinet Indonesia maju.

“Dalam perkara korupsi bahkan naik status menjadi tersangka dan terpidana sepanjang 2014-2023, penanganan permasalahan konflik agraria Pulau rempang, konflik agraria di Seruyan Kalimantan tengah yang bayak sekali menunjukan arogansi dan represifitas Polri dalam penanganan konflik tersebut,” katanya.

Represifitas Polri dalam penanganan konflik, Yossy menilai, menjadi pekerjaan yang tak pernah dapat diselesaikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. “Maraknya represifitas dalam penanganan perkara akan sangat menunjukkan turunnya kualitas demokrasi dan kebebasan warga negara,” imbuhnya.

Untuk itu, kata dia, AMJ memandang perlunya fokus perhatian pemerintah diarahkan pada persoalan tersebut. Namun, presiden Joko Widodo justru memperlihatkan sikap yang anti demokratis dalam penyelesaian konflik dan cenderung lebih fokus memainkan konsolidasi politik dalam pemilihan umum yang kontestasinya akan diselenggarakan pada 2024.

“Hal ini yang kemudian melahirkan kekhawatiran yang konkret bahwa Presiden Joko Widodo sedang mengarahkan konsolidasi demokratis pada konsep politik nasional mengarah kepada pembangunan politik dinasti. Setelah tuntutan masa jabatan presiden tiga periode dan gagasan penundaan pemilihan umum meredup, memberi jalan bagi sanak keluarga menduduki posisi kepala daerah tampaknya pilihan lain bagi Jokowi agar tetap diperhitungkan di panggung politik nasional,” tambahnya.

Apalagi, jelas Yossy, Gibran dan Bobby kini bersiap “naik kelas”. Gibran digadang bakal maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta atau Jawa Tengah. Nama Gibran santer disebut bakal mendampingi calon presiden Prabowo Subianto, kandidat yang berpeluang besar mendapat sokongan dari Jokowi.

“Kabar itu sejalan dengan cara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia minimal yang mengganjal Gibran jadi calon wakil presiden. PSI juga partai yang menjadi inisiator pencalonan Kaesang di Depok. Menantu Jokowi, Bobby, juga berhasrat maju sebagai calon Gubernur Sumatera Utara,” bebernya.

Pihaknya menegaskan, mobilisasi aparatur sipil negara, warisan jaringan politik, dan sokongan finansial adalah pelbagai “keunggulan” yang dimiliki kandidat kepala daerah dari dinasti politik. Ia menjelaskan dalam sistem birokrasi patron klien, restu Jokowi terhadap anak-anaknya bisa diterjemahkan sebagai perintah kepada birokrasi dan aparatur pemerintah lain agar mendukung.

“Keberadaan dinasti politik bertentangan dengan prinsip etika politik. Dinasti politik sendiri bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan menjaga agar kekuasaan tersebut tetap berpihak pada keluarga mereka yang sedang berkuasa. Untuk meraih tujuan tersebut partai politik seringkali dijadikan sarana dalam meraih tujuan,” tandasnya. [geh]

Tags: