Jumlah UMKM Kota Probolinggo Tak Jelas

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Probolinggo, Bhirawa.
Keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Probolinggo yang sebanyak 5.380 pelaku usaha, ternyata tidak jelas keberadaannya dan produk olahannya. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi B, Roy Amran.
Data yang ada di  Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) ada sebanyak 5.380 pelaku usaha atau UMKM yang tersebar di Kota Probolinggo. Namun, ketika ditanya berapa UMKM yang aktif dan tidak aktif dua SKPD terkait menyatakan tidak tahu. Dengan begitu maka selama ini tidak ada pembinaan terhadap UMKM tersebut, bila itu dilakukan sudah barang tentu akan terdata dengan baik mana yang aktif dan mana yang tidak.
“Untuk itulah kedepan harus bisa dievaluasi. Jangan hanya bicara soal data, tetapi tidak tahu berapa UMKM yang eksis. Karena, kita lihat dengan pemasarannya belum ada yang berhasil. Kalau dengan data sebanyak itu dan semuanya eksis maka warga Kota Probolinggo akan sejahtera hidupnya,” kata Roy Amran, Senin (16/3).
Demikian pula dengan keberadaan sejumlah Bedak di TWSL juga dinilai mangkrak. Kedepannya, dia berharap agar Pemkot terus melakukan inovasi-inovasi baru terkait penyebaran UMKM yang ada. UMKM kita masih kalah jauh dengan UMKM yang ada di Batam dan Tanjung Pinang.
“Ini karena Pemkot belum sepenuhnya melakukan pembinaan terhadap UMKM. Ini yang akan kita evaluasi, anggaran pembinaannya kan sudah besar, kenapa hasilnya kok minim,” ujar Roy Amran.
Ia meminta pemkot serius mengembangkan sektor UMKM. Dengan cara, mencari produk unggulan sesuai dengan icon kota, sehingga produk yang dihasilkan berkelanjutan. “Cari UMKM yang baik. Pertama tidak terlalu banyak, pastikan sesuai dengan icon Kota. Saat ini pembinaan ada, tetapi kelanjutannya yang tidak pernah ada, hal ini yang harus terus ditata ulang, tandasnya.
Secara aterpisah Kabid Diskopindag Yoyok mengaku jika kendala yang ada terkait keberadaan UMKM yakni terkait legalitas produk. Apalagi, selama ini legalitas halal dari MUI dan SNI memerlukan biaya mahal.
SNI untuk produk garam memerlukan biaya Rp. 7 juta, untuk Air minum memerlukan biaya sebesar Rp.15-25 juta. Saat ini, pembinaan yang kita lakukan hanya soal legalitasnya dulu. Pemkot punya rencana untuk meningkatkan mutu UMKM. Untuk itu telah melaksanakan 600 pelaku usaha dalam tiap tahunnya.
“Untuk sinergi pasar modern saat ini harus dibutuhkan hal-hal pendukung seperti kantor, ruangan teknologi harus standart dan pekerjanya harus memenuhi syarat. Kita juga bakal menggaet para travel untuk mempromosikan produk unggulan. Ini yang akan kita coba kedepan, “ kata Yoyok. [wap]

Tags: